Momen hari raya Idul Fitri kerap membuat keluarga kami senam jantung alias deg-degan. Bukan karena khawatir tidak mendapatkan maaf dari saudara, kerabat, teman maupun relasi, tetapi takut kehabisan elpiji.
Berdasarkan pengamatan keluarga kami selama satu dekade terakhir, mencari tabung melon di Kota Kediri, Jawa Timur sangat sulit setiap menjelang Lebaran. Baik ke agen, distributor maupun pengecer. Saking sulitnya, bisa diibaratkan mencari sebuah jarum di tengah tumpukan jerami. Terutama sejak pemerintah melakukan sosialisasi penggunaan tabung elpiji berukuran tiga kilo untuk rumah tangga.
Keluarga kami yang sempat menjadi disributor sekaligus pengecer mengalaminya. Sekitar seminggu sebelum Lebaran, sudah bisa dipastikan kalau Mama sibuk telepon sana-sini untuk memesan elpiji melon kepada sejumlah agen. Dengan komunikasi yang dilakukan jauh-jauh hari, Mama berharap tetap kebagian “jatah” tabung di masa liburan panjang.
Namun seringkali harapan itu hanya menjadi harapan. Pada momen Lebaran, kebanyakan orang di Indonesia tentu memilih untuk menikmati hari raya dan kebersama bersama keluarga terkasih. Tak terkecuali, mereka yang bertugas mendistribusikan produk-produk energi Pertamina. Kondisi ini membuat proses distribusi barang tersendat. Akibatnya, konsumen yang apes kehabisan gas elpiji saat Lebaran pun tak bisa mendapatkan kebutuhan pokok mereka untuk memasak. Kesulitan bertambah ketika banyak toko tutup. Kalau pun ada toko yang buka, stok elpiji pun kosong.
Distributor dan pengecer tak henti-hentinya menanyakan kepada agen perihal ketersediaan barang. Berdasarkan pengalaman keluarga kami, kalau pun ada barang datang, jumlahnya tak banyak. Paling banyak hanya tiga tabung. Itu pun paling cepat baru tiba H+3 Lebaran. Harganya juga naik karena sulit didapatkan.
Kondisi ini berkebalikan dengan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM). Tidak terlalu butuh banyak perjuangan untuk bisa mendapatkannya. Sebab, tak jarang stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) menjadi tempat peristirahatan para pengendara saat arus mudik dan balik, selain mengisi BBM. Bahkan pada momen tersebut, sejumlah pengusaha bekerjasama dengan SPBU untuk membuka stand khusus. Entah dalam bentuk posko mudik atau stand penjualan produk.
Sehubungan distribusi produknya, PT. Pertamina (Persero) berupaya terus meningkatkan kualitasnya. Salah satunya dengan menambah jumlah armada tanker. Ini merupakan implementasi dari Shipping Excellence sebagai bagian dari program Marketing and Operation Excellence yang berfokus pada peningkatan pengangkutan minyak mentah dan BBM.
Upaya ini sejalan dengan lima pilar prioritas strategis Pertamina tahun ini, yakni untuk memperkuat infrastruktur yang dapat mendukung daya saing perusahaan.
“Penambahan kapal tersebut untuk melayani distribusi BBM seluruh Indonesia dengan 111 terminal BBM dan jalur distribusi terkompleks di dunia guna terciptanya keamanan pasokan (security of supply) dan dukungan terhadap daya saing Pertamina di level nasional maupun internasional,” katanya, seperti dikutip dari Tribunnews.
Hingga September 2016, Pertamina memiliki 217 kapal sebagai armada tanker. Jumlah ini naik delapan persen dari periode September 2015 sebanyak 201 kapal.
Jenisnya pun beragam, antara lainkapal tanker berukuran kecil (small tanker I) dengan bobot mati terendah 1.470 MT hingga terbesar 3.500 MT, small tanker II dengan bobot mati 6.500 MT hingga 6.736 MT dan kapal small purpose dengan bobot mati 15.277-17.780 MT. Sementara untuk medium range, Pertamina juga memiliki kapal dengan bobot mati terendah 29.941 MT dan tertinggi 40.374 MT. Juga kapal dengan skala large range terbesar berbobot mati 107.538 yang dibuat pada 2009 dan terendah 86.964 MT. Tak hanya itu, Pertamina memiliki kapal gas carrier berukuran kecil 3.472 MT dan mid sie yang berukuran 17.400 MT.
Vianda menambahkan, pihaknya akan terus mengoptimalkan tanker yang sudah dimiliki untuk mendistribusikan produk-produk Pertamina. Dengan memiliki kapal sendiri, pihaknya menjadi lebih efisien dalam pengelolaan keuangannya karena tidak lagi perlu menyewa kapal.
"Pada saat ini yang boleh membeli elpiji 3 kg ini hanya 15,5 juta rumah tangga nantinya, tentu yang sudah kami bagi paket perdana, sebanyak 54 juta rumah tangga yang lain ini, mereka harus beli apa? Makanya kami harapkan tabung 5,5 kg itu sudah harus tersebar di mana-mana," tutur Direktur Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmadja Puja, seperti dikutip dari Kompas.
Kalau distribusi tertutup sudah dilakukan di seluruh daerah di Tanah Air, katanya, hanya 15,5 juta rumah tangga yang berhak membeli elpiji melon. Sementara ada 2,29 juta usaha mikro yang juga membutuhkannya
Sementara untuk kartu pembayaran, tukas Wiratmadja, pihaknya tengah menggandeng salah satu bank pelat merah untuk membangun dan mengoperasikan sistem pembayaran non-tunai distribusi tertutup ini.
Dengan beragam inovasi yang dilakukan Pertamina, tentu kita berharap distribusinya lancar. Dengan begitu, pekerjaan kita untuk membangun negeri ini menjadi lebih baik pun berjalan dengan baik dan dapur pun tetap ngebul aman. Semoga.
Bandung, 1 Desember 2016
Luana Yunaneva
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H