Kalau ada yang simpel, kenapa harus pilih yang ribet ? Ya, rasanya slogan tersebut cocok untuk menggambarkan sistem keuangan di dunia pada saat ini, tidak terkecuali Indonesia. Jika awalnya kita harus melakukan tatap muka lebih dulu untuk bertransaksi, kini kita bisa melakukannya cukup dari dalam rumah. Apa lagi kalau bukan berkat kecanggihan teknologi yang terangkum dalam smartphone yang kita miliki?
Cukup dari genggaman dan sentuhan tangan sekian detik, kita sudah bisa melakukan berbagai macam transaksi. Mulai membayar rekening listrik, air, tagihan telepon, internet, belanja online, transfer uang, dan masih banyak lagi. Jadi, kita sudah tidak perlu lagi pergi ke bank, berpanas-panasan menempuh perjalanan, hingga menunggu antrean panjang di depan teller maupun mesin ATM.
Bepergian ke suatu tempat tanpa membawa dompet pun, kini sudah tak lagi masalah, selama membawa smartphone. Pasalnya, sejumlah pusat perbelanjaan maupun penjaja kuliner sudah menyediakan layanan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Cukup melakukan scan pada barcode, transaksi pun bisa dilakukan dengan cemumuah (cepat, mudah, murah, aman, handal). Hati senang, karena barang belanjaan sudah ada di tangan. Tinggal pulang deh dengan hati riang.
Kemudahan ini merupakan salah satu langkah konkrit pemerintah dalam mendorong integrasi ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang inkusif dan efisien. Apakah ini hanya berlaku di kota-kota besar ? Tentu tidak. Seluruh daerah di Indonesia dapat menikmati layanan tersebut.
Coba deh, kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Terkadang untuk mencari barang di dalam kota pun, saat ini kita lebih memilih mencarinya di situs pencari Google dulu, sebelum berangkat ke tokonya secara langsung. Setelah kita mendapatkan spesifikasi barang yang kita butuhkan, baru kita mencari referensi toko yang menjual dan berangkat ke lokasi.
Pertanyaannya, sudah berapa banyak di antara UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) yang belum memiliki toko online dan media sosial? Bukankah dengan ekonomi digital, para pelaku UMKM dapat lebih memaksimalkan bisnisnya.
Untuk itulah, Bank Indonesia melakukan sejumlah langkah percepatan digitalisasi sistem pembayaran, di antaranya mendorong akselerasi digitalisasi keangan melalui QRIS mendorong kesuksesan GBBI (Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia), mempersiapkan fast payment 24/7 pembayaran ritel menggantikan SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia) guna mempercepat penyelesaian transaksi, mendorong digitalisasi perbankan melalui standardisasi Open Api (Open Application Programming Interfaces), dan terus mendorong elektronifikasi transaksi keuangan daerah. Hal ini disampaikan Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam pembukaan FEKDI (Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia) 2021 yang diselenggarakan pada 5 hingga 8 April 2021 secara virtual.
Dalam Rapat koordinasi Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah pada 2 Februari 2021 lalu, Mas Abu memaparkan bahwa digitalisasi di Kota Kediri sudah diimplementasikan sejak 2018, bukan lantaran adanya pandemi Covid-19. Percepatan implementasi digital ini sudah diatur dalam Perwali 4 tahun 2018 dan Surat Keputusan Tentang TP2DD (Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah) Oleh karena itu, pada tahun 2018 transaksi pemerintah daerah sudah dilakukan secara nontunai, sehingga pergerakannya dapat dipantau secara real time.
Implementasi ETP tahun 2020 terbukti menunjukkan peningkatan. Kepala Perwakilan BI Kediri, Sofwan Kurnia menuturkan, dari sisi transaksi belanja dan pendapatan, mayoritas pemda telah mengelektronifikasikan untuk penerimaan pajak serta SP2DD online. Meski begitu, masih perlu dorongan untuk mempercepat pelaksanaan eletronifikasi penerimaan retribusi daerah. Sofwan yakin dan optimistis, sinergi antara BI dan Pemkot Kediri akan mampu mendorong kemajuan kota ini dan mendukung pemulihan ekonomi pascapandemi.
Tak berhenti sampai di situ, Mas Abu turut mendorong UMKM di Kota Kediri untuk memperluas pasarnya melalui online. Salah satunya, dengan menggandeng marketplace atau layanan jualan online ternama untuk mempromosikan beragam produk UMKM. Dengan demikian, produk UMKM tidak hanya dapat dipasarkan secara lokal, tetapi juga luar kota hingga mancanegara. Sebut saja kain tenun ikat khas Kediri yang selama ini tidak banyak orang ketahui, mulai populer di jagat maya.
Sementara untuk pilihan alternatif pembayarannya, Pemkot Kediri juga menjalin kerjasama dengan aplikasi dompet digital, seperti Go-Pay dan Ovo. Dengan begitu, kita memiliki beragam alternatif pembayaran yang lebih cemumuah dan sreg di hati.
Begitu juga dengan Program Pemberdayaan Masyarakat (Prodamas). Pemantauan program pemberian dana sebesar 50 juta Rupiah per-RT pertahun, dilakukan melalui aplikasi di handphone dengan nama yang sama, yakni Prodamas. Meski aplikasinya masih belum sempurna, Pemkot Kediri akan terus berupaya memperbaikinya.
Sementara dari segi transportasi, digitalisasi juga dilaksanakan dengan membuat aplikasi Trans Info Kota Kediri. Aplikasi tersebut berguna untuk memantau arus lalu lintas di kota yang terkenal dengan kuliner tahu kuning dan getuk pisangnya ini.
Kalau Kota Kediri sudah semakin dekat dengan konsep smart city yang sudah digagasnya, kamu sudah siap menjadi smart people dengan bertansaksi nontunai ?
Kediri, 7 April 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H