[caption caption="Ilustrasi: dua tangan lelaki dan perempuan (sumber: thestudenttribune.files.wordpress.com)"][/caption]
Minggu Ketiga (Terinspirasi Lagu)
“Jarang ada orang yang punya pemikiran sepertimu. Jika ada waktu, please come,” begitulah pinta Kak Sandy dalam pesan singkat di ponselku.
Dua kalimat yang terlalu luas untuk ditafsirkan selama ini. Kata-kata itu semakin mendorongku untuk menyampaikan sesuatu kepadanya setelah semuanya serba menggantung. Meski kutahu, itu semua mustahil ketika mewujudkannya ke dalam sebuah perjalanan cinta.
“Telah kuberikan seluruh hidupku untukmu, layaknya darah yang bercampur. Kurelakan diriku tinggal dekatmu karena keberadaanmu telah mengukungku, bahkan atas diriku sendiri. Sampai kapanpun aku tetap mencintaimu,” kutulis dalam secarik kertas. Tidak lama, kertas itu kuremas dan kubuang ke tempat sampah di ujung kamar. Di ujung gundah yang tak berujung.
Kurasa, ia tidak akan pernah mengetahui rasa ini.
Mungkin nanti. Mungkin seribu tahun lagi di dunia yang lain.
“Kuimpikan kelak kita akan saling memasrahkan hidup. Lalu pergi ke manapun arah hati ini memimpin. Tinggal bersama dengan seluruh harapan, keceriaan, dan air mata. Tenanglah, aku akan tetap melindungimu karena sampai kapanpun aku tetap mencintamu. Sekalipun dalam diamku.”
***
“Thank’s buat kerjasamanya ya, Vie, you’re a great girl,” kau menjabat tanganku sesudah menyelesaikan sebuah projek berdua. Kubalas dengan senyum. Salah tingkah.