Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Professional Hypnotherapist & Trainer BNSP email: Luanayunaneva@gmail.com youtube: www.youtube.com/@luanayunaneva

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sudah Daftar dan Bayar Iuran BPJS Kesehatan Tapi Tak Terpakai, Rugi Dong?

19 September 2016   21:25 Diperbarui: 19 September 2016   23:40 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih baik mencegah daripada mengobati. Menurut saya, pepatah itu benar adanya. Di zaman modern seperti sekarang, penyakit seringkali datang tak diundang, pun tak mudah diperkirakan kapan perginya.  Hal ini tidak lepas dari beragam makanan yang dikonsumsi, termasuk junk food, juga kemungkinan terjadinya musibah yang tak bisa diprediksi datangnya.

Kemungkinan munculnya kejadian yang di luar kendali manusia, membuat kita perlu memikirkan cara mengantisipasi dan meminimalisir dampak yang terjadi di kemudian hari. Sebut saja dalam bidang kesehatan. Siapapun pasti mengupayakan segala cara untuk memastikan hal yang paling vital ini. Alasannya sederhana. Jika seseorang sakit, tentu ia tidak akan bisa melakukan aktivitasnya dengan baik.

Upaya menjaga kesehatan ternyata tidak hanya dilakukan setiap individu, tetapi juga diupayakan pemerintah dengan sebaik-baiknya. Hal ini tertera dalam Pasal 28H ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat”, serta Pasal 34 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Salah satu wujud tanggung jawab negara dilakukan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Masyarakat hanya tinggal membayar mulai puluhan ribu Rupiah kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) setiap bulan, lalu menggunakan fasilitasnya ketika jatuh sakit ke fasilitas kesehatan (faskes) terdekat, seperti pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), klinik, poliklinik dan rumah sakit. Mudah bukan?

Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) bahkan merinci dalam situs berita Kompas, kontribusi JKN-KIS (Kartu Indonesia Sehat) selama tahun 2014 antara lain industri Kesehatan Rp4,4 triliun, obat-obatan Rp1,7 triliun, lapangan kerja bidang kesehatan Rp4,2 triliun dan konstruksi rumah sakit Rp8,36 triliun.

Hingga 1 September 2016, tercatat 168.512.237 orang terdaftar dalam BPJS Kesehatan. Mereka terdiri dari berbagai kalangan, yaitu penerima bantuan iuran (BPBI), pekerja bukan penerima upah (PBPU), bukan pekerja, serta pekerja penerima upah (PPU) pegawai negeri sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMN) dan swasta.

Mulai 1 April 2016 lalu,  iuran JKN yang dikelola BPJS Kesehatan itu mengalami kenaikan. Ketentuan ini ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antarlembaga BPJS Kesehatan, Bayu Wahyudi menerangkan bahwa peningkatan iuran bulanan ini merupakan modal prinsip gotong royong dalam bidang kesehatan.

Sistem Jaminan Sosial Nasional (sumber: Kompasiana)
Sistem Jaminan Sosial Nasional (sumber: Kompasiana)
 

Bukan Omong Kosong, Apalagi Endorse

Manfaat BPJS Kesehatan yang bisa dirasakan semua kalangan bukan sekadar slogan, apalagi endorse. Keluarga kami sangat bersyukur, pada Oktober 2015 lalu BPJS Kesehatan Permudah Adik Jalani Operasi, Saat Keluarga Kami Berjauhan. Kemudahan serupa juga dirasakan sejumlah kenalan, teman, maupun kolega.

Beberapa waktu, seorang teman yang kebetulan juga perantau jatuh sakit. Tidak ada saudara maupun keluarga yang tinggal sekota dengannya. Bermodalkan kartu BPJS Kesehatan dan bantuan orang-orang terdekat, ia dibawa ke dokter, lalu dirujuk untuk menjalani rawat inap di salah satu rumah sakit swasta di Kota Bandung.

“Saya tak bisa membayangkan. Kalau tidak ada BPJS Kesehatan, bagaimana saya bisa membayar biaya rawat inap, tes darah dan obat-obatan di sini,” tukasnya saat saya dan teman-teman menjenguk.

Dengan gotong-royong semua tertolong (sumber: Kompasiana)
Dengan gotong-royong semua tertolong (sumber: Kompasiana)
Pernyataan teman saya ini langsung mengena di hati. Pepatah “lebih baik mencegah daripada mengobati” itu benar adanya. Kalau saja ia tidak mendaftar BPJS Kesehatan jauh-jauh hari, tentu ia harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membayar biaya pengobatan dan menyusahkan keluarganya yang berada di provinsi berbeda. Sementara, ia tidak dapat bekerja untuk sementara waktu karena harus memulihkan stamina.

 

Kalau sudah mendaftar BPJS Kesehatan tetapi tidak menggunakannya, berarti rugi dong?

Menurut saya, kita justru harus bersyukur karena Tuhan memberikan tubuh yang sehat sehingga bisa beraktivitas dengan lancar dan penuh semangat. Kita bisa bekerja dengan baik, bersekolah atau berkuliah dengan rasa senang dan berbahagia bersama orang-orang tercinta. Banyak orang rela mengeluarkan banyak uang bahkan menjual apa yang mereka miliki demi kesehatan, masa kita yang sudah sehat malah tidak bersyukur?

Kalau kita sudah dianugerahi kesehatan, saya rasa,  kita memang tidak memerlukan BPJS Kesehatan untuk meng-cover­ tubuh. Namun, uang yang kita sisihkan untuk BPJS Kesehatan setiap bulannya itu sangat menolong orang-orang yang sakit dalam menyambung hidup mereka.

Pertama, BPJS  berkontribusi langsung pada jasa kesehatan. Korban atau pasien dapat segera diobati, dipulihkan dan diupayakan pencegahan kecacatan, hanya dengan menunjukkan kartu kepesertaan BPJS Kesehatan ke faskes yang telah terdaftar. Mereka tidak perlu bersusah payah mencari lagi. Kalau pun faskes yang tertera tidak mampu mengatasi penyakit yang diidap, mereka akan merujuk ke rumah sakit terdekat yang dianggap dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan pasien.

Kedua, menjaga masyarakat tetap produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan adanya kerjasama dengan BPJS Kesehatan, rumah-rumah sakit dan klinik tetap bisa berfungsi sebagaimana mestinya, tanpa khawatir akan kekosongan pasien karena lembaga pemerintah itu sudah membagi masyarakat ke tempat-tempat pelayanan kesehatan tersebut. Sementara, pasien juga tertolong. Asal mereka sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan, biaya pengobatan mereka sudah ter-cover. Mereka tidak perlu susah-susah mengeluarkan banyak uang untuk berobat. Tentu hal ini akan berdampak ke perekonomian keluarga. Dana yang seharusnya mereka gunakan untuk berobat, bisa dialihkan untuk kebutuhan lainnya.

Ketiga, lebih meningkatkan layanan kesehatan dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, BPJS Kesehatan tidak hanya dinikmati masyarakat di perkotaan tetapi juga pedesaan.

Gotong-royong menyukseskan program JKN-KIS (sumber: Kompasiana)
Gotong-royong menyukseskan program JKN-KIS (sumber: Kompasiana)
Untuk itu, diperlukan gotong royong iuran Indonesia sehat demi mewujudkan Tanah Air yang lebih sehat. Tentu, kerjasama ini perlu melibatkan partisipasi dari semua pihak. Tidak hanya masyarakat, rumah sakit dan pemerintah, tetapi juga badan usaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga swasta.

 

Bandung, 19 September 2016

Luana Yunaneva

Facebook, Twitter

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun