Pembenturan antara pilihan lanjut studi di perguruan tinggi dan komitmen berwirausaha menjadi polemik klasik yang sampai saat ini tetap terjadi. Hal klise yang dilontarkan adalah mengenai beberapa sarjana yang menganggur, sarjana yang bekerja pada seorang lulusan sekolah dasar atau bahkan tidak sekolah, dan juga sarjana yang berpenghasilan rendah.
Tak dipungkiri, jika saat ini memang pendidikan hampir selalu dikaitkan dengan pemersiapan untuk terjun ke dunia kerja. Oleh karena itu, akan menjadi momok bagi seorang yang berpendidikan tinggi (baca: sarjana) tetapi tidak mendapat pekerjaan atau pengangguran.
Umumnya, masyarakat menilai bahwa studi di perguruan tinggi memang berorientasi pada pekerjaan, baik kaitan dengan jenis pekerjaan maupun gaji yang diterima seorang yang berpendidikan tinggi tersebut. Sebenarnya jika ditilik dari tujuan utama pendidikan, persepsi tersebut sangatlah keliru.
Inti utama atau tujuan utama pendidikan adalah pengubahan sikap atau budi para peserta didik. Ketika pendidikan disangkutpautkan dengan pekerjaan maupun gaji yang diterima seorang yang berpendidikan, sebenarnya mengkerdilkan tujuan utama dari pendidikan.
Fenomena pengangguran terdidik alias sarjana menganggur sebenarnya hanyalah fenomena generalisasi saja. Berdasarkan data BPS 2019, Â terlihat bahwa jumlah pengangguran paling besar bukan dari perguruan tinggi. Toh jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggilebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah pengangguran yang berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang notabene disiapkan untuk menjadi tenaga kerja.
Hal itu dapat diartikan bahwa sebagian besar orang berpendidikan tinggi sudah mendapat pekerjaan, sedangkan mungkin sebagian kecil tidak mendapat pekerjaan atau pengangguran. Akan tetapi, masalah ini tentu tidah raus disepelakan. Kita harus mencari alasan mengapa lulusan perguruan tinggi tersebut tidak mendapat pekerjaan sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan tinggi tidaklah penting dalam kaitan pemerolehan pekerjaan.
Dalam proses pendidikan tentu ada yang berhasil dan ada yang tidak. Indikatornya pun kadang ada yang keliru. Beberapa pihak mengira indikator keberhasilan pendidikan adalah pemerolehan nilai yang baik (IPK). Dalam hal ini, memang sebenarnya pola pikir mengenai keberhasilan pendidikan tersebut harus diubah.
Sudah terbukti jika pendidikan tinggi membuat para peserta didiknya berpola pikir maju dan terbuka. Umumnya, Â Orang berpendidikan tinggi akan lebih mudah menerima kemungkinan-kemungkinan baru. Mereka juga akan lebih berkompeten dalam hal pencarian solusi. Meskipun tidak semua orang berpendidikan tinggi dapat melakukan hal tersebut, tetapi dapat dikatakan sebagian besar orang berpendidikan tinggi dapat melakukan itu.
Bagaimana dengan orang berpendidikan rendah? Di antara mereka mungkin juga ada yang terbuka dalam hal-hal yang baru serta pandai mencari solusi. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan penulis, kemampuan itu hanya dimiliki oleh sebagian kecil dari orang-orang yang berpendidikan rendah.
Manfaat Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi