"Burung pipit yang kecil dikasihi Tuhan. Terlebih diriku dikasihi Tuhan," begitulah potongan lagu yang dinyanyikan beberapa anak kecil, Minggu pagi yang lalu. Ya, burung pipit memang memiliki tubuh yang kecil namun ia menjadi musuh bebuyutan pagi para petani. Pasalnya, hewan yang biasa disebut dengan burung emprit ini merupakan hama yang kerap menyerang tanaman padi di sawah. Tak heran jika para petani berusaha mengusirnya dengan memasang orang-orangan atau memedi sawah, begitu orang Jawa menyebutnya.
Pandangan kebanyakan orang mengenai burung emprit yang kerap mengganggu justru dijadikan peluang usaha bagi Darmiyanto, warga Desa Wonojoyo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Pertama, ia menjual burung-burung emprit yang sudah dicat dengan aneka warna lebih dulu di sebelah sebuah sekolah dasar, tempat ia membuka warung.
Namun tak semua burung laku terjual dan akhirnya mati, Darmiyanto pun memikirkan, apa yang sebaiknya ia lakukan agar tak terlalu banyak menanggung rugi. Setelah berpikir, ia dan istrinya mencoba untuk mengolah burung emprit menjadi sate, kemudian menjualnya.
Tak disangka, ternyata inovasinya membuat sate burung emprit justru menuai tanggapan positif dari para konsumen. Banyak orang berbondong-bondong menuju warung dadakan yang dibukanya saat bulan Ramadan demi mencicipi sate emprit. Antusiasme masyarakat Kediri dan sekitarnya yang di luar prediksinya, membuat Darmiyanto bertekad menjalankan bisnis kuliner ini dengan serius.
"Sekarang untuk bisa dapat burung emprit, saya pesan kepada pengepul. Itu pun dalam kondisi sudah bersih dan siap untuk diolah," tukasnya.
Untuk proses pembuatan sate emprit, terang Darmiyanto, tak jauh berbeda dengan sate-sate pada umumnya yang menggunakan bumbu kacang dan kecap manis. Namun karena burung emprit memiliki tekstur yang berbeda dibandingkan bahan baku sate lainnya, seperti ayam dan kambing, ia memiliki resep khusus.
Sementara itu, proses pembakaran tak membutuhkan waktu lama, yakni sekitar sepuluh menit. Hal ini dilakukan Darmiyanto agar daging burung emprit tidak hancur, namun masih tetap lunak saat dikunyah.
Cukup merogoh kocek Rp20.000,00 perporsi sate emprit (belum termasuk nasi putih dan minuman), pecinta kuliner bisa menikmati lezatnya makanan yang diyakini juga bisa menyembuhkan sejumlah penyakit ini, seperti jantung lemah dan asma. Tak heran jika manfaat dari kuliner yang satu ini banyak dicari oleh masyarakat, bahkan mereka yang berasal dari luar kota sekalipun. Apalagi lokasinya cukup mudah ditemukan karena hanya berjarak sekitar satu kilometer dari Monumen Simpang Lima Gumul.
Dalam sehari, Darmiyanto biasa menghabiskan antara 700 hingga 1.000 ekor burung emprit untuk melayani kebutuhan konsumen. Sementara saat musim liburan seperti hari raya Idul Fitri, jumlah tersebut bisa meningkat hingga 4.000 ekor.
Kediri, 8 Mei 2018
Luana Yunaneva
Tulisan ini sebelumnya telah dipublikasikan untuk blog pribadi penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H