Mohon tunggu...
Aisyah Lsety
Aisyah Lsety Mohon Tunggu... lainnya -

Pengajar, Backpacker, Penyuka senja. Aktif di komunitas menulis dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidik Menumpas Tawuran antar Pelajar

16 November 2013   07:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:06 1445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tawuran antar pelajar masih terus menimbulkan banyak korban berjatuhan sampai saat ini. Dibutuhkan waktu yang lama untuk membersihkan Indonesia dari jejak-jejak kenakalan para remaja yang tidak bertanggung jawab melakukan tindak kejahatan di dunia pendidikan, yang seharusnya tidak pernah mereka lakukan demi kepentingan pribadi maupun kelompok. Mereka menggunakan dalih demi harga diri serta berbagai alasan demi memenuhi hawa nafsunya.

Beberapa waktu yang lalu, bulan September 2012, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menerima berkas dari kepolisan yang menetapkan siswa SMA 70 Jakarta Fitra Ramadhan, sebagai tersangka kasus tawuran pelajar. Fitra diketahui menyabetkan senjata tajam pada seorang siswa SMA 6 Jakarta (Alawy Yusianto)dalam tawuran bulan September 2012 dan menyebabkan kematian. Kedua sekolah inimemang sudah menjadi musuh sejak lama. Kerugian sekolah dalam kasus ini, diyakini bahwa pemerintah akan meninjau ulang akreditas SMA 70 dan SMA 6 sebagai sekolah RSBI.

Kasus tawuran lainnya terjadi di kawasan Jabodetabek. Ada tiga kasus tawuran yang sedang ditangani Kepolisian, di antaranya tawuran pelajar yang menewaskan Jeremy Hasibuan, siswa SMA Kartika di Bintaro; tawuran yang menyebabkan Jatsuli, siswa SMP 6 Buaran, Klender, tewas; dan tawuran antara SMK Yayasan Karya 66 dengan SMK Kartika Zeni di Manggarai yang menewaskan salah seorang siswa SMK Yayasan Karya 66, Denny Januar. Denny tewas dengan luka sabetan celurit pada bagian perutnya. Dan masih ada beberapa kasus tawuran yang menjadikan negara mengalami degradasi benih-benih generasi unggul masa depan.

Mengapa kasus tawuran remaja antar pelajar di Indonesia begitu banyak? Paling tidak ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Pertama, kurangnya perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan, khususnya dalam pembentukan karakter generasi muda sesuai dengan tujuan nasional pendidikan. Kedua, kurangnya pengawasan orang tua, lingkungan, pergaulan, dan senioritas. Ketiga, tak adanya langkah pencegahan yang sistematis serta tidak adanya sanksi yang mendidik, juga kurangnya komunikasi antara orang tua dan guru.

Selain hal tersebut di atas, faktor lain yang menyebabkan sulitnya memberantas tawuran antar pelajar adalah karena tidak adanya sekolah yang sampai saat ini memberikan kurikulum pendidikan karakter yang nyaman dan aman (caring community), khususnya tentang pentingnya saling menghargai beda pendapat, saling menghormati antar sesama, serta akhlak dan budi pekerti yang luhur kepada para pelajar. Pendidikan ini juga diperlukan sebagai langkah pencegahan makin maraknya aksi tawuran di Indonesia. Ciri pendidikan karakter adalah terbentuknya perilaku yang relatif menetap menjadi kepribadian teguh dalam bersikap, dan muncul perasaan bersalah jika melanggar perilaku yang telah tertanam.

Meminjam istilah dari Wynne (1991), pendidikan karakter adalah pendidikan yang fokus pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Sehingga, jika seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus dikatakan orang berkarakter jelek. Dan sebaliknya. Pendidikan karakter akan berimbas pada kepribadian seseorang, dimana ia bisa disebut orang yang berkarakter (the character person) jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral. Para pelajar tentunya sangat perlu ditanamkan pendidikan ini untuk membentuk kepribadian dan perilakunya menjadi baik dan sesuai kaidah moral.

Jadi, para pelajar dituntut tidak hanya mengetahui dan memahami pendidikan karakter, tetapi juga mengaplikasikannya dalam kehidupan, seperti berperilaku baik, bertanggung jawab, dan saling menghormati. Bukannya hanya menerapkan saat penanaman pendidikan karakter berlangsung. Dengan begitu, para pelajar akan mampu memberikan pencegahan sedini mungkin untuk menumpas tawuran antar pelajar. Setidaknya dalam hal kecil yang ia temui setiap harinya, dapat memberi suntikan semangat bagi pemerintah untuk melakukan tidakan prefentif pencegahan tawuran antar pelajar semakin meluas di negeri ini.

Hal ini menjadi tugas kita bersama sebagai guru yang merupakan pendidik untuk berperan serta menumpas tawuran yang kian merajalela. Peran ini harus dipertanyakan secara kritis, mengingat guru adalah pendidik yang harus mampu memberikan teladan, baik dalam bidang penanaman akhlak, perilaku, dan sikap yang terpuji. Serta, penerapan pendidikan karakter secara rutin, aman, dan nyamansehingga mereka mengetahui bahaya tawuran antar pelajar bagi kelangsungan pendidikan mereka.

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.

Pencegahan Terhadap Tawuran Antar Pelajar

Tawuran antar pelajar merupakan sebuah problem yang sangat kompleks ditangani oleh semua pihak. Salah satu kontribusi kita sebagai pendidik adalah dengan menanamkan pendidikan karakter. Dimanakah peran kita? Pertama, dengan melakukan pendidikan pada masyarakat (civic education). Memberikan dua bagian pendidikan yang terdiri dari pendidikan keagamaan dan pendidikan intelektual. Dengan begitu, masyarakat bisa menentukan, menganalisa, dan membuat keputusan sementara kasus tawuran antar pelajaran yang marak terjadi akhi-akhir ini di Indonesia.

Kedua, pendidik bisa berperan aktif dalam gerakan formal, misalnya komunitas sekolah, dengan selalu menjadikan komunitas sekolah ini terlibat dalam kegiatan penanaman pendidikan karakter. Ini berarti, mulai dari penjaga keamanan, tukang kebun, pegawai kantin sekolah, guru, karyawan non pendidikan, staf guru, kepala sekolah, dan lain lain, harus mengerti tugas dan tanggung jawab mereka, terutama yang terkait dengan pengembangan kultur cinta damai dalam lembaga pendidikan.

Ketiga, jika kita sebagai guru atau pendidik tetap konsisten di jalan ini untuk mengumandangkan terus gerakan anti tawuran, dan bekerjasama dengan orang tua siswa membentuk komite sekolah, pastinya akan menjadi kekuatan yang hebat. Dengan komite sekolah yang ada, kita tidak hanya bisa mengawasi kinerja sekolah secara sepihak, tetapi juga melibatkan orang tua siswa untuk menyelesaikan kasus tawuran antar pelajar tersebut. Misalnya dengan aksi pendataan siswa yang terlibat tawuran antar pelajar di sekolah. Setelahnya kita bisa membandingkannya dengan sumber lain, dan mencari alternatif untuk memberikan penyuluhan pada para pelajar tersebut tentang pentingnya pendidikan karakter.

Semua langkah di atas adalah upaya sederhana yang bisa dilakukan guru sebagai pendidik dalam rangka perbaikan moral, kinerja, dan keberhasilan program kerja sekolah sudah berhasil atau belum. Tentu saja, ini semua tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari elemen-elemen lain di samping guru dalam rangka menumpas tawuran antar pelajar. Mereka semua yang sudah bosan hidup dalam kesemrawutan sistem pendidikan harus menjadi teman kita, karena bagaimanapun, dimanapun, tawuran antar pelajar adalah sebuah masalah yang harus diselesaikan secara bersama dan berkesinambungan.

Tanamkan Pendidikan Karakter

Sebagaimana dikatakan berbagai pihak, terdapat lima langkah strategi yang dapat dilakukan oleh institusi pendidikan untuk menumpas tawuran antar pelajar bagi pendidik di Indonesia. Hal ini tentunya dengan berbagai pertimbangan yang matang demi terciptanya pendidikan yang aman, nyaman, kondusif, dan menyenangkan.

Pertama, menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif peserta didik. Yaitu, metode yang dapat meningkatkan motivasi mereka, karena seluruh dimensi manusia terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkret bermakna, serta relevan dengan konteks kehidupannya (Students Active Learning, Contextual learning, Inquiry Based Learning, Integrated learning).

Kedua, menciptakan lingkungan belajar bagi para pelajar yang kondusif sehingga bisa belajar dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan semangat.

Ketiga, memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, dan acting the good.

Keempat, metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing peserta didik, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan aspek-aspek kecerdasan manusia.

Kelima, menerapkan empat pilar pengembangan karakter berbangsa dan bernegara pada pelajar. Empat pilar yang dimaksud adalah Undang-undang Dasar 1945, Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika. Keempatnya, harus gencar disosialisasilan kepada seluruh pelajar mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Dan semua pilar ini dapat terbentuk jika lingkungan pendidikan, khususnya kita sebagai pendidik benar-benar mewajibkan pemahaman empat hal tersebut.

Meskipun demikian, harus diakui masih kurang berhasilnya pendidik andil dalam menumpas tawuran antar pelajar sangat terkait dengan proram pendidikan dan pengajaran yang selama ini berjalan.

Pendidikan di Indonesia saat ini kurang menyentuh pendidikan karakter mengenai pentingnya aspek kematangan personal, kepribadian, dan lainnya yang menjadi syarat utama terbentuknya karakter yang kuat di negeri ini. Pendidikan karakter dilakukan sebatas penanaman saja, tidak membangun secara kontinyu, sehingga yang terjadi adalah para peserta didik belajar untuk menjawabmateri tanpa memahami substansinya. Mereka semua lebih cenderung parsial, bukan beajar secara konteks saja, dan ke akar permasalahan sehingga pemahaman yang didapat mendalam dan teraplikasikan.

Sebagai contoh, perilaku para pelajar yang melakukan aksi tawuran meski di luar jam sekolah menunjukkan, bahwa mereka tidak mempunyai karakter yang baik. Aksi tawuran di Bogor misalnya. Pada hari yang sama terjadi dua kasus tawuran beberapa waktu lalu. Tawuran menyebabkan Rudi Noval Ashari, siswa SMKM Bogor, tewas. Di hari yang sama, Ahmad Yani, siswa SMK 39 di Klender, juga mengalami nasib serupa. Demikian pula para pelajar di kota Jakarta yang notabene sekolahnya merupakan sekolah bertaraf internasional melakukan aksi tawuran tanpa mengindahkan Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum pidana (KUHP) tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun. Serta, Pasal 170 KUHP soal Pengeroyokan, dan Pasal 351 soal Penganiayaan.

Hal inilah yang kemudian melahirkan berbagai orang ‘berkarakter buruk’ yang seharusnya segera diedukasi dengan pendekatan prefentif dan pendekatan ritual. Selain itu mereka juga harus ditindak secara hukum sebagai upaya ‘efek jera’ kepada semua pelaku aksi tawuran di Indonesia.

Kondisi ini akan semakin parah jika tidak ada penanganan secara cepat dari pihak-pihak yang terkait. Hal ini nantiya pasti akan menimbulkan mind set (pola pikir) di masyarakat bahwa pembiaran pelaku aksi tawuran yang masih dibiarkan bebas di sekitar mereka akan membangkitkan mosi tidak percaya pada institusi pendidikan dan pemerintah yang sedang berjalan. Dan tentu saja ini akan berdampak buruk bagi para guru sebagai pendidik generasi masa depan bangsa. Dengan diberikannya contoh buruk dari para pelajar seperti itu, perkembangan pembentukan karakter mereka akan terganggu, atau bahkan mereka kemudian menjadikan aksi tawuran ini sesuatu yang bisa ditiru.

Oleh karena itu, fenomena tawuran antar pelajar yang menggurita di Indonesia harus kita jadikan wacana menarik untuk membenahi pendidikan kaum pelajar. Dengan kata lain, sudah saatnya kita semua membuat langkah yang lebih maju untuk menumpas tawuran antar pelajar. Peran pemerintah dan berbagai pihak yang lain memang penting dalam hal ini. Tetapi mencetak pelajar berbasis pendidikan karakter supaya mampu menjadi manusia dengan kepribadian yang bermoral jauh lebih penting. Menanamkan berbagai perilaku ini akan menjadi langkah efektif agar para pelajar mampu mengaplikasikan dirinya agar tidak terjadi tawuran, bukan hanya sekedar mengetahui bahayanya. Dengan begitu, kita sebagai pendidik mampu memberi kontribusi menumpas tawuran antar pelajar.

Saya bangga menjadi pendidik, dan menjadi bagian dari penduduk Indonesia. Sudah waktunya kita bangkit menuju negeri yang lebih baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Khususnya, dalam dunia pendidikan.

Mari, bersama mewujudkan pendidikan negeri lebih baik dengan mengacu pada pendidikan berbasis karakter yang akan mengubah Indonesia di mata dunia. Memunculkan bibit-bibit baru generasi unggul yang mempunyai keterampilan, kemampuan, dan karakter yang berbudi luhur, serta mampu berbakti kepada orang tua, agama dan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun