Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Trainer BNSP RI, Public Speaker & Professional Hypnotherapist email: Luanayunaneva@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tambang untuk Kehidupan, Tak Sejauh Mata Memandang

13 November 2016   23:28 Diperbarui: 14 November 2016   00:03 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: http://www.hukumpertambangan.com/wp-content/uploads/2012/09/649-03294032n.jpg)

Mendengar kata "tambang", kira-kira apa yang terbesit di benak Anda?

Ya, kata "tambang" tersebut membuat siapapun pendengarnya langsung terbesit pada hasil bumi, alat berat dan alam yang sulit dijangkau. Hasil bumi seperti bijih emas, minyak, timah dan batubara tentu tidak bisa didapatkan dengan mudah dan cuma-cuma. Pertama, kebanyakan hasil bumi tersebut masih lebih mudah ditemukan di Pulau Kaliman dan Papua. Berbeda dengan Pulau Jawa yang jumlahnya tidak terlalu banyak, pun padat dengan penduduk. Untuk menggali dan mengolah bahan tersebut, tentu memerlukan alat-alat berat yang membutuhkan banyak uang dan tenaga dalam proses operasionalnya.

Padahal sebenarnya, barang-barang tambang berada di sekitar kita. Coba amati benda-benda di sekitar kita. Mulai bangun tidur, kita perlu menekan saklar untuk menyalakan lampu. Mandi, kita perlu menyalakan keran air, minimal bahkan pemanas air. Sekolah dan bekerja, kita memerlukan alat tulis dan perangkat elektronik, seperti komputer, laptop, kamera dan sebagainya. 

Pergi ke manapun, kita memerlukan bahan tambang berupa minyak bumi sebagai bahan bakar kendaraan. Hingga kita mau tidur, bisa jadi kita masih menggunakan barang elektronik, seperti radio atau music player yang terbuat dari bahan tambang. Jadi sebenarnya, tambang untuk kehidupan kita sama sekali tidak jauh.

Nangkring
Nangkring
Penekanan tersebut saya dapatkan ketika mengikuti Kompasiana NangkringTambang untuk Kehidupan”, Sabtu, 15 Oktober 2016 lalu. Bertempat di Museum Geologi Bandung, ada tiga narasumber yang membahas tema besar tersebut. Mereka di antaranya Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Ir. Sukmandaru Prihatmoko, M.Sc.; Ketua Pusat Riset Unggulan Kebijakan dan Keekonomian Minerba Institut Teknologi Bandung (FTTM ITB), Dr.-Ing., Ir., Aryo Prawoto Wibowo, M.Eng; dan Manager Community Health Development PT. Freeport Indonesia (PTFI), Kerry Yarangga.

Pada sesi pertama acara yang dimoderatori oleh Superintendent Content & Community Division Kompasiana, Nurulloh, Ir. Sukmandaru Prihatmoko, M.Sc.menjelaskan,produksi tambang di Indonesia meningkat sejak era pertambangan modern pada akhir tahun 1960-an, termasuk “penemuan” depositnya.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Ir. Sukmandaru Prihatmoko, M.Sc. memaparkan materinya dalam Nangkring
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Ir. Sukmandaru Prihatmoko, M.Sc. memaparkan materinya dalam Nangkring
Tambang untuk kehidupan memiliki cakupan yang cukup luas. Tidak sebatas bahan tambang yang sudah disebutkan di atas, tetapi juga mengelola mineral, geothermal, air dan migas; serta mitigasi bencana, seperti tsunami, gempa bumi dan konservasi lingkungan.

Pria yang akrab disapa Sukmandaru tersebut menjelaskan, kekayaan tambang di Tanah Air tidak lepas dari aktivitas gunung berapi yang tersebar di berbagai daerah. Sebut saja Pulau Jawa, Kalimantan dan Papua; juga Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara. Tidak menutup juga area tertentu lain yang memiliki gunung berapi, diduga melakukan proses mineralisasi. Saat ini, badan geologi sudah mengeluarkan peta metalogen indonesia untuk mengetahui kandungan-kandungan mineral di berbagai daerah.

“Dari jari-jari bumi 3.600 kilometer, yang  “dimainkan” untuk mencari bahan tambang hanya kulitnya, mulai 20 sampai 60 kilometer. Sangat tipis dari jari-jari bumi,” jelasnya.

Perihal batuan yang juga termasuk bahan tambang, Sukmandaru mengemukakan, batuan tersusun dari mineral. Ia mencontohkan mineral dengan NaCl atau natrium klorida. Sedangkan mineral tersusun dari elemen. Elemen inilah yang selalu dicari para pegiat geologi. Kegiatan kesukaan mereka adalah eksplorasi, yakni masuk ke hutan, jauh dari keramaian.

“Pekerjaan mereka adalah mencari “barang” yakni elemen, bukan menambang di Tanah Air,” tegasnya.

Namun sejak lima hingga sepuluh tahun terakhir, jumlah penemuan elemen tersebut menurun tajam karena berkurangnya kegiatan eksplorasi. Penyebabnya beragam, yakni harga komoditas yang jatuh akibat kondisi ekonomi yang masih belum stabil, tidak ada daerah eksplorasi baru, ketidakpastian hukum dan bisnis untuk berinvestasi di bidang pertambangan, hambatan akibat aktivitas penambangan tanpa izin (PETI) dan masalah sosial.

Sehubungan hal tersebut, tukas Sukmandaru, IAGI menyampaikan melalui siaran pers di Bandung, 11 Oktober 2016 yang berbunyi demikian

Siaran pers IAGI yang dijelaskan Sukmandaru (dokpri)
Siaran pers IAGI yang dijelaskan Sukmandaru (dokpri)
Melanjutkan Sukmandaru,  Dr.-Ing., Ir., Aryo Prawoto Wibowo, M.Eng memaparkan lebih jauh mengenai kontribusi usaha pertambangan terhadap masyarakat. Mengutip buku yang ditulis H.L. Hartman, pria yang akrab disapa Aryo ini menuturkan, sebagai bagian yang tak terpisahkan dan penting bagi manusia sejak zaman pra sejarah, hampir semua kebudataan manusia berhubungan dan bercirikan mineral atau olahannya, yakni Stone Age (0 – 4.000 SM), Bronze Age (4.000 – 1.500 SM), Iron Age (1.500 SM – 1.780 M), Steel Age (1780 – 1945) dan Nuclear Age (sejak 1945).

Ketua Pusat Riset Unggulan Kebijakan dan Keekonomian Minerba Institut Teknologi Bandung (FTTM ITB), Dr.-Ing., Ir., Aryo Prawoto Wibowo, M.Eng memaparkan materinya dalam Nangkring
Ketua Pusat Riset Unggulan Kebijakan dan Keekonomian Minerba Institut Teknologi Bandung (FTTM ITB), Dr.-Ing., Ir., Aryo Prawoto Wibowo, M.Eng memaparkan materinya dalam Nangkring
Aryo mengatakan, banyaknya milestones inilah yang mendorong tercatatnya sejumlah sejarah. Mulai perjalanan Marco Polo ke China, perjalanan Vasco da Gama ke Afrika dan India, penemuan Colombus mengenai dunia baru, hingga pencarian emas besar-besaran yang melahirkan daerah pemukiman di California, Afrika Selatan, Australia dan Alaska.

Namun, di balik pesona industri pertambangan yang membuat manusia berbondong-bondong mengejarnya, ada sejumlah kerugian yang dimiliki.

“DI balik nilai investasi yang sangat besar, risikonya juga cukup besar. Apalagi ini berpotensi menciptakan perubahan pada situasi setempat. Barang tambang kan tidak bisa diperbaharui. Kita juga harus mengubah bentang alamnya. Sementara, sumberdaya manusia yang menguasai hal ini tidak banyak,” tandasnya.

Manager Community Health Development PT. Freeport Indonesia (PTFI), Kerry Yarangga memaparkan materinya dalam Nangkring
Manager Community Health Development PT. Freeport Indonesia (PTFI), Kerry Yarangga memaparkan materinya dalam Nangkring
Beruntung, selama ini Indonesia telah menjalin kerjasama dengan mitra strategis dalam bidang pertambangan, PT. Freeport Indonesia (PTFI). Perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan ini menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Konsentrat tinggi produk yang mengandung tembaga, emas dan perak dikirim ke seluruh penjuru dunia.

Situs www.ptfi.com mencatat, perusahaan yang beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika, Papua tersebut telah menginvestasikan dana sebesar 7,7 miliar dollar Amerika Serikat (AS) untuk infrastruktur dan memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto Nasional lebih dari 60 miliar dollar AS sejak tahun 1992.

Dampak operasional PTFI untuk Papua dan Indonesia dari segi finansial (sumber: www.ptfi.co,id)
Dampak operasional PTFI untuk Papua dan Indonesia dari segi finansial (sumber: www.ptfi.co,id)
Tak hanya itu, Manager Community Health Development PTFI, Kerry Yarangga memaparkan bahwa pihaknya juga menyerap tenaga kerja dari Indonesia. Bahkan sejak tahun 1996, PTFI berkomitmen untuk melipatgandakan jumlah karyawan asli Papua yang memegang posisi manajemen strategis.

Serapan tenaga kerja PTFI (sumber: www.ptfi.co,id)
Serapan tenaga kerja PTFI (sumber: www.ptfi.co,id)
Kerry menambahkan, PTFI juga memiliki sejumlah program untuk pengembangan masyarakat, apalagi saatini Mimika termasuk salah satu daerah dengan tingkat migrasi terbesar di Tanah Air. Tak ayat, PTFI masih menjadi penggerak utama ekonomi di Papua.

Program Pengembangan Masyarakat oleh PTFI (sumber: www.ptfi.co,id)
Program Pengembangan Masyarakat oleh PTFI (sumber: www.ptfi.co,id)
Dari pemaparan ketiga narasumber tersebut, saya dan Kompasianers – para penulis Kompasiana – yang hadir mendapatkan banyak wawasan baru. Terlebih lagi perihal kedekatan manusia dengan tambang. Sifatnya yang tak bisa diperbaharui mengingatkan kami untuk lebih bijak dalam penggunaannya.

Kalau nantinya benar-benar habis, kami mau mencarinya ke mana lagi?

Atau itu merupakan sebuah pertanda untuk manusia harus mengekplorasi hal baru untuk mendapatkan pengganti barang tambang di kemudian hari?

Jadi, masihkah tambang menjadi sesuatu yang jauh dari kita?

Bandung, 13 November 2016

Luana Yunaneva

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan untuk Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun