Mohon tunggu...
Lembaga Pers Mahasiswa Mercusuar UNAIR
Lembaga Pers Mahasiswa Mercusuar UNAIR Mohon Tunggu... -

LPM Mercusuar berstatus Semi Otonom (BSO), bernaung di bawah BEM UNAIR.LPM Mercusuar didirikan pada 17 Agustus 2007 dengan harapan menjadi wadah Pers Kampus yang terbuka bagi segala background ilmu pengetahuan mengingat dunia Pers Kampus yang berkembang membutuhkan kajian dari mahasiswa interdisiplin ilmu. Sehingga produk yang dihasilkan nantinya(Koran Kampus) merupakan representasi dunia kampus mahasiswa UNAIR.Tidak Salah LPM ini mempunyai motto "Kritis,Kreatif" karena Pers Kampus nantinya harus menjadi pewarta dari semua kalangan di UNAIR pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sebuah Catatan: Tentang Kami, Pemuda Indonesia

28 Oktober 2014   20:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:25 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kami putra putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia.

Kami putra putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.

Kami putra putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa satu, bahasa Indonesia."

27-28 Oktober 1928. Sebuah kongres yang diselenggarakan pemuda Indonesia pada saat itu, ternyata melahirkan semangat baru dalam kehidupan kenegaraan Indonesia. Bahkan mungkin belum pantas disebut kehidupan bernegara (red.negara merdeka). Suatu ekspresi cinta dan komitment yang bahkan dibangun 17 tahun sebelum Indonesiaa dinyatakan sebagai negara merdeka. Suatu sumpah yang sampai hari ini pun masih terucap setidaknya setahun sekali setiap tanggal 28 Oktober tiap tahunnya. Ya, mungkin hanya di tiap kali peringatan Hari Sumpah Pemuda , 3 kalimat ini didengungkan lagi di telinga kita, diucapkan lagi lewat bibir mungil kita.

28 Oktober 2014, kami Pemuda Indonesia.

Semangat menggebu 86 tahun lalu hari ini seakan ingin dibangkitkan lagi. Melalui berbagai peringatan dan upacara yang mungkin hanya akan jadi ceremonial belaka di berbagai instansi. Sumpah yang diucap ramai dan lantang melalui berbagai merk pengeras suara paling mahal di negeri ini. Sedangkan hati kami mungkin tak pernah mengilhami 3 kalimat sakti ini.  Cukuplah otak kami yang menerimanya dan diolah lewat ucapan lisan di bibir mungil ini.

Di berbagai sudut negeri yang aku sebut Indonesia ini, ribuan pemudanya sibuk dengan berbagai aktivitas pribadi. Ya, hari ini kebanyakan dari kami disibukkan dengan berbagai tanggung jawab akademis hingga kami tak peduli apakah moment 28 Oktober ini pernah menjadi berarti di negeri ini. Tak hanya itu, bahkan jika hanya untuk mengingat betapa bersejarahnya hari ini. Untuk menyadari kecintaan akan tanah air ini pun, kami mungkin tak miliki. Kami sibuk, sibuk menguliti, mencari-cari apa yang bisa dihujat dari bangsa sendiri. Kami sering turun ke jalan melalui aksi-aksi yang kami sendiri pun sebenarnya mungkin tak mengerti apa yang sedang kami cari dan teriaki. Di berbagai media sosial, kami pun tak berhenti mengabarkan pada dunia, negeri kami penuh cela dan dengki. Budaya negeri ini pun nyatanya tak menarik lagi bagi kami. Kami tak suka mendengarkan alunan musik tradisional, kami tak suka lagu-lagu nasional, kami tak suka menikmati hasil karya anak negeri, tapi kami tergila-gila dengan alunan musik dari negeri-negeri lain di luar negeri kami. Kami bisa menghabiskan jutaan rupiah hanya untuk turut berdendang dengan lagu-lagu barat, korea, dan sebagainya yang menurut kami lebih indah dan menarik daripada lagu Indonesia. Bahasa, ya bahasa Indonesia kini pun tak lagi bertahta di negeri kami. Tak dapat dipungkiri kemampuan bahasa asing adalah tuntutan dunia saat ini, tapi kami nyatanya makin dijauhkan dari bahasa ibu kami sendiri. Bahasa yang dulu diucap lantang dan bangga oleh kalian, pemuda Indonesia 86 tahun lalu yang mengucap sumpah yang sama dengan apa yang kami ucap hari ini. Mungkin sumpah pemuda itu sudah tak sesuai lagi dengan keinginan-keinginan dan maksud hati kami. Sehingga sumpah itu hanya jadi penghias bibir, ritual rutin, dan tak melekat sedikitpun di hati kami. Sumpah itu hanya jadi semacam kewajiban yang harus dijalankan tiap tanggal 28 Oktober seperti  hari ini.

Teruntuk pemuda Indonesia yang sampai hari ini masih belum juga bangga akan tanah airnya, bangsanya, dan juga bahasanya.

Mari kita introspeksi, apa yang telah kita berikan bagi bangsa dan negara ini. Sudahkan semangat berbangsa kita, melecutkan semangat luar biasa seperti yang telah dicontohkan mereka yang mengucap sumpahnya 86 tahun lalu? Atau bahkan, apa yang saat ini selalu kita lakukan hanya akan jadi contoh pemuda-pemuda Indonesia lain untuk semakin jauh dengan negerinya? Aku, kamu, mereka, dan kalian semua telah ditakdirkan untuk lahir di negeri ini. Makan, minum, tidur, hidup dari apa yang telah diberikan negeri ini. Di luar begitu banyaknya kekurangan yang terjadi di Indonesia saat ini, semoga kita dapat selalu bangga menjadi bagian darinya. Menjadi bagian dari tanah air dan bangsa Indonesia.

Selamat Hari Sumpah Pemuda!

Selamat memperbaharui semangat berkarya demi terwujudmya cita-cita bersama bangsa, Indonesia adil dan makmur.

Jayalah bangsaku, Hiduplah negeriku.

Rizki Ridha Damayanti

Kadiv. Penelitian dan Pengembangan

LPM Mercusuar Universitas Airlangga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun