Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Trainer BNSP RI, Public Speaker & Professional Hypnotherapist email: Luanayunaneva@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Secuil Kisah Anak Korban Perceraian di Ruang Terapi

23 Mei 2023   21:20 Diperbarui: 26 Mei 2023   13:45 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak yang sedih saat mengingat kedua orang tuanya bercerai (foto: Lifestyle Okezone)

"Kak, saya merasa ada yang tidak beres dengan diri saya, tapi saya tidak tahu itu apa," kata seorang anak perempuan berusia belasan tahun kepada saya. Sore itu, gadis ini datang seorang diri untuk menemui saya dalam sesi hipnoterapi. Dia tidak banyak bicara. Hanya saja, deret kalimat tersebut tidak hanya satu-dua kali dia ucapkan, tetapi berulang kali.

Sebut saja nama klien ini adalah Sekar (bukan nama sebenarnya). Awalnya, dia hanya menjawab satu-dua patah kata atas pertanyaan-pertanyaan saya. Saat bingung atau enggan menjawab, dia hanya memilih diam. 

Namun saat sudah merasa nyaman, perlahan Sekar mulai menyadari, bahwa ketidaknyamanannya selama ini berhubungan erat dengan masa kecilnya saat kedua orang tuanya berpisah. Butuh waktu yang cukup lama untuk memproses perasaan-perasaan yang tidak nyaman ini. Sedih, tentu. Menyesakkan, iya. Namun, ketidaknyamanan ini perlu dirasakan kembali, untuk kemudian diterima dan didamaikan di dalam hati.

Pengalaman serupa juga dirasakan oleh "Sekar-Sekar" yang lain. Tentu saja dengan kondisi dan latar belakang yang berbeda satu sama lain. Ada yang hanya tinggal dengan ayahnya, ada yang hanya tinggal dengan ibunya, dan ada juga yang tidak tinggal dengan keduanya. Namun berdasarkan pengalaman saya, mereka memiliki kesamaan, yaitu (kebetulan)usia mereka masih cukup belia. Saya pun memberikan apresiasi atas keberanian dan kepedulian mereka atas diri sendiri untuk pulih.

Di sini, saya sama sekali tidak turut campur perihal permasalah orang tua. Pada dasarnya, setiap pasangan tentu memiliki alasan tersendiri, ketika memutuskan untuk hidup bersama maupun akhirnya berpisah. 

Itu merupakan hak setiap pasangan yang tidak dapat dicampuri oleh pihak lain, maupun terapis. Dan dalam beberapa kasus menghadapi anak-anak korban broken home, tugas saya adalah mendampingi dan menguatkan hati mereka yang pernah terluka.

Ilustrasi anak yang sedih saat mengingat kedua orang tuanya bercerai (foto: Lifestyle Okezone)
Ilustrasi anak yang sedih saat mengingat kedua orang tuanya bercerai (foto: Lifestyle Okezone)

Anak-anak yang ditinggalkan orang tua saat masih kecil, tidak memahami alasan perpisahan ayah dan ibunya. Entah itu karena perbedaan prinsip, rasa cinta yang memudar, faktor ekonomi, adanya orang ketiga, dan sebagainya. Anak tidak memahami semuanya itu. 

Terlebih lagi, jika usia anak ada di kisaran 0 hingga 13 tahun, pikiran bawah sadar anak masih aktif. Hal inilah yang membuat anak-anak belum bisa menganalisis dengan baik tentang apapun. Apalagi, mereka belum memiliki pengalaman di masa lalu untuk berpikir.

Yang bisa mereka lakukan adalah menerima apapun dari panca indera, seperti ekspresi marah orang tuanya, suara caci-maki saat ada pertengkaran, dan rasa sakit ketika lengan anak dicubit. Biasanya di usia tersebut, anak-anak tidak bisa berbuat banyak. Mungkin hanya terdiam atau bahkan menangis. Bingung. Takut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun