Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Trainer BNSP RI, Public Speaker & Professional Hypnotherapist email: Luanayunaneva@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Analogi Belajar Bahasa Inggris dan Pacaran

12 Juli 2016   09:28 Diperbarui: 14 Juli 2016   21:54 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: previews.123rf.com)

ilustrasi. thumbs.dreamstime.com
ilustrasi. thumbs.dreamstime.com

Sejak SMP, saya punya kebiasaan menulis diary berbahasa Inggris. Saat itu, alasannya sepele. Agar orang lain, termasuk orang tua (hehehe), tidak mengerti apa curahan hati saya. Kalau pun si pembaca itu bisa berbahasa Inggris, tentu ia membutuhkan waktu untuk memahaminya. Tidak bisa langsung paham, seperti kalau saya menggunakan bahasa Indonesia. 

ilustrasi (sumber: republika.co.id/)
ilustrasi (sumber: republika.co.id/)
Selain itu, saya punya kebiasaan ngoceh atau berbicara sendiri saat mengemudikan sepeda motor. Mungkin karena saya tidak betah berdiam diri lama-lama, biasanya saya menceritakan apapun dalam bahasa Inggris saat sedang berkendara. Mata tetap awas dengan lalu lintas jalan raya, namun mulut tetap berbicara layaknya saya menjelaskan sesuatu kepada orang lain. 

Apa saja bisa menjadi pokok bahasan, mulai jalanan yang macet, kuliner yang enak, atau pengalaman bertemu orang yang berbeda. Yang penting, speak in English sajalah! Oya, kalau menerapkan hal ini, jangan lupa tutup masker helm-nya ya supaya tidak dikira pengendara lain sedang gila, hihihi…

ilustrasi (sumber: youthministry360.com)
ilustrasi (sumber: youthministry360.com)
Layaknya hubungan asmara sepasang kekasih yang bisa naik-turun, mempraktikkan bahasa Inggris secara efektif juga tidak mudah. Saya tidak asal menuliskan ini tetapi juga merasakan ‘kesakitan’ itu. Saya harus mengorbankan waktu bermain dengan belajar. Saya harus menyisihkan sebagian uang untuk membeli buku bahasa Inggris dibandingkan membeli komik. Saya yang saat itu masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) pun harus rela sekelas dengan kakak-kakak sekolah menengah atas (SMA). 

Namun rasa perih itu terbayar menjadi hal yang manis. Saya tidak usah ragu ketika harus presentasi berbahasa Inggris. Pun tak lagi grogi ketika harus mewawancarai narasumber bule di lapangan, kini.

Keep spirit !

Bandung, 11 Juli 2016
Luana Yunaneva

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan untuk Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun