Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Trainer BNSP RI, Public Speaker & Professional Hypnotherapist email: Luanayunaneva@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Anak Tetangga Suka Masuk Rumah Tanpa Permisi, Hal Biasa?

16 April 2023   00:03 Diperbarui: 16 April 2023   02:37 2297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bertamu| Dok Freepik.com/Bearfotos via Kompas.com

Bermain adalah dunia anak-anak, terutama anak di bawah usia lima tahun atau balita. Benda dan aktivitas apapun bagi mereka adalah permainan yang seru. Apalagi ketika benda atau hal tersebut adalah sesuatu yang baru dan belum pernah mereka jumpai sebelumnya. 

Tidak heran, kalau ada seorang anak menunjukkan mainan baru kepada teman-temannya, seketika akan menarik perhatian.

Begitu juga dengan bermain di rumah teman. Bagi anak-anak, tentu ini adalah pengalaman menarik. Bisa melihat langsung rumah temannya, bisa mengetahui koleksi mainan temannya, bisa bermain bersama, dan sebagainya. Seru! Itulah dunia anak. 

Namun, ketika anak-anak suka nyelonong atau masuk ke dalam rumah orang lain, termasuk tetangga, dengan tidak sopan, apakah hal itu normal?

Sayangnya, sebagian masyarakat kita masih menganggapnya demikian. Dalih yang sering mereka gunakan adalah pernyataan "namanya juga anak-anak."

Pemakluman yang diberikan atas dasar "kewajaran atas nama anak-anak" pun, saya rasa ada batasannya. Misal, memperhatikan usia anak, memaklumi bahwa anak sedang beradaptasi dengan rumah yang dianggap asing, seberapa sering hal tersebut dilakukan, hingga memberikan anak kesempatan untuk belajar. Tentu saja, pemakluman tersebut berbeda antara satu orang dengan orang lain. 

Mungkin sekali-dua kali, anak itu dibiarkan. Mungkin juga anak yang bersangkutan dapat diberitahu baik-baik oleh pemilik rumah, perihal etika saat berkunjung ke rumah orang lain, termasuk temannya. Bisa juga di titik tertentu, pemilik rumah menyampaikan kepada orangtua si anak tentang apa yang terjadi dan dirasa mengganggu.

Lalu jika respon orangtua anak itu justru dimikian, "Wajarlah, namanya juga anak-anak. Itu hal yang biasa," bagaimana?

Ilustrasi anak berkejaran dengan orang dewasa (sumber foto: kumparan)
Ilustrasi anak berkejaran dengan orang dewasa (sumber foto: kumparan)

Moms and Dads, setiap keluarga tentu memiliki definisi atas rumah yang dimiliki. Kita tidak pernah tahu, alasan setiap keluarga memberlakukan batasan di rumahnya. 

Sebagai hunian, sebagai tempat singgah, sebagai tempat melepas lelah, sebagai tempat berkumpul dengan keluarga, sebagai sarana edukasi bagi anak, sebagai ladang mencari nafkah, sebagai tempat bersilaturahmi dengan orang lain, dan sebagainya. 

Tentu fungsi rumah ini berbeda antata satu keluarga dan lainnya. Jadi, mohon untuk hargai privasi rumah orang lain. 

Jika ingin berkunjung, tetaplah memggunakan etika yang baik, mengingat tidak semua orang dan keluarga merasa nyaman dengan kehadiran orang lain di rumah mereka.

Sehari-hari kita juga tidak tahu aktivitas setiap keluarga. Sekalipun itu tetangga. Bisa jadi pada jam tersebut, keluarga A sedang makan, bekerja, mengajari anaknya, memasak, mandi, dan sebagainya. 

Ritmenya pun bisa berbeda dengan ritme yang saya dan Anda terapkan di rumah. Dan sangat mungkin, jika dalam kegiatan tersebut mereka tidak ingin diganggu oleh siapapun. 

Apalagi jika pagar dan pintu sudah jelas-jelas tertutup. Jangan sampai Anda membukanya tanpa mengetuk dan mengucapkan salam. Sekalipun Anda membawa kabar yang sangat penting.

Sekarang kita dibekali dengan kecanggihan teknologi. Alangkah lebih sopannya, ketika hendak bertamu bahkan sekadar ngerumpi, Anda menelepon atau mengirim pesan lewat ponsel. Apapun respon dari orang tersebut, kita sudah berusaha untuk bersikap sopan.

"Halah, ini kan anak-anak," mungkin ada yang berkilah demikian.

Moms and Dads, anak-anak adalah manusia seutuhnya. Bukan jiwa yang terperangkap di dalam tubuh yang berukuran kecil. Anak-anak tetap bisa kita ajari bertingkah laku sopan kok, asal kita mau melakukannya. 

Bahkan mereka bisa lebih cerdas daripada orang dewasa lho! Kalau orangtua tidak mau mengamati anaknya dan mengajak berkomunikasi tentang kegiatan sehari-hari, bagaimana anak dapat mengerti mana yang baik dan buruk?

Saya ingin membagikan sedikit pengalaman. Saya memiliki anak balita. Sejak kecil, saya mengajarkannya untuk menghargai privasi orang lain. Salah satunya dengan tidak berlama-lama bermain di rumah temannya atau tetangga. 

Saya pun jarang berlama-lama di kediaman orang lain, kecuali ada hal yang penting untuk dibicarakan. Makanya, kalau anak ingin bermain di rumah temannya, saya selalu mengajarkannya untuk mengetuk pintu dan mengucapkan kata "permisi" kepada pemilik rumah. Hal ini saya sampaikan kepadanya sejak usia satu tahunan, saat dia sudah mulai berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. 

Dan itu berhasil. Anak saya jarang sekali bermain di dalam rumah temannya. Paling banter di halaman rumah kami, halaman rumah temannya atau di pinggir jalanan yang cukup aman di daerah kami. 

Tentunya saya pun tetap melakukan pengawasan. Bahkan ada tetangga yang cukup heran, kenapa anak saya disuruh masuk ke dalam rumahnya hanya diam saja alias menunjukkan gesture tidak mau.

Sejujurnya, menurut ilmu psikologi, jauh lebih mudah mendidik anak-anak dibandingkan memperbaiki orang dewasa. Ya, saya pun setuju dengan pernyataan tersebut. Orang dewasa sudah melewati proses kehidupan selama puluhan tahun. 

Tentu tidak mudah untuk mengubah apa yang sudah tertanam di pikiran bawah sadarnya. Sementara anak-anak apalagi usia dini, lebih mudah menyerap informasi dan pengajaran terutama dari orang-orang yang terdekatnya, terutama orangtua. 

Namun pastikan, seberapa dekat hubungan kita dengan anak. Semakin dekat hubungan kita dengan anak, tentu semakin mudah juga nasehat kita diterima oleh pikiran bawah sadarnya.

Namun, kata-kata pun tidak cukup lho! Pastikan orangtua juga melakukan hal yang diberlakukan ke anak. Dari situ, anak dapat menilai komitmen dan sinkronisasi antara pesan orangtua kepadanya dan kemampuan orangtua menerapkan aturan tersebut bagi dirinya sendiri. 

Dalam kasus yang saya angkat ini, ketika orangtua mengajarkan anak untuk bersikap santun saat masuk ke orang lain, jangan-jangan orangtuanya juga nyelonong masuk aja ke rumah tetangga?

Moms and Dads, anak-anak adalah peniru ulung. Anak-anak cenderung meniru apapun yang dilakukan orang-orang terdekatnya, terutama orangtua. Jadi pastikan, ketika kalian mengatakan A, lakukan A juga. Bukan malah sebaliknya, yakni orangtua melarang anak melakukan A, justru orangtua melakukan tindakan A itu.

Menjadi orangtua adalah proses belajar seumur hidup. Prosesnya tidak mudah dan tidak ada yang instan. Namun saya yakin, setiap anak menjadi proses pembelajaran bagi orangtuanya. Dan orangtua pun perlu membekali diri dengan ilmu parenting dan memiliki kerendahan hati untuk belajar bersama dengan keluarga lainnya.

Kalau Kompasianer, pernah punya pengalaman tersendiri soal anak-anak yang suka nyelonong masuk ke dalam rumah? Bolehlah berbagi cerita, apa yang mereka lakukan dan bagaimana Anda menyikapinya?

Kediri 15 April 2023
Luana Yunaneva

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun