Ketika mendengar kata “bonus”, kira-kira apa yang Anda bayangkan? Kebanyakan dari kita tentu akan berpikir bahwa kata “bonus” merujuk pada tambahan. Identik dalam konteks yang menyenangkan. Entah itu tambahan dari sisi materi maupun nonmateri. Kebanyakan juga mengarah pada sesuatu yang menguntungkan.
Lalu, bagaimana dengan “bonus demografi”?
Sebelumnya, kita akan coba memahami pengertiannya. Mengutip kantor berita Antara, bonus demografi adalah suatu fenomena di mana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedang proporsi usia muda sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut belum banyak. Dan Indonesia akan mendapatkan bonus demografi ini pada tahun 2020 hingga 2030.
Bonus tersebut didapatkan dari 70 persen orang berusia angkatan kerja (mulai usia 15 hingga 64 tahun), serta 30 persen penduduk yang tidak produktif (usia 14 tahun bawah dan di atas 65 tahun). Demikian disampaikan Plh Deputi Bidang Pelatihan dan Pengembangan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Ida Bagus Permana. Perlu dicermati sebelumnya, CIA World Factbook Tahun 2015 mencatat, Indonesia memiliki penduduk terbesar keempat di dunia, yakni sekitar 255 juta jiwa atau 2,5 persen total penduduk di dunia. Angka yang fantastis, bukan?
Banyaknya penduduk dengan usia produktif tentu memberikan dampak positif bagi suatu negara. Tak terkecuali Indonesia.
Pertama, perubahan struktur umur penduduk. Mungkin di awal perubahan akan menyebabkan ketidaknyamanan pada sejumlah pihak. Namun ketika hal ini diterapkan, jumlah penduduk usia kerja akan meningkat. Dengan batasan umur yang jelas dari pemerintah, seseorang akan menyadari dan memikirkan betul, kapan dirinya dapat mulai bekerja. Andaikata orang tersebut tidak memiliki kesempatan kuliah, dia akan mengusahakan dirinya untuk mencari nafkah. Daripada menganggur di rumah, menjadi bahan pembicaraan tetangga serta tidak memiliki uang untuk sekadar jajan dan main bersama teman kan?
Kedua, investasi pendidikan dengan kompetensi, ketrampilan dan etos yang tinggi. Usia yang masih produktif mampu membuat seseorang merasa bergairah dalam menjalani kehidupannya, terutama meraih impian. Kombinasi ketiga hal tersebut akan menjadikannya pribadi yang kuat dan bersemangat dalam membangun bangsa.
Ketiga, membuka banyaknya lapangan pekerjaan. Banyaknya warga negara tentu seiring dengan kebutuhan sehari-hari. Tentu pemilik segala macam industri barang dan jasa akan melirik potensi ini dan berusaha menggaet karyawan untuk melayani kebutuhan tersebut. Tetapi tidak menutup kemungkinan, mereka yang tidak bekerja di sektor formal akan memilih membuka lapangan pekerjaan.
Keempat, berdampak pada perekonomian negara. Ketika ibu pertiwi sudah berhasil membuat warga negaranya yang berusia produktif mampu hidup mandiri, tentu hal ini memberikan nilai plus pada perekonomian Tanah Air. Negara pun menjadi lebih maju.
Namun perlu diingat. Sebuah koin memiliki dua buah sisi. Begitu pula dengan bonus demografi yang tidak hanya memberikan keuntungan bagi Indonesia, tetapi juga kerugian.
Pertama, membuka potensi banyak masalah. Nantinya proses mencari pekerjaan tentu tidak akan semudah sekarang. Semakin banyak jumlah penduduk, pesaing untuk profesi yang diinginkan pun semakin banyak pula. Belum lagi, masalah-masalah sosial yang seringkali tidak lepas dari suku, ras dan agama (SARA).
Kedua, kontrol hidup bermasyarakat semakin terbatas. Tatkala hidup di tengah banyak orang, tak dapat dipungkiri bahwa seseorang akan lebih banyak fokus pada dirinya sendiri dan kebutuhannya, beserta keluarga. Akibatnya, tidak menutup kemungkinan mereka akan mengusahakan segala cara untuk memenuhi kebutuhan dan hasrat dirinya. Tidak ada masalah jika usaha tersebut dilakukan dengan cara yang halal. Namun bagaimana jika prosesnya dilaksanakan dengan tindakan kriminal?
Tentu, bukanlah hal yang mudah untuk menerima ekspektasi yang tinggi menjadi realita yang dekat dengan kehidupan kita. Nyatanya, masih banyak pengangguran, masih banyak ditemui generasi muda yang enggan meningkatkan kualitas diri, masih ada yang lebih senang berpangku tangan di rumah tanpa bekerja. Untuk dapat meraih “idealnya”, tentu memerlukan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat.
Menurut saya, bonus demografi bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan. Sebab, individulah yang seharusnya dipersiapkan dulu. Lebih cepat, lebih baik. Caranya, dengan kesadaran diri berusaha meningkatkan kualitas dirinya, baik dari segi pendidikan maupun keterampilan. Ini dikarenakan persaingan akan semakin ketat pada masa mendatang. Jika persiapan tidak dilakukan dengan baik, diri sendirilah yang akan kalah dari orang lain yang jumlahnya meningkat terus setiap harinya. Jadi, bagi Anda yang masih berusia produktif dan berjiwa muda, tetaplah semangat! Bangun asamu demi bangsa ini!
Bandung, 21 September 2016
Luana Yunaneva
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H