Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Professional Hypnotherapist & Trainer BNSP email: Luanayunaneva@gmail.com youtube: www.youtube.com/@luanayunaneva

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Banjir Unggahan MPLS di Gawai, Orang Tua Mulai Abai?

19 Juli 2024   10:10 Diperbarui: 19 Juli 2024   10:13 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), menjadi akronim yang hampir setiap saat menjadi pembahasan para orang tua dalam seminggu ini. Entah itu dalam pembicaraan secara langsung dengan tetangga, sesama orang tua, maupun story media sosial. Ya, memang tidak dapat dipungkiri, bahwa minggu ini adalah minggu pertama para siswa ke sekolah. Jalanan pun kembali ramai dengan anak-anak sekolah di pagi hari.Mulai jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas). Hal ini berlaku untuk pendidikan negeri maupun swasta.

Banyak lini pun terdampak dengan adanya tahun ajaran baru yang kembali dimulai di pertengahan tahun ini. Toko seragam yang biasanya sepi, beberapa hari terakhir menjadi sasaran empuk para orang tua yang ingin anak-anaknya tampil fresh dengan seragam sekolah baru dan bersih. Toko buku dan alat tulis menjadi incaran anak-anak berburu buku pelajaran, buku tulis, alat tulis dan aksesoris lucu. Ojek online yang sering mangkal di titik-titik kuliner, kini mulai bertebaran di jalanan untuk mengantar dan menjemput anak sekolah yang kebetulan tidak dapat diantar orang tuanya karena kesibukan. Toko makanan siap saji pun tak kalah menyiapkan aneka frozen food agar para orang tua tidak pusing menyiapkan alternatif bekal anak-anak yang sat-set-wat-wet.

Di antara banyaknya keseruan MPLS, hal yang menarik buat saya adalah ragam unggahan cerita dan konten para orang tua di media sosial. Hampir semua orang tua berbondong-bondong mengunggah hal-hal berbau "hari pertama masuk sekolah". Semua sudut pandang tersaji secara lengkap dan berwarna-warni. Sebut saja twibonize, kata-kata motivasi, seragam sekolah berwarna-warni, nama-nama sekolah yang ada di berbagai daerah, bekal yang dibawa anak, keramahan guru yang menyambut, tawa dan tangis anak, semangat para orang tua, dan masih banyak lagi.

Di balik itu semuanya, ada satu hal yang saya pikirkan. Seberapa banyak orang tua yang memahami, bahwa unggahan tersebut berbanding lurus dengan bahaya yang mungkin saja mengintai anak-anak di masa yang akan dating.

"Sebentar, Mbak Luana, maksudnya bagaimana?" Mungkin ada sebagian dari pembaca yang mempertanyakan.

Baik, saya jelaskan secara perlahan. Begini, bapak dan ibu, sebagai sesama orang tua, saya tidak menampik bahwa para orang tua memiliki rasa senang dan bangga yang luar biasa ketika anak memasuki fase baru dalam kehidupannya. Sekolah, salah satunya. Bahkan kebahagiaan anak yang masuk sekolah tidak hanya dirasakan oleh kedua orang tuanya, tetapi juga sang kakek dan nenek.

Jika ada slogan yang berbunyi "jarimu harimaumu", nah dalam masa MPLS ini saya melihat rasa penuh bangga para orang tua maupun kakek-nenek yang diungkapkan dengan membagikan konten di media sosial. Sekali lagi, apa pun jenis media sosialnya. Melalui foto dan video yang disampaikan, ada isi hati para orang tua maupun kakek nenek yang tersirat, "Ini lho anakku/ cucuku sudah besar dan sekolah. Kami pilihkan sekolah yang terbaik untuknya. Ini lho anakku/ cucuku sudah bisa melakukan ini dan itu di sekolahnya."

Foto dan video yang diunggah seakan-akan menjadi bukti nyata, jika selama ini para orang tua maupun kakek-nenek menceritakan sang buah hati sebagai topik pembicaraan Bersama teman-teman. Jadi kemampuan anak (dan orang tua) tidak hanya disampaikan dalam bentu narasi lisan, tetapi juga ada bukti otentiknya.

Namun sayangnya, rasa senang dan bangga orang tua maupun kakek-nenek dalam mengunggah hal-hal seputar dunia anak membuat mereka menjadi abai perihal keselamatan anak. Padahal saya percaya, bahwa keselamatan anak pun menjadi bagian dari tanggung jawab kita sebagai orang tua kepada anak. Kakek dan nenek pun tentu turut memiliki tanggung jawab menjaga keselamatan anak, jika memang mereka dilibatkan dalam proses pengasuhan anak.

Contoh twibbonize (sumber: Twibbonize)
Contoh twibbonize (sumber: Twibbonize)

Terkait hal tersebut, ketika para orang tua mengunggah foto maupun video kegiatan anak di sekolah yang baru, sudah bisa dipastikan bahwa ada identitas yang tertera di sana. Apapun bentuknya, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Kita rinci satu persatu.

  • Nama anak (bisa berupa nama panggilan yang tertulis di dada, nama lengkap yang tertera di buku maupun arsip, panggilan anak ketika kita menyebut namanya, dll)
  • Nama orang tua (sebagai pengunggah file di media sosial, nama tertera di arsip, dll)
  • Sekolah anak (baik tertera secara langsung maupun dicermati dari twibbonize, desain sekolah, dll)
  • Rumah orang tua (karena terkadang juga diunggah dalam postingan sebelumnya)
  • Foto anak, orang tua, hingga keluarga besar.
  • Dan sebagainya.

Kita bisa jadi tidak melakukannya dalam satu kali unggahan. Biasanya tidak akan seperti itu, karena kita masih waspada dan sadar.

Kata kuncinya adalah semua yang kita unggah dan tampilkan di media sosial adalah data. Nah, data digital itu tidak dapat musnah sepenuhnya, meski sudah dihapus dan tidak lagi muncul di beranda kita. Kalau mau dicari, ada. Orang lain pun bisa saja sudah menyimpan data tersebut sebelum kita hapus. Bukankah screenshot dari gadget sangat mudah untuk dilakukan? Tak butuh waktu lama. Bahkan hanya dalam satu detik, dari genggaman tangan kita.

Tentu saja, kita berharap semua kontak WhatsApp di ponsel kita adalah orang baik. Kita ingin teman-teman di media sosial pun orang-orang yang baik. Namun sayangnya, tidak semua manusia adalah orang baik, terutama di era digitalisasi seperti sekarang.

Ilustrasi KTP dan KK (sumber: Dispendukcapil Kabupaten Pati)
Ilustrasi KTP dan KK (sumber: Dispendukcapil Kabupaten Pati)

Coba kita ingat kembali. Dulu kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) bisa dibilang sulit untuk didapatkan datanya, karena hanya digunakan untuk urusan-urusan penting. Sekarang orang dengan mudahnya memberikan ke sejumlah pihak, termasuk yang tidak dikenal. Apalagi setelah data seluruh warga negara dibobol hacker beberapa waktu yang lalu.

Pun mengetahui nama ibu untuk mengakses data buku rekening di bank, kalau dulu hanya keluarga yang tahu. Namun kini, para ibu yang justru menyantumkan nama anak-anaknya di media sosial. Bukankah sedemikian mudah data anak-anak kita dibobol di masa depan?

Kita memang tidak bisa mengontrol apa yang ingin orang lain lakukan terhadap keluarga kita. Yang bisa kita lakukan adalah melindungi keluarga kita dengan segenap kemampuan kita. Begitu juga dalam pendokumentasian keluarga dan penggunaan media sosial. Tidak ada yang salah dengan proses dokumentasi, karena momen tumbuh kembang anak yang takkan pernah terulang kembali menjadi hal yang perlu diabaikan. Saya pun melakukan pendokumentasian proses tumbuh kembang anak. Namun, tidak selalu semunya diunggah ke media sosial, bukan?

"Lho, Mbak Luana kan orang tua juga! Jangan sok-sokan nasehatin deh! Jangan-jangan ikutan posting juga. Memang nggak posting kegiatan MPLS anaknya di sekolah?" Mungkin ada dari Kompasianer yang bertanya dalam hati.

Hehehe, anak saya homeschooling, bapak, ibu. Jadi tidak mengikuti MPLS di sekolah mana pun. Jadi saya tidak mengunggah apapun seputar anak dan MPLS di media sosial. Kalau pun sesekali mengunggah, saya rasa masih dalam porsi wajar dan batas aman versi saya. Saya pun sedang berproses untuk mengurangi unggahan seputar anak, kecuali jika memang ada esensi menarik yang dibagikan

Jombang, 18 Juli 2024

Luana Yunaneva

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun