Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Professional Hypnotherapist & Trainer BNSP email: Luanayunaneva@gmail.com youtube: www.youtube.com/@luanayunaneva

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Ada Apa di Balik Mereka yang Memutuskan Child Free?

13 Februari 2023   21:03 Diperbarui: 13 Februari 2023   21:06 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini, jagad maya cukup diramaikan oleh salah seorang influencer yang menyerukan, bahwa tidak memiliki anak adalah kunci dirinya tampak awet muda. Ya, perempuan yang satu ini memang saya amati cukup melantangkan prinsipnya mengenai child free atau tidak memiliki anak, sehingga cukup menghebohkan para pengagumnya sejak tahun lalu. Tidak heran jika hal ini banyak ditentang oleh para wanita, terutama mereka yang memiliki anak. Ada banyak sudut pandang yang mereka jadikan penguatnya, seperti landasan agama soal berketurunan, kondisi keuangan yang menentukan kemampuan melakukan perawatan kecantikan, gaya hidup sehat, pikiran yang jernih, dan sebagainya.

Berbeda dengan di Indonesia yang baru marak, di luar negeri sebenarnya child free bukanlah hal baru. Mengutip gramedia.com, mereka yang memutuskan untuk child free, punya beberapa alasan, seperti usia, kondisi fisik, kondisi emosional wanita, karier, isu lingkungan, kemampuan mengasuh anak, dan alasan personal.

Namun kali ini, saya mencoba untuk menguraikan, kira-kira apa yang membuat seseorang memutuskan tidak ingin memiliki anak, dari sudut pandang ilmu pikiran bawah sadar. Sebelumnya, izinkan saya melakukan disclaimer lebih dulu.

  • Tulisan ini merupakan pemaparan dari kondisi umum yang dialami klien maupun pendapat saya secara pribadi yang berlandaskan ilmu pikiran bawah sadar, TANPA menyinggung pihak-pihak tertentu sama sekali.
  • Jika terdapat sebagian atau seluruh tulisan ini memiliki kesamaan dengan kondisi-kondisi tertentu, tulisan ini juga TIDAK menyinggung atau membuka kasus pihak-pihak tertentu maupun klien, karena tulisan ini bertujuan memberikan edukasi.
  • Tulisan ini BUKAN fakta yang didapatkan dari klien/ narasumber yang saat ini sedang banyak dibicarakan di media massa dan media sosial, melainkan sudah dijelaskan dalam poin 1 dan 2.
  • Jika ada poin-poin yang membuat Anda merasa ke-trigger atau tidak nyaman, Anda dapat mengirim pesan kepada saya pribadi, karena saya bergerak di bidang kesehatan mental, khususnya hipnoterapi. Jika ingin menghubungi profesional yang lain, dipersilakan.

Oke, langsung saja, saya akan paparkan penyebab umum dari orang-orang yang memutuskan untuk menikah, tetapi tidak memiliki anak. Untuk memudahkan, saya sebut saja orang yang memutuskan untuk tidak memiliki anak itu dengan "klien" ya.

Pertama, mereka memiliki pengalaman menyakitkan di masa lalu dan menetap di pikiran bawah sadarnya

Masa kecil yang seharusnya diisi dengan kebahagiaan, justru dirasakan dengan kesedihan. Luka ini tidak hanya mengendap di perasaan dan pikiran, tetapi juga fisik, yaitu jalur saraf. Jika kesedihan ini terus berulang, tentu membuat fisik, pikiran, dan perasaan "terbiasa" dengan hal yang memilukan.

Kasus semacam ini pernah terjadi pada salah seorang klien saya. Di usianya yang baru 20 tahun, klien perempuan ini merasa hidupnya cukup berat. Namun tak mudah baginya untuk menceritakannya kepada orang lain. Ternyata usut punya usut, dia terlahir dari keluarga broken home, bahkan sejak kecil sudah terbiasa hidup tidak bersama ayah atau pun ibunya. Ayahnya tak pernah sekali pun menemuinya, sedangkan ibunya hanya pernah dijumpainya beberapa kali saja seumur hidupnya.

Karena tinggal bersama nenek, paman, dan bibi, klien ini merasa kurang mendapatkan kasih sayang seperti yang didapatkan anak-anak lain dari orang tuanya. Komunikasi dengan ayah, tak pernah. Sedangkan komunikasi dengan ibu, sekadarnya saja melalui telepon. Tanpa disadari, hal ini berimbas ke segala aspek. Klien ini merasa kurang percaya diri, mulai dari pendidikan, masa depan, hingga masa depannya. Bahkan untuk membayangkan cita-cita dan masa depannya pun, ia merasa kesulitan.

Namun setelah mengeluarkan isi hatinya, perlahan wajahnya mulai tampak cerah. Seakan-akan dia telah membuang sampah-sampah yang selama ini dia genggam di ruang praktik saya. Jangankan bercerita kepada orang lain, untuk mengekspresikan apa yang dia rasakan melalui mimik wajahnya pun tak mudah baginya, karena dia hampir tak pernah melakukannya. Jadi di hari pertama sesi hipnoterapi, saya lebih banyak mendengarkan ceritanya dan hadir sepenuhnya untuk klien ini.

Kedua, mereka melihat, mendengar, atau merasakan pengalaman orang lain yang mengalami hal menyakitkan di masa lalu

Mirip dengan penyebab pertama, hal ini juga berperan menyebabkan trauma/ fobia, apalagi jika dialami pada saat berusia kurang dari 8 tahun. Usia 0 hingga 8 tahun sangat rentan dalam menerima informasi apapun. Pasalnya, otaknya dominan beroperasi di gelombang alpha dan theta. Dengan demikian, pikirannya menjadi sangat terbuka dengan adanya informasi baru dan perubahan. Semua informasi diserap begitu saja, layaknya spons.

Pengalaman ini pernah dirasakan salah seorang klien saya. Dia terlahir dari keluarga yang utuh. Namun saat dewasa, ia memiliki kecemasan berlebih, yang berimbas pada relasinya dengan suami dan anak. Setelah dilakukan terapi, ternyata akar masalahnya adalah saat usia 7 tahun, klien pernah melihat kedua orang tuanya bertengkar, bahkan ayahnya menondongkan pisau kepada ibunya.

Ketiga, adanya pertentangan dalam diri klien atau konflik batin

Jadi, ada bagian dalam diri klien yang ingin memiliki keturunan, dengan alasan tertentu. Sementara, ada bagian lain juga dalam dirinya yang menolaknya, dengan alasan yang lain pula. Alhasil, minimal ada dua bagian dalam dirinya yang "ribut sendiri". Pertentangan tersebut membuat klien memutuskan, ya udahlah, gak usah punyaa anak saja dulu.

Siapa yang paling dominan ? Ya bagian dalam diri klien yang punya motivasi kuat. Namun ingat, bagian lain yang bertentangan cenderung tidak diam begitu saja. Sisi yang bertolak belakang itu akan berusaha mencapai tujuannya pula. Apa pun dan bagaimana pun caranya.

Solusinya bagaimana? Ya damaikan kedua bagian yang berkonflik tersebut. Bisa dilakukan secara mandiri, yaitu dengan berkesadaran maupun meminta bantuan kepada profesional. Salah satunya dengan metode hipnoterapi.

Keempat, menghukum diri sendiri

Tentu janggal kedengarannya, karena yang umum kita pahami adalah hukuman biasanya ditujukan kepada orang lain. Namun, ini bisa terjadi pada diri seseorang, ketika ada yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama atau pun pribadi.

Terkait childfree, saya rasa, agama-agama yang ada di Indonesia mendukung umatnya untuk melanjutkan garis keturunan. Kecuali bagi mereka yang mampu dan memiliki tujuan hidup khusus, justru disarankan untuk tidak menikah sekalian. Selanjutnya, adalah kemungkinan kedua, di mana memiliki anak tidak sesuai dengan nilai pribadi yang dianutnya. Nilai-nilai pribadi yang seperti apa? Saat memiliki anak, tentu seorang wanita tidak sebebas saat masih bujang maupun istri tanpa anak. 

Dari segi pekerjaan pun, kariernya kurang bisa maksimal, karena harus mengatur waktu untuk suami, anak, pekerjaan rumah, pekerjaan kantor atau pun freelance. Dari segi keuangan, akan ada satu perut lagi untuk diisi makanan dan dibekali pendidikan yang biayanya tidak sedikit. Urusan jalan-jalan dan bersenang-senang, nanti dulu.

Kelima, membandingkan diri sendiri sendiri sosok idola

Ya, tidak dipungkiri, tokoh kecintaan memiliki ruang tersendiri dalam hati seseorang. Sebut saja para fanboy dan fangirl, tentu mereka berusaha memburu informasi maupun koleksi khusus tentang idolanya. Begitu juga dengan penganut childfree, tentu sebelumnya sudah ada sang idola di hatinya yang lebih dulu menganut childfree. Demi kecintaan dan loyalitasnya sebagai seorang penggemar, apapun yang dilakukan sang idola cenderung dilakukannya. Pasalnya, ia meyakini, bahwa pesan apapun yang disampaikan dan apapun yang dilakukan oleh idolanya adalah sebuah kebenaran.

Baik, sekian saja analisis saya sebagai seorang hipnoterapis terkait isu childfree yang lagi hits. Untuk Kompasianer yang merasa ketrigger, boleh komen maupun japri. Nanti akan berusaha saya tanggapi.

Nah, kalau menurut kalian, kira-kira apa lagi ya yang membuat seseorang memutuskan memiliki anak atau tidak dalam hidupnya? Sharing yuk!

Surabaya, 13 Februari 2023

Luana Yunaneva, S.I.Kom., CPS., CHt., CI

Praktisi kesehatan mental & hipnoterapis @serenityhipnoterapi.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun