Ada Opa TJiptadinata Effendy dan Oma Roselina yang selalu berdua terlihat ramah dan hangat menyapa Kompasianers, Bang Boris yang (kelihatannya) pendiam tapi sebenarnya kocak banget, Mas Petrus Kanisius (kelihatannya juga pendiam) tapi tulisannya selalu menyuarakan tentang alam sehigga ia masuk nominasi Best Kompasianer in Specific Interest, Mbak Listhia yang awalnya bikin pangling tapi anaknya seru banget, Mas Rony yang kenal sewaktu kopdar sama Mbak Listhia ternyata seru juga, Bapak dr. Posma Siahaan yang hangat dan ramah meski kami baru mengobrol sebentar, Mbak Syifa yang setia meng-update banyak hal terselubung (tapi positif) dari Kompasianers.
Mbak Desol yang ramah dan baik meski beda banget sama tulisan-tulisannya tentang kematian, Mbak Lilik yang anggun dan secantik tulisan-tulisannya, Mbak Poetry Apriani yang cantik tapi sayang kayaknya kita belum foto bareng (hiks padahal kami duduk hanya depan-belakang dan di sosmed kita rencana mau wefie), Mbak Fitri Manalu yang tepilih sebagai Best Kompasianer in Fiction, Mbak Rahayu Damanik yang terpilih sebagai Best Kompasianer in Spesific Interest tapi sempat bikin saya pangling dan bingung waktu ketemu (terima kasih sudah mengenali saya, Mbak, hehehe), Mas Pebrianov yang akhirnya bisa ketemu juga sewaktu saya siap-siap pulang dan sudah bawa koper (serasa tereliminasi ya, hehe), Mas Susy yang terpilih sebagai Best Kompasianer in Opinion bisa kenalan on the spot sesudah menerima penghargaan.
Bu Siti Nur Hasanah yang saya baru ngeh kalau sebenarnya kita udah ketemu sejak pagi tapi belum foto bareng, Pak Ikhwanul Halim dan Pak Edy Priyatna yang akhirnya bisa bertemu dan berfoto di teras Smesco karena kami sama-sama menunggu jemputan Uber Car dan Go Car, Pak Thamrin Sonata yang sempat bertegur sapa saat saya pamit pulang, Mas Agita yang ternyata masih kuliah dan orangnya lucu pisan, Mas Hery Bolang yang baik banget membantu saya ngecek Uber Car yang saya pesan sewaktu handphone mati total. Kalau ada Kompasianer yang terlewat untuk disebutkan, mohon maafkan ya :)
Beberapa foto ini mungkin dapat menggambarkan sukacita saya yang selama ini hanya bisa dilihat fotonya sewaktu membuka website Kompasiana maupun Facebook. Mohon maaf kalau kemarin ternyata ada beberapa Kompasianer yang sudah ketemu tapi belum sempat diajakin foto bareng, kayak Bu Siti Nur Hasanah, Mbak Poetry Apriani, Pak dr. Posma Siahaan, Mas Pebrianov, Mas Agita, Mas Susy dan sebagainya, hiks hiks hiks... Boleh di-replay nggak nich acara Kompasianivalnya? >.<
Sekitar sebulan sebelum penyelenggaraan Kompasianival 2016, saya bermimpi tengah menghadiri acara itu. Sendirian. Lucu kan? Padahal, itu bukan Luana banget, apalagi untuk pergi sendirian ke event besar seperti ini. Okay, dalam mimpi, Opa Tjiptadinata Effendi dan Oma Roselina menjadi orang pertama yang saya temui, tepatnya di dekat tempat registrasi.
Ajaibnya, Tuhan mengizinkan mimpi itu terjadi. Malah saat saya mendekati meja registrasi, saya melihat Opa Tjip dan Oma Rose tengah ngobrol dengan Bu Siti Nuh Hasanah (seingat saya), tidak jauh dari situ. Bang Boris yang saat itu bersama saya agak malu untuk menyapa, namun saya justru ingin menyapa keduanya. Gayung bersambut, Opa Tjip mengenali kami dan kami pun bertegur sapa. Pasangan suami istri yang selama ini hanya saya baca tulisannya, kini ada di depan mata. Kesempatan ini tak kami lewatkan untuk berfoto bersama. Bahkan Opa Tjip memberikan salah satu bukunya berjudul Sehangat Matahari Pagi, yang sudah beliau tandai dan tandatangani. Saya merasa terharu atas pemberian ini. Terima kasih, Opa, saya yakin, buku ini pasti bermanfaat.