Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Trainer BNSP RI, Public Speaker & Professional Hypnotherapist email: Luanayunaneva@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Hidup Sederhana di Era Kekinian, Mana Bisa?

20 Juni 2016   00:51 Diperbarui: 20 Juni 2016   01:02 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: www.wisebread.com)

Hidup sederhana sudah diterapkan kedua orang tua saya sejak menikah. Pola hidup sederhana yang mereka tanamkan ini diyakini akan berdampak positif di kemudian hari agar kami menjadi orang yang bijak dalam mengelola keuangan. Caranya adalah dengan mensyukuri pendapatan yang diterima setiap bulannya, mengatur pengeluaran dengan baik, menyisihkan perpuluhan dan mengusahakan saldo untuk masuk ke dalam tabungan. Saya tidak mengetahui dengan pasti kondisi saat itu karena saya memang masih kecil. Namun pola tersebut selalu diterapkan orang tua kepada anak-anak. Dari situlah saya mengetahuinya.

Jujur, mengatur keuangan secara pribadi baru benar-benar saya lakukan ketika saya kuliah di Kota Malang. Hidup seorang diri di perantauan membuat bocah lugu yang tadinya manja, harus mulai belajar pembukuan. Bukan pembukuan seperti salah satu materi dalam ilmu ekonomi melainkan memanfaatkan uang yang ada dengan sebaik-baiknya.

Tadinya kedua orang tua saya tidak memberikan saya fasilitas anjungan tunai mandiri(ATM) supaya saya selalu menyisihkan waktu dua minggu atau sebulan sekali untuk pulang. Maklum jarak kota asal dengan perantauan cukup dekat. Hanya membutuhkan waktu sekitar tiga jam menggunakan bis umum atau mobil pribadi. Bahkan cuma dalam waktu satu hingga dua jam, jika menggunakan sepeda motor. Namun karena padatnya kegiatan ekstra mahasiswa setiap akhir pekan membuat saya tidak bisa rutin pulang, akhirnya Mama dan Papa mempercayakan ATM. Mereka khawatir kalau saya tidak memiliki pegangan uang sehingga berpotensi mengalami kelaparan,sakit dan tidak bisa belajar dengan baik di kota yang berhawa sejuk itu. Lebih jauh, keresahan mereka muncul jika saya tidak dapat membeli buku-buku perkuliahan.

“Lu, meski kami memberikan fasilitas ATM, bukan berarti kamu bisa mengambilnya sesuka hati. Ingin beli ini, gesek. Ingin beli itu, gesek lagi. Bukan begitu ya! Kamu tetap harus pulang untuk mengambil uang saku bulanan. Gunakan ATM hanya dalam kondisi terdesak, kalau memang terpaksa sekali kamu tidak bisa pulang,” begitulah Papa menasehati perihal penggunaan ATM.

Jadi, jangan pernah membayangkan saya seperti mahasiswi di film televisi atau sinetron yang bisa berbelanja ke mall sesuka hati. Lebih jauh, Mama menjelaskan bahwa ATM hanya digunakan sebagai sarana transit uang SPP setiap semester. Setiap bulan, Mama menyisihkan pnesundi-pundi uang untuk ditransfer ke ATM saya. Pada bulan keenam, tabungan dikuras untuk membayar SPP. Bisa dibayangka?

Namun saya bersyukur, Tuhan masih menjaga saya dengan tidak membiarkan anak-Nya ini hidup ngenes di kota asing. Strategi Mama membawakan magic com dan beras putih setiap bulan memang sangat tepat! Memasak nasi sendiri menjadi salah satu cara melakukan penghematan. Sementara sayur dan lauk, saya dapat membelinya dengan harga terjangkau di warung-warung terdekat. Berhubung di rumah kos ada fasilitas kulkas, biasanya saya menyimpan makanan darurat yang dapat saya masak sendiri, seperti telur, sarden, nugget, dan sosis. Terkadang juga sayuran mentah. Besar pembelanjaan di aatas jauh lebih irit dibanding membeli nasi yang lengkap dengan sayur dan lauk, plus minuman. Dengan jurus ini, saya bersyukur masih bisa makan atau jajan bersama teman-teman di luar. Bahkan menyisihkan uang untuk ditabung, serta dibelanjakan pakaian, sepatu atau tas. Satu macam barang setiap bulannya. Lumayan kan?

Meninggalkan bangku perkuliahan, saya memasuki dunia kerja. Memiliki penghasilan sendiri tidak langsung membuat saya congkak seketika dengan menghambur-hamburkan uang sesuka hati. Sebaliknya, tidak lagi mendapat kiriman uang dari kedua orang tua justru membuat saya menyadari bahwa bekerja itu tidak mudah. Peluh keringat dan perasan otak sangat diperlukan untuk membayar setiap tetes air yang diteguk, setiap butir nasi yang ditelan dan setiap detik tubuh ini direbahkan di atas ranjang. Saya baru mengerti, mengapa Mama dan Papa selalu menasehati anak-anaknya untuk belajar dengan rajin sejak kecil. Tentu ini supaya buah hati tercinta dapat bekerja dengan layak sesuai kompetensi yang dimiliki, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.

Seiring berjalannya waktu, saya mulai bosan dengan hidup yang begini-begini saja. Berangkat pagi, bekerja di kantor, dan pulang ke kos. Sesekali saya hang out bersama teman-teman, entah pergi ke mall, shopping beragam produk yang sedang 'in', maupun ngopi-ngopi cantik di kafe-kafe kekinian. Saya juga bosan dengan yang namanya sistem kehidupan para karyawan. Awal bulan gajian, lalu mengalokasikan pembelanjaan sesampainya di rumah. Sesudahnya, bertahan hidup mengandalkan uang yang tersisa. Mungkin hal ini kelihatan menyedihkan, namun saya menikmati setiap prosesnya.

Ilustrasi gaya hidup kekinian (sumber: areamagz.com)
Ilustrasi gaya hidup kekinian (sumber: areamagz.com)
Titik jenuh membuat saya yang mudah bosan ini memikirkan satu hal. Investasi. Saya mulai berpikir untuk menyisihkan dana setiap bulannya untuk kepentingan jangka panjang. Saya berpikir tidak akan menjadi karyawan seumur hidup, apalagi saya menyadari peranan sebagai seorang wanita. Ya, sesuai kodratnya, seorang wanita akan menjalankan peran ganda yakni istri dan ibu. Kalau saya merangkap sebagai karyawan, ada satu peran lagi yang bakal saya sandang.

Ide untuk belajar berinvestasi tidak saya biarkan mengendap di dalam otak tetapi juga saya realisasikan.

Tahun 2014, saya mengikuti salah satu program tabungan berjangka di salah satu bank swasta di Indonesia. Nilainya tidak besar, jangka waktunya pun tidak terlalu lama. Yang saya tanamkan di dalam otak adalah kesadaran, ketekunan dan keajegan menabung secara rutin setiap bulan. Apalagi saya menyadari bahwa otak dan kinerja diri ini yang baru bisa berjalan dan bekerja dengan baik dalam situasi tertekan, hehehe.

Sukses menabung di tabungan berjangka selama setahun, saya pun ketagihan. Saya mencoba mengikuti program serupa kembali pada tahun 2015. Nominalnya lebih saya tingkatkan, dengan harapan manfaat atau bunga yang saya peroleh juga lebih besar.

Dan kali ini, saya ingin lebih fokus mempersiapkan diri dari segi finansial. Tentu persiapan ini bukan hanya untuk masa depan saya sendiri tetapi juga keluarga masa depan saya kelak. Bukankah masa single ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk mematangkan segalanya?

Kalau banyak meme menyebutkan bahwa status single itu adalah memalukan karena rentan dengan bullying, hal ini tidak akan kita temukan di Commonwealth Life, perusahaan yang diperkenalkan pertama kalinya pada Juni 2007. Penyebutan single dalam situs ini, untuk menunjukkan fokus tahap kehidupan nasabah yaitu single, baru menikah dan berkeluarga. Perbedaan status dilakukan perusahaan yang semula bernama PT. Asuransi Jiwa Sedaya tersebut agar nasabah dapat lebih fokus menwujudkan mimpinya dalam perencanaan keuangan sesuai kebutuhannya saat ini. Tentu berbeda antara mereka yang masih single, double dan triple kan?

Berhubung saya masih belum menikah, saya memilih untuk klik single.

single (sumber: commlife.co.id)
single (sumber: commlife.co.id)
Benar sekali apa yang disampaikan perusahaan yang memiliki visi menjadi yang terbaik itu. Sebagai seorang lajang, tentu saya tentu akan banyak fokus pada karir yang tengah dirintis dan mempersiapkan pernikahan (calonnya dipikirkan belakangan, hehehe). Saya pun cenderung tidak ingin tahu asuransi jiwa.

Namun, Commonwealth Life membukakan mata saya bahwa masa depan yang terencana adalah langkah awal untuk mewujudkan masa depan yang saya inginkan. Namun ketika ada hal-hal di luar kendali manusia tiba-tiba terjadi,  seperti urusan kesehatan dan keselamatan, apa yang dapat saya lakukan?

Sebelum hal buruk itu terjadi, saya harus memastikan bahwa perangkat keuangan dan kesehatan yang saya gunakan saat ini sudah cukup memadai. Dalam hal ini, saya melirik investra Link Extra karena di dalamnya memuat Akumulasi Pengembangan Dana, Proteksi Dana dan Proteksi Terhadap Penyakit Kritis.

Jadi, INVESTRA Link Extra merupakan program asuransi yang memadukan Asuransi Jiwa dan Investasi secara fleksibel dan menawarkan perlindungan asuransi jiwa dengan beragam pilihan perlindungan bagi ketenangan Anda dan keluarga. Dengan demikian, saya bisa mempersiapkan beberapa hal sekaligus untuk masa depan seperti pendidikan anak, masa pensiun, akumulasi pertumbuhan dan melindungi investasi.

Ada manfaat istimewa dari produk ini, lantaran nilai investasinya sudah ada sejak tahun pertama bergabung yaitu inflation link. Fasilitas ini untuk meningkatkan nilai uang pertanggungan dan premi seiring dengan nilai inflasi di masa yang akan datang. Selain itu, ada manfaat khusus yang gratis alias tidak dikenakan tambahan biaya, seperrti Santunan Duka dan Commitment Bonus.

Kalau saya yang masih single saja sudah melirik INVESTRA Link Extra sebagai asuransi jiwa dan investasi terbaik untuk masa depan kelak, bagaimana dengan Anda? Cari mana yang pas sesuai kebutuhan Anda sekeluarga dalam mempersiapkan masa depan yang cerah bersama Commonwealth Life di sini!

Bandung 19 Juni 2016

Luana Yunaneva

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun