Ketika mendengar kata “berbagi”, kemungkinan sebagian besar dari kita akan berpikir mengenai konteks memberi dalam kelebihan. Entah kelebihan materi duniawi maupun rohani. Materi duniawi, sebut saja makanan, uang, pakaian dan sebagainya. Sedangkan rohani, bisa berupa pengalaman spiritual.
Sebelumnya, mari kita melihat, apa definisi berbagi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berbagi adalah membagi sesuatu bersama. Sementara, membagi artinya memberikan (sebagian) untuk orang lain.
Sejak awal September 2016 lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk membantu mengajar di salah satu sekolah tinggi di Bandung. Awalnya, saya sempat ragu dengan penawaran tersebut, mengingat ijazah terakhir saya yang baru Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi. Sementara, syarat untuk mengajar di perguruan tinggi minimal adalah magister (S2). Namun ternyata, ketua atau rektor sekolah tinggi tersebut serius. Beliau meminta saya untuk membantu mengajar mata kuliah yang diampunya, dengan fokus bidang komunikasi yang saya miliki, yakni pendidikan formal serta pengalaman bekerja di radio sejak tahun 2009 dan di majalah sejak tahun 2015.
Singkat cerita, setelah menimbang-nimbang, saya pun mengambil kesempatan tersebut. Saya teringat, sebelum wisuda pada September 2012 lalu, dosen pembimbing skripsi sempat menawari saya untuk menjadi asisten dosen (asdos) di kampus cabang. Maaf, bukan maksud hati menolak penawaran menarik tersebut. Namun saat itu, saya berpikir untuk bekerja dulu di media selama beberapa tahun, lalu mengambil program magister, baru saya mau mengajar di kampus. Lantaran saya tidak ingin menjadi pengajar yang hanya matang di teori, tetapi juga pernah merasakan sensasi langsung sebagai pekerja media untuk bisa membagikan hal “lebih” kepada mahasiswa kelak.
Meski program magister belum diambil karena saya tengah mempertimbangkan kampus mana yang akan dimasuki, kesempatan mengajar itu datang juga. Saya berpikir, mungkin ini adalah jawaban atas doa saya beberapa tahun lalu.
Belum mengantongi ijazah magister atau master memang sempat membuat saya merasa agak canggung. Namun, berbekal pengalaman yang pernah digeluti, saya mencoba tetap optimitis. Bila dibandingkan dengan pengalaman para jurnalis dan redaktur senior yang saya kenal maupun tidak, termasuk Kompas, mungkin pengalaman ini tidak ada apa-apanya. Namun, saya yakin, ketika sebuah mimpi dibangun dan diproses dengan sungguh-sungguh, didukung adanya kesempatan mengajar di kota kembang, ini bukanlah sesuatu yang kebetulan. Ya, mungkin kesempatan inilah yang langka.
Latar belakang pendidikan yang berbeda antara saya dan mahasiswa memberikan tantangan tersendiri dalam mengajar. Satu di antaranya perihal bagaimana membuat materi mudah dipahami dan dikemas menarik karena kelak mereka juga akan menjadi pembicara.
Bagi saya, mengajar itu memberi. Itu artinya, membagikan sebagian pengalaman yang saya miliki selama ini. Bukan membagikan hal yang tidak saya punya.
Di sisi lain, memberi dalam kondisi kekurangan itu lebih baik. Caranya,coba lihat diri kita dan perhatikan, kira-kira apa yang dapat kita berikan kepada mereka? Jangan fokus pada apa yang tidak kita miliki, tetapi bersyukurlah dengan apa yang sudah kita punya, baik materi maupun nonmateri. Kemudian, bagikanlah kepada orang lain, terutama mereka yang membutuhkan. Ketika kita memberikannya kepada orang lain dengan sukacita dan tulus ikhlas, percayalah, orang lain akan merasakannya dan niscaya pemberian kita akan bermanfaat bagi mereka.