Pagi tadi, suasana di Kabupaten Jombang tidak terlalu panas dan tidak terlalu mendung. Cuacanya cukup enak untuk keluar rumah. Karena anak saya menjalani homeschooling, bukan sekolah formal, saya pun berpikir untuk mengajak anak main ke Alun-Alun Jombang. Di sana ada playground yang cukup luas sebagai sarana bermain anak-anak, sembari mengasah sensorinya.
Sepanjang perjalanan mendekati alun-alun, saya melihat ada banyak anak sekolah yang berjalan. Pun di alun-alun tampak sejumlah rombongan anak sekolah yang mengenakan pakaian olahraga. Saya menduga, baru saja ada kegiatan olahraga anak-anak di sini. Jika saya amati dan baca dari pakaian olahraga yang dikenakan, mereka adalah para pelajar sekolah menengan pertama (SMP).
Sebelumnya, izinkan saya untuk memberikan disclaimer:
- Tulisan ini saya buat berdasarkan pandangan mata secara pribadi pada pukul 09.23 WIB, sejak dokumentasi pribadi dibuat.
- Tulisan ini bermaksud memberikan masukan yang baik, khususnya demi kebaikan dan kemajuan Kabupaten Jombang. Tidak untuk menyakiti maupun menyinggung pihak manapun
Yang cukup mengejutkan adalah ketika saya dan anak memasuki arena bermain. Tampak para siswa SMP sedang bermain ayunan, jungkat-jungkit, dan kuda-kudaan. Saya membaca keterangan di pakaian olahraga yang mereka kenakan. Tertera SMP Negeri 2 Jombang. Dan hanya para siswa dengan seragam ini yang saya temukan bermain di playground.
Bukan maksud hati untuk melarang anak-anak bermain, karena saya menyadari bahwa bermain memang dunia anak-anak. Hanya saja, sepengetahuan saya, permainan di sana diperuntukkan bagi anak-anak kecil. Pasalnya, seringkali petugas menyampaikan melalui pengeras suara, bahwa permainan hanya boleh digunakan anak-anak berusia 5 hingga 12 tahun. Tadi saya amati, peraturan bermain yang terpampang di arena bermain tidak menyebutkan batasan usia anak. Jadi bisa dibilang, batasan usia anak hanya disampaikan secara lisan.
Sementara pagi tadi, tidak ada petugas yang menegur maupun menyampaikan melalui pengeras suara. Juga tidak tampak guru yang mengawasi di sekitar playground maupun pengunjung dewasa lain yang menegur, karena para pengunjung dewasa memang tampak sibuk mengawasi putra-putri mereka yang rata-rata masih berusia bawah lima tahun (balita).
Di sini saya menempatkan diri sebagai orang tua yang mencari wahana bermain anak yang dekat dengan alam. Alun-Alun Jombang, saya rasa cukup memenuhi kebutuhan gerak anak dengan adanya lapangan yang luas dan arena bermain yang menarik. Tidak banyak wahana permainan, tetapi cukup mewadahi kebutuhan anak.
Jika permainan yang seharusnya digunakan anak-anak usia PAUD, TK dan SD tersebut justru digunakan oleh anak-anak SMP, bukankah berpotensi cepat rusak? Permainan tersebut tentu sudah dirancang menyesuaikan kebutuhan dan berat badan anak-anak kecil, sebut saja begitu. Jika digunakan dengan berat badan melebihi batas dan tekanan yang berlebihan dan tidak biasanya dilakukan oleh anak-anak kecil, tentu sudah tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.
Kondisi di mana para pelajar SMP ini  "menguasai" arena playground yang bukan area perosotan, cukup membuat anak-anak kecil beserta orang tuanya enggan menghampiri kawasan ini. Padahal area jungkat-jungkit, ayunan, dan kuda-kudaan termasuk favorit para balita di sini. Kebetulan tadi hanya ada anak saya dan satu balita lain yang bermain di kawasan ini.Â
Belum lagi jika para pelajar SMP Negeri 2 Jombang tadi menggunakannya secara kasar. Jungkat-jungkit yang biasanya digunakan anak-anak TK, tadi dinaiki hingga 5 anak SMP sekaligus dengan digenjot sembari tertawa puas. Di sisi lain, ada teman lain yang turut mendokumentasikan aksi brutal mereka.
Saya paham, usia belasan yang tengah mereka jalani adalah usia anak yang gemar mencari sensasi. Apalagi jika mampu mengunggah aksi "hebat" mampu menjadikan mereka viral di media sosial. Namun pertanyaannya, untuk menjadi viral apakah harus merusak sarana umum? Coba lihat bagaimana mereka memainkannya lewat video ini
Saya harap tulisan ini bisa menjadi catatan bagi Pemerintah Kabupaten Jombang dalam maupun pihak sekolah dalam memberikan pengawasan. Dalam periode tertentu, memang sebaiknya ada petugas yang berpatroli mengawasi arena bermain. Dan jika memang ada program pendidikan bagi para pelajar di tempat umum, alangkah baiknya jika pihak sekolah memberikan edukasi lebih dulu dan tetap memberikan pengawasan hingga para siswa kembali ke sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H