Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Trainer BNSP RI, Public Speaker & Professional Hypnotherapist email: Luanayunaneva@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Si "Kalem", Musik Rock dan Lady Rocker Indonesia

10 Maret 2017   22:11 Diperbarui: 19 Agustus 2017   16:53 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kini, musik adalah kesempatan saya menyalurkan hobi dan melayani (foto: dok.pri.)

Momentum Hari Musik Nasional yang diperingati setiap 9 Maret, mengingatkan bahwa musik memiliki peranan yang besar dalam kehidupan saya. Pasalnya, musik memberikan saya banyak inspirasi dalam segala suasana, termasuk untuk mendukung kinerja sehari-hari. Sebut saja hentakan drum acap kali memicu adrenalin untuk semakin cepat menyelesaikan pekerjaan, pun denting piano yang membuat darah mendesir serta membuat otak mendramatisir keadaan yang tengah saya alami dan rasakan.

Melihat wajah saya yang (katanya) kalem, kebanyakan teman biasanya menduga bahwa saya menyukai jenis musik melankolis dan pop. Itu tidak salah memang karena saya juga menyukainya. Tetapi fakta bahwa saya lebih mencintai jenis musik rock, terutama rock Indonesia jadul alias zaman dulu, ternyata mengejutkan mereka.

Perkenalan saya dengan genre musik ini berawal dari Papa yang merekomendasikan lagu-lagu milik rocker Indonesia, Nike Ardilla sewaktu saya masih duduk di kelas tiga sekolah dasar (SD). Tak hanya memberitahukan judul-judul lagu yang enak untuk dinyanyikan dan didengarkan, Papa langsung membelikan kasetnya untuk saya pelajari. Alhasil, setiap hari saya mendengarkan dan mulai menyenandungkan lagu-lagu perempuan kelahiran Bandung 27 Desember 1975. Saya masih ingat betul bahwa ada empat lagu Nike yang menjadi favorit saya pada waktu itu, yaitu Menanti Kejujuran, Bintang Kehidupan, Duri Terlindung dan Panggung Sandiwara.

Mulai jenuh dengan keempat lagu di atas, saya pun mencoba mendengarkan lagu-lagu Nike lainnya, yang ternyata enak juga. Praktis, tiada hari yang saya lewatkan tanpa memutar lagu-lagu putri dari pasangan Raden Eddy Kusnadi dan Nining Ningsihrat tersebut. Sebut saja Tinggallah Ku Sendiri, Cinta Kita, Cinta di Antara Kita, Nyalakan Api, Matahariku, Mama Aku Ingin pulang, Biarkan Cintamu Berlalu. Tak butuh waktu yang lama untuk saya menghafalkan nada dan lirik lagu-lagu tersebut. Mungkin hal ini dikarenakan memang otak saya sudah dari sono-nya di-setting untuk mudah menangkap materi melalui indera pendengaran.

Tak lama kemudian, beberapa nama lady rocker mulai saya kenal berdasarkan rekomendasi Papa maupun sejumlah musisi local yang tinggal tak jauh dari rumah. Setelah saya mencoba mencari tahu, lady rocker yangmasuk dalam daftar favorit saya di antaranya Mel Shandy, Anggun C. Sasmi, Nicky Astria dan India Christie. Mereka sudah terbukti memiliki kualitas suara yang bagus dan pembawaan yang menghayati untuk lagu-lagu rock.

Sama-sama bergelut di musik rock, tentu mereka memiliki karakter dan pembawaan yang berbeda pada saat menyanyi sehingga sangat menarik untuk dipelajari. Ya, saya memang suka menyanyi sekadar untuk menyalurkan hobi dan menghibur orang-orang dalam acara-acara tertentu, misal pernikahan, malam tahun baru, peringatan 17-an dan sebagainya. Tak heran kalau daftar lagu yang saya persiapkan, seringkali merupakan lagu-lagu mereka.

Pemilihan lagu biasanya saya utamakan yang cukup populer dan pastinya menyesuaikan tema acara. Misal ada acara pernikahan, tentu lagu yang saya persiapkan adalah lagu Cinta Kita dan Nafas milik Inka Christie yang berduet dengan Amy Search. Nggak mungkin donk kalau saya menyanyikan lagu Tua-Tua Keladi milik Anggun C. Sasmi atau Tinggallah Ku Sendiri milik Nike Ardilla. Bisa-bisa saya malah dapat tatapan tajam dari mempelai, kan malah repot...

Mengapa Rock menjadi Musik Favorit Saya?

Tak ada alasan khusus pada mulanya karena memang perkenalan saya dengan musik rock juga tidak terduga, yakni rekomendasi Papa yang ternyata juga saya sukai. Alunan musik itu acap kali menggunakan nada-nada tinggi sehingga ketika seseorang menyanyikannya, ada rasa lega ketika berhasil melepaskan suaranya dengan menjangkau notasi-notasi tinggi.

Nada dasarnya yang menggunakan akor minor, bagi saya, menjadi kekhasan pada genre musik ini. Tentu saja, hal ini berbeda dengan musik pop yang seringkali menggunakan nada dasar berupa akor mayor.

Yang menarik lagi bagi saya adalah tantangan bagi para musisinya. Kalau saya boleh bilang, keriting semua. Pemain drum atau drummer harus mengeluarkan energy ekstra saat menggebuk “senjatanya”, pemain gitar atau gitaris juga memiliki tantangan tersendiri ketika mengatur efek dan distorsinya agar kedengaran enak serta tidak bising, pemain bass atau bassist terkadang perlu menyisipkan variasi permainan agar monoton, juga vokalis yang memiliki kekhasan suara yang melengking.

Sensasi "keriting" ini pernah saya rasakan bersama teman-teman satu band yang berasal dari sekolah berbeda. Kebetulan genre musik favorit yakni rock menjadi nafas band ini. Maaf kalau ini agak di luar konteks lady rocker Indonesia karena saat itu kami tengah berlatih lagu Another Day milik Dream Theater. Oh my God, lagu ini benar-benar membuat "keriting" otak seluruh personil karena semua skill harus dikeluarkan secara maksimal! Tapi memang prosesnya sangat mengasyikkan dan kami semua menikmatinya bersama.

Foto paling atas adalah pengalaman bermain musik bersama band kelas dalam acara bulanan di sekolah. Sedangkan foto kedua dan ketiga adalah pengalaman nge-band bersama teman-teman lintas sekolah dalam sebuah band competition di Kota Kediri (foto: dok.pri.)
Foto paling atas adalah pengalaman bermain musik bersama band kelas dalam acara bulanan di sekolah. Sedangkan foto kedua dan ketiga adalah pengalaman nge-band bersama teman-teman lintas sekolah dalam sebuah band competition di Kota Kediri (foto: dok.pri.)
Range vokal atau kemampuan penyanyi dalam menjangkau nada paling rendah hingga paling tinggi juga kerap menjadi perhatian seorang rocker atau penyanyi lagu rock. Sebab, lagu-lagu rock memang kerap menggunakan nada-nada tinggi sehingga sang penyanyi seakan kedengaran seperti berteriak.

Bagi saya, seorang rocker yang memiliki range vokal panjang dan suara yang serak-serak basah itu keren. Anggun C. Sasmi beruntung memilikinya. Kalau saya sedang sakit batuk atau suara tiba-tiba menjadi serak, biasanya saya justru merasa senang. Ini bukan saatnya saya menghemat suara tetapi memuaskan hasrat menyanyi. Minimal menyanyi di kamar mandi, hihihi. Mengapa demikian? Yaaaaa…. Kapan lagi saya memiliki suara yang serak-serak basah kalau bukan pada saat menderita penyakit batuk?

Kesempatan Meliput Lady Rocker Favorit

Saya bersyukur, setidaknya saya bertemu satu di antara beberapa lady rocker yang saya kagumi tersebut, yakni Mel Shandy pada Mei 2013. Keberuntungan saya bertemu wanita kelahiran Bandung 26 September 1971 tersebut terjadi ketika saya menghadiri sebuah konser musik rock di Kota Surabaya yang rencananya juga memang saya liput untuk radio tempat saya bekerja pada waktu itu.

Siapa sangka, hari itu menjadi hari keberuntungan karena saya bisa bertemu penyanyi idola sejak kelas empat SD. Kelihatan kekanak-kanakan, mungkin. Namun entahlah, mungkin rasa suka ini membuat saya bersemangat untuk mewawancarainya. Seakan Tuhan dan alam semesta mendukung,akses masuk ke backstage saya dapatkan dengan mudah. Hal ini tidak lepas dari bantuan Hanif, rekan sesama jurnalis yang juga mengetahui kecintaan saya terhadap Mel Shandy.

Berbicara tentang musik rock, wanita yang akrab disapa Mel itu menjelaskan, tren musik rock saat ini mulai menurun dibandingkan tahun 1990-an yang menjadi era kejayaannya. Namun ia tak menampik, antusiasme pecinta music rock yang menurun tak terlalu berdampak bagi masyarakat Kota Surabaya. Menurutnya, warga kota pahlawan masih memiliki penggemar music rock yang loyal, dengan semangat yang menggebu-gebu pada musik yang memiliki hentakan khas dan lengkingan suara penyanyi itu.

Langka, momentum bertemu penyanyi favorit tersebut tak saya sia-siakan. Setelah puas mewawancarainya, saya pun meminta waktu untuk berfoto bersama. Jujur saja, saya juga masih ingin bertemu lady rocker favorit saya yang lain. Mungkin pada kesempatan liputan-liputan mendatang, who knows? Hihihi…

Setelah melakukan wawancara, saya berkesempatan untuk berfoto bersama Mel Shandy, salah satu lady rocker Indonesia (foto: dok.pri.)
Setelah melakukan wawancara, saya berkesempatan untuk berfoto bersama Mel Shandy, salah satu lady rocker Indonesia (foto: dok.pri.)
Mencoba Berkarya

Saya tak pernah mengikuti pendidikan musik secara formal. Musik saya jalani sebagai hobi dan bagian dari pelayanan. Semuanya saya pelajari secara otodidak dan bertanya kepada teman-teman yang sudah expert. Melakoninya bersama teman-teman band sekolah, lintas sekolah, kampus dan musisi lokal senior juga setidaknya pernah saya coba, meski tak lama.

Kini, musik adalah kesempatan saya menyalurkan hobi dan melayani (foto: dok.pri.)
Kini, musik adalah kesempatan saya menyalurkan hobi dan melayani (foto: dok.pri.)
Sempat ingin terjun di dunia ini, namun panggilan saya ternyata lebih besar pada bidang yang lain. Musik, terutama rock dan slow rock, menjadi media saya yang lain untuk berkarya. Selamat hari musik nasional!


Kediri, 9 Maret 2017

Luana Yunaneva

Tulisan ini sebelumnya telah dipublikasikan di blog pribadi penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun