Bulaksumur, Yogyakarta -- Pemerintah telah melayangkan tawaran konsesi tambang kepada beberapa organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Langkah ini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk LSM PENJARA 1. Ketua Umum LSM PENJARA 1, Teuku Z. Arifin, menyatakan sikap kritisnya terhadap kebijakan tersebut dalam pernyataan pers yang disampaikan hari ini.
Arifin menegaskan bahwa ormas keagamaan seharusnya fokus pada tugas utamanya yaitu melayani dan mengayomi umat, menjaga nilai-nilai agama, dan membangun akhlak yang mulia. "Respect untuk ormas keagamaan yang tetap menjaga integritasnya. Fokus untuk melayani, mengayomi umatnya, karena memang itulah sejatinya ormas keagamaan itu dibentuk," tegasnya.
Lebih lanjut, Arifin mengingatkan bahwa agama tidak boleh diseret ke dalam dunia bisnis, terutama bisnis tambang yang rentan dengan praktik korupsi, eksploitasi, dan kerusakan lingkungan. Dia menambahkan bahwa pemerintah seharusnya tidak memberikan konsesi tambang kepada ormas keagamaan, melainkan cukup melindungi hak-haknya dalam kegiatan peribadatan, serta membebaskan pajak tanah dan bangunan untuk lembaga pendidikan, kesehatan, dan bangunan milik yayasan di bawah naungan ormas keagamaan tersebut.
"Pemberian konsesi tambang ke ormas keagamaan bertentangan dengan UU Minerba yang mensyaratkan bahwa untuk mendapatkan konsesi harus melalui proses lelang. Pemberian konsesi tambang hanya melalui Kepres, artinya bahwa Kepres bertentangan dengan UU yang lebih tinggi yaitu UU Minerba," lanjut Arifin.
LSM PENJARA 1, menemukan adanya inkonsistensi hukum, di mana terdapat benturan antara peraturan pemerintah dengan undang-undang yang lebih tinggi. Di Pasal 83A dalam peraturan pemerintah, tidak ada organisasi keagamaan yang tercantum sebagai subjek yang diatur dalam undang-undang. "Sampai sekarang, organisasi keagamaan tidak dicatatkan di dalam undang-undang sebagai subjek yang boleh melakukan kegiatan pertambangan; yang diakui hanyalah badan usaha, PT, atau CV." jelas Arifin.
Arifin juga menyoroti bahwa apabila ormas keagamaan terjun ke bisnis tambang, kemungkinan besar akan terjadi pelanggaran hukum oleh oknum-oknum yang diberi kewenangan mewakili ormas tersebut. "Ini akan menyeret nama ormas keagamaan yang pada dasarnya merupakan lembaga dengan misi-misi luhur. Risiko ini sangat membahayakan kesucian ormas agama," tandasnya.
Sebagai penutup, Arifin mengingatkan bahwa semua yang dimiliki adalah pemberian Tuhan dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. "Semua yang ada di bumi adalah pemberian Tuhan. Maka bagaimana cara memperoleh dan memanfaatkannya nanti harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan," katanya. Dia berharap bahwa ormas berbasis agama akan lebih amanah dan memiliki rasa malu pada rakyat dan Tuhan, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya keliruan, permainan, korupsi, overeksploitasi, dan hal negatif lainnya.
"Kami tidak pro atau kontra terhadap kebijakan ini. Hanya ada sedikit harapan bahwa organisasi berbasis agama akan lebih amanah dan memiliki rasa malu pada rakyat dan pada Tuhan karena ada emblem berat yang melekat," pungkas Arifin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H