Mengenai prinsip-prinsip dasar dalam agama suku Dayak Kanayatn, akan dikemukakan pola dasar dalam berpikir dan bertindak dari penganut agama suku, yakni hal pokok yang menyatakan asumsi-asumsi teologis dan aturan-aturan dalam agama suku. Cara mempertahankan agama suku pada masyarakat dijelaskan oleh Mariasusai:
Tradisi lisan merupakan cara utama yang dipakai untuk mempertahankan agama dengan cara pewarisan turun-temurun, cerita-cerita suci itu dituturkan oleh pewaris terdahulu dalam cerita mitos, selalu dikaitkan dengan ritus. Isinya merupakan pernyataan atas suatu kebenaran lebih tinggi dan lebih penting tentang realitas asali yang masih dimengerti sebagai pola dan pondasi dari suatu kehidupan primitif.
Prinsip-prinsip dasar yang akan dikemukakan di sini mencakup: pertama, konsep dasar. Menjelaskan tentang pola-pola pikiran agama suku yang menjadi dasar seluruh kepercayaannya. Kedua, pemujaan, menjelaskan tatanan peribadatan agama suku, yang disoroti terutama objek pemujaan, subjek pemujaan, dan syarat pemujaan. Ketiga, ritual-ritual, menjelaskan secara garis besar unsur-unsur ritual, tempat ritual, simbol-simbol ritual dan jenis-jenis ritual.
A. Konsep-Konsep Dasar
Konsep-konsep dasar agama suku atau rancangan-rancangan pikiran agama suku adalah keyakinan-keyakinan yang dianggap patokan kepercayaan dalam agama suku. Pendapat ini dikemukakan oleh para panyangahatn dan terutama pamaliatn (turun temurun) sebagai sumber utama dalam penelitian ini. Pendapat tersebut dibatasi pada hal-hal yang akan bermanfaat sebagai jalan masuk bagi penginjilan, diantaranya adalah ; tentang yang maha kuasa, tentang penciptaan alam semesta dan penciptaan manusia, tentang manusia, dan tentang keadaan setelah mati.
1. Tentang Yang Maha Kuasa
Yang Maha Kuasa dinamakan dengan Jubata, diyakini sebagai roh tertinggi penguasa alam semesta, dalam pembukaan ritual disebutkan;
“Jubata bulatn, bintakng, kayu aya’ kayu enek, raja putar ai’ putar tanah, putar nagari” artinya: Jubata bulan, bintang, kayu besar, kayu kecil, penguasa seluruh air, seluruh tanah, seluruh negeri. Menyatakan bahwa Jubata dipuja sebagai penguasa bulan, penguasa bintang, penguasa kayu besar dan penguasa kayu kecil, penguasa air, penguasa tanah dan penguasa seluruh negri. Pengertian lainnya menunjukkan bahwa Jubata adalah pencipta bulan, bintang, kayu besar kayu kecil, pencipta seluruh air, pencipta seluruh tanah, dan pencipta seluruh negri.
Beberapa kriteria Kemahakuasaan Jubata, antara lain:
a. Jubata adalah mahluk rohani yang kekal, ia dipuja secara turun temurun dari generasi ke generasi. Ia nang Jubata ene’ moyang diri’ dari dohoya sampe ari nian, artinya: ia adalah Jubata nenek moyang kita dari zaman dahulu sampai hari ini.
b. Ia ada di mana-mana. Menurut Herculanus Bahari, ungkapan “Jubata bulan, bintang, kayu besar, kayu kecil, seluruh tanah, seluruh air, seluruh negeri,” bukan berarti Jubata itu banyak (jamak), tetapi artinya ia berada di mana-mana, kita dapat salah paham karena keterbatasan bahasa dan pengungkapannya.
c. Ia tinggal di Subayangan. Subayangan adalah tempat bersemayamnya Jubata, orang-orang yang sudah meninggal tinggal di subayangan bersama Jubata Ne’ Nange (Jubata Yang Esa).
d. Ia Penguasa hari. Jubata disebut apa’ manto ari artinya, bapa yang mengawasi hari.
e. Ia Penguasa orang hidup dan orang mati. Jubata dianggap raja gunung Bawakng. Pengertian “raja” di sini menunjuk kepada penguasa, sedangkan “gunung bawang” menunjuk pada alam rohaniah, yakni suatu tempat kekal yang diyakini tempat bersemayamnya roh orang-orang tua (leluhur) yang telah meninggal.
f. Jubata memiliki sifat-sifat Yang Maha Kuasa, yang terdiri atas 7 sifat, antara lain:
(1) Sifatnya yang menjadi penyebab segala sesuatu. Disebut dengan; Jubata Ne’ Pajaji, artinya; Jubata yang menyebabkan segala sesuatu menjadi ada. Tentang Jubata Ne’ Pajaji dikatakan; ia lah samula nang idup samula jaji, artinya; dialah permulaan segala yang hidup dan segala yang ada.
(2) Sifatnya yang menciptakan. Ia menciptakan segala sesuatu dari dahulu hingga sekarang, Jubata Pencipta disebut dengan : Jubata Ne’ Panampa’, artinya: Jubata sang pecipta. Ia diyakini sebagai pencipa alam semesta, manusia, binatang, tumbuhan dan mahluk-mahluk lainnya.
(3) Jubata adalah Esa. Jubata disebut dengan Jubata Ne’ Nange, “Nange” artinya Ia hanya satu-satunya atau tersendiri, tidak ada yang lain. Di daerah Banyuke disebut dengan Nange Dikang, di daerah Karangan Nange Bikang, atau yang esa. Jubata Ne’ Nange diyakini tinggal di Subayangan atau sorga, setiap orang mati nyawanya tinggal bersama Jubata Ne’ Nange di Subayangan.
(4) Jubata yang berfirman. Disebut dengan, Jubata Ne’ Panitah, artinya : Jubata Yang berfirman. Ia nang nitahatn untu’ ngalakuatn nang gagas, artina; Ia yang memerintahkan untuk melakukan yang baik. Dia yang dipertuan dan yang memerintah alam semesta, siapa yang berbuat jahat tidak disenangi Jubata, karena itu setiap orang yang jahat diyakini pasti dikutuk Jubata, akan mendapat sial atau bahaya.
(5) Jubata sebagai pemimpin. Disebut dengan Jubata Ne’ Pangorok, memimpin manusia dengan gambaran seperti induk ayam yang memimpin anak-anaknya, menunjuk kepada sifat Jubata seperti orang tua yang mengasuh dan merawat anak-anaknya, artinya; Jubata yang mengarahkan atau memimpin, ia nang ngampinakng talino dalapm idupannya, (dia yang menyapa dan mengasuh manusia dengan lemah lembut dalam kehidupannya).
(6) Jubata yang melindungi. Disebut dengan, Jubata Ne’ Pangingu, artinya: Jubata yang melindungi. Dalam doa mohon perlindungan;
kami ba pinta ka’ kita Jubata ne’ Pangingu, supaya mayukngi’, kami, bare’ kami parise gunapm, nag tojekng di kita pampii’ nang tajapm di kita tumpuli’ artinya: kami meminta kepada engkau Jubata yang melindungi, supaya memayungi kami, beri kami perisai pelindung, yang runcing engkau tumpulkan yang tajam engkau tumpulkan.
(7) Jubata yang mengawasi. Disebut dengan, Jubata Ne’ Pangedokng, artinya; Jubata yang melihat, mengawasi, memperhatikan, menilai, memantau.
dalam sifatnya menilai Jubata Ne’ Pangedokng menilai segala sesuatu cocok atau tidak cocok, bagus atau tidak bagus, ia disebut juga; “nang manto’ mutusatn pakara sae nang salah sae nang banar, Jubata Ne’ Pangedokng nang nauan,” artinya: yang memutuskan sengketa siapa yang salah siapa yang benar, Jubata Ne’ Pangedokng yang mengetahui.
2. Tentang Penciptaan Alam Semesta dan Manusia
Mitos tentang penciptaan alam semesta dalam agama suku disebutkan dalam tradisi “baripakng” bahwa Jubata Ne’ Panampa’ menciptakan alam semesta, yang diciptakan dalam satu paket penciptaan. Secara garis besar dalam baripakng, pernyataan pertama adalah latar belakang penciptaan dunia.
Jubata Ne’ Panampa’ menciptakan keliling langit dengan bulatan bumi. Selanjutnya Jubata Ne’ pangedokng mencocokkan, (mengambar, melukiskan) dan mencoba-coba, segala yang akan diciptakan. Kemudian tercipta bias cahaya bulan dan pancaran sinar matahari. Juga digambarkan tentang keadaan saat penciptaan, ada udara yang bertiup dan angin serta kacau balau yang disebabkan badai.
Menurut Kadok pada waktu itu seluruh bumi masih dipenuhi air sehingga Ne’ Nange tinggal di awang-awang dan tali bergantung (uang-uang dua gantong tali: awang-awang dengan tali bergantung), kemudian “tukang nange” (pencipta yang esa) mendatangkan segala air dan segala sungai (subarakng ai’ dua subarakng sunge: kedatangan segala air dengan kedatangan segala sungai), juga daratan dan tanah kering. Disusul dengan penciptaan tumbuhan, pertama-tama tunggul betung (jenis bambu) dan pohon-pohon (tungul batukng dua mara puhutn: tunggul betung dengan banyak pohon) dan akar-akaran (baduyut dua antuyut). Dan terakhir adalah penciptakan manusia dari bahan tanah ranjunai yang dibuat dari dari buih air dengan rusuk (kerangka).
Berikut ini proses perciptaan versi Dayak Kanayatn yang dituturkan oleh Musin dalam baripakng:
kulilikng kangit dua putar tanah (keliling langit dengan bulatan bumi)
maranakatn (memperanakkan)
sido’ nyandon dua sido’ nyoba (sido mencocokkan dengan sido mencoba)
maranakatn (memperanakkan)
sinyati anak saho bulatn man tapancar anak mata’ari (sinyati anak bias cahaya bulan dengan terpancar anak matahari)
maranakatn (memperanakkan)
nyaru-nyaru dua angin-angin (udara yang bertiup dengan angin-angin)
maranakatn (memperanakkan)
kaco balo dua badai (kacau balau dengan badai)
maranakatn (memperanakkan)
ua’ -uang dua gantong tali (awang-awang dengan tali bergantung)
maranakatn (memperanakkan)
tukang nange dua malaikat ( pencipta yang esa dengan malaikat)
maranakatn (memperanakkan)
subarakng ai’ dua subarakng sunge (kemunculan air dengan kemunculan sungai)
maranakatn (memperanakkan)
tungul batukng dua mara puhutn (tunggul betung dengan banyak pohon)
maranakatn (memperanakkan)
antuyut dua baduyut (akar antuyut dengan akar baduyut)
maranakatn (memperanakkan)
popo’ dua rusuk (buih air dengan rusuk)
maranakatn (memperanakkan)
tanah ranjunai dua nyawa (tanah ranjunai dengan roh)
maranakatn (memperanakkan)
Galeber dua Anteber ( Galeber dengan Enteber)
Galeber dan Enteber, adalah sepasang manusia pertama versi Dayak Kanayatn, pertama kali tinggal di gunung Bawang. Manusia pertama diciptakan Jubata Ne’ Panampak dari bahan tanah ranjunai yang diberi nyawa. Semula bentuknya seperti kerucut kemudian berubah bentuk menjadi semacam mahluk menyerupai binatang, makan dan minumnya diperoleh dari alam sekitarnya seperti cacing, semut, belalang dan lain-lain. Lama-kelamaan berbentuk semakin sempurna kemudian menjadi unte’ (orang hutan). Dalam salah satu doa disebutkan:“tanah ranjunai nang di bare’ nyawa, manjadi ne’ unte’ asal talino, nang samula idup samula jadi, artinya: tanah ranjunai yang diberi nyawa kakek/nenek orang hutan, asal manusia, yang semula hidup dan semula jadi.
Penjelasan lain menambahkan bahwa penciptaan adalah perpaduan dari 7 sifat Jubata. Bahwa di dalam dirinya sendiri Jubata Ne’ Nange (Jubata yang maha esa) memakai 6 karakter (sifat) untuk menciptakan alam semesta, antara lain: Jubata Ne’ Panampak membuat bentuk segala yang diciptakan, Jubata Ne’ Panitah memerintahkan menciptakan yang baik, Jubata Ne’ Pangedokng mengamati dan membetulkan ciptaan, Jubata Nek’ Pangingu melindungi ciptaan, Jubata Ne’ Pajaji menjadikan seluruh ciptaan dan Jubata Ne’ Pangorok memimpin seluruh ciptaan.
3. Tentang Manusia
Pada bagian ini akan dibahas mengenai unsur-unsur pembentuk manusia dan fungsi-fungsi roh manusia. Menurut Daros, manusia terdiri atas dua unsur pembentuk, yakni tubuh dan roh, sedangkan roh menusia berpusat pada nyawa, yang terpecah menjadi tujuh, ketujuhnya masing-masing memiliki fungsi yang berlainan.
a. Unsur-Unsur Pembentuk
Manusia yang tercipta dari tanah ranjunai, tanah tersebut diberi nyawa (roh) oleh Jubata Ne’ Panampa’, tanah itu kemudian hidup dan bertumbuh menjadi mahluk yang sederhana, lama kelamaan berbentuk kera (orang hutan) dan akhirnya menjadi manusia sempurna.
b. Fungsi-fungsi Roh
Roh manusia terdiri atas tujuh bagian yang ketujuhnya memiliki tujuh fungsi yang berlain-lainan. Ketujuh bagian roh itu adalah; nyawa, sumangat, ayu, bohol, nenet sanjadi, leo bangkule, dan sukat, yang menempati bagian-bagian tertentu pada tubuh.
Orang yang benar tahu adat tetap akan mengatakan ada tujuh jiwa, juga perbedaannya sangat tipis, ada sekitar lima belas nama sebutan, sebagian nama itu sebagai timangan (pujian)…jiwa menempati tempat berbeda masing-masing memiliki tempat-tempat yang berlain-lainan, adapun nama-nama ke tujuh jiwa tersebut adalah nyawa,sumangat, ayu, bohol, nenet sanjadi, leo bangkule, dan sukat.
1) Nyawa
Nyawa disebut dengan pungka’ sengat artinya ; permulaan napas, nyawa menjadikan manusia dan binatang hidup, merupakan azas kehidupan yang mendasari seluruh fungsi tubuh dan rohaniah manusia , terletak pada pangkal leher manusia, pada waktu manusia meninggal nyawanya menuju ke subayangan ke tempat Jubata Ne’ Nange tinggal.
2) Sumangat
Sumangat adalah kekuatan atau tenaga roh manusia, yang terdapat dalam alam sadar dan alam tidak sadar. Sumangat juga terdapat dalam mahluk lain seperti roh-roh, binatang dan tumbuhan dan benda-benda tertentu. Pada manusia, mengacu pada perasaaan yaitu emosi, misalnya rasa berani atau takut, senang atau sedih. Kedua, mengacu pada mimpi, khayalan, membayangkan, halusinasi dan sebagainya. Tempat sumangat adalah dipelipis, namun sumangat dapat berpindah ketempat lain, misalnya pergi ke subayatn. Dan sumangat dapat bertukar dengan sumangat dari orang atau mahluk lain dalam keadaan-keadaan tertentu, misalnya; ketika mengadakan ritual mato‘ memanggil tariu waktu akan perang, sumangat orang itu pergi ke tempat kamang dapat beganti dengan sumangat kamang yang diundang datang, atau dikembalikan ke asalnya jika selesai berperang, dengan ritual mulangkatn tariu dan basaru’ sumangat, (mengembalikan tariu dan memanggil semangat). Ketika manusia meninggal sumangatnya pergi ke subayatn dan tinggal di sana.
3) Ayu
Ayu adalah kekuatan roh yang membentuk sifat (karakter) atau kepribadian manusia, ayu menormalkan tingkah laku manusia, terletak pada bagian atas punggung. Ayu melindungi agar seseorang terhindar dari penyakit tertentu. Penyakit ayu lebih parah dari penyakit yang disebabkan kepergian sumangat. Sesudah meninggal ayu menjadi pidara dan tetap tinggal bersama dengan badan di kuburan, pada orang yang sudah mati ayu menjadi hantu.
4) Sukat
Sukat adalah kekuatan yang melindungi seseorang dari sakit tubuh, berfungsi menjadi semacam sistim kekebalan tubuh manusia. Terletak mulai dari atas kepala lewat otak sampai ke sum-sum tulang belakang. Pada orang yang meninggal normal, sukatnya hilang begitu saja dan menempati alam gaib.
5) Bohol
Bohol adalah kekuatan untuk bertumbuh yang dimiliki manusia, misalnya; anak kecil tumbuh menjadi besar, disebabkan oleh bohol, terletak pada di garis perut yang berdenyut sampai ke pusar. Mempengaruhi manusia sejak dalam kandungan, seorang yang kekurangan bohol akan sulit untuk mendapatkan anak.
6) Leo Bangkule
Leo Bangkule adalah tali nyawa atau tali jiwa, artinya penyambung nyawa atau penyambung jiwa, terletak pada jantung, paru-paru dan semua alat bagian dalam tubuh manusia, dianggap sebagai pusat hidup manusia. Jika seorang meninggal Leo bangkule tinggal di alam gaib, dan menjadi penolong pamaliatn dalam menyembuhkan orang sakit.
7) Nenet Sanjadi
Sama dengan Leo Bangkule, Nenet Sanjadi adalah tali nyawa atau pungka’ sengat, (penyambung nyawa atau permulaan nafas). Letaknya saja yang berbeda, nenet sanjadi terletak pada tenggorokan pada bagian yang berdenyut, sering disebut sebagai saluran nafas, menjadi kekuatan manusia untuk mempertahankan nafasnya. Ketika seseorang meninggal Nenet Sanjadinya sama dengan Leo Bangkule tinggal di alam gaib dan menjadi penolong pamaliatn dalam menyembuhkan orang sakit.
4. Tentang Keadaan Setelah Mati
Kematian menurut Dayak Kanayatn adalah perpisahan jiwa dari tubuh. Tubuh musnah kembali kepada tanah dan jiwa atau roh terpecah tujuh bagian berubah unsur dan menjadi kuasa-kuasa (dan mahluk) rohani dalam kekekalan, menuju ke tempat yang sudah ditentukan masing-masing. Ada empat tempat bagi roh manusia yang meninggal, yakni , subayangan, subayatn, kuburan dan alam gaib.
Adapun masing-masing tempat roh manusia yang meninggal dijelaskan bahwa, nyawa pergi ke subayangan, ke tempat Jubata Ne’ Nange, sumangat pergi ke subayatn, ayu berdiam di “kuburan,” bohol dan sukat, leo bangkule dan nenet sanjadi pergi ke “alam gaib” kembali kepada Jubata Nek’Panampa’, menjadi kekuatan yang menolong dukun perobatan (pamaliatn) dalam mengobati orang sakit.
a. Subayangan
Subayangan adalah tempat tujuan akhir dari setiap nyawa orang yang telah meninggal. Subayangan tempat yang abadi, disebut juga sebagai tempat Jubata Ne’ Nange (Jubata Yang Esa) bersemayam. Untuk pergi ke subayangan roh manusia harus melewati rintangan-rintangan, setelah lolos melewati rintangan-rintangan ini barulah ia bisa tiba di subayangan, dan ditempatkan di tempat yang disebut “paca’ bagoneng batihakng tungal” (ayunan kain yang bertiang tunggal), di sanalah nyawa manusia tinggal selama-lamanya. Perjalanan nyawa manusia menuju subayangan melewati beberapa tahapan dan rintangan, saat seorang akan menghembuskan nafas terakhirnya perjalanan nyawanya sebagai berikut:
pertama-tama nyawa mendaki bukit Simanimanng ditandai dengan nafasnya dari perut naik ke hidung dan turun ke lembah Sinolayang, ditandai dengan nafasnya keluar dari hidung dan menghilang ke udara. Setelah melayang di udara, ia akan bertemu dengan “tembok basaka talu” (jalan bersimpang tiga), kemudian melewati “tanah bagabut titi bajoa” (tanah bergerak bergelombang dan jembatan yang bergerak maju mundur). Setelah melaluinya ia akan melewati raba’ nyangkot ka’ pongok rakeh, (ranting yang sangkut pada kayu mati yang rapuh). Kemudian sampai di tajo rancangan, berisi sinar pelita kerena jalan menuju subayangan itu gelap, pelita tersebut akan menyala kalau nyawa tersebut sudah diperkenankan masuk ke subayangan, tersebut dipakai untuk menerangi jalan menuju subayangan yang gelap.
Gambaran tentang keadaan subayangan oleh Abun, seringkali diperolehnya ketika memasuki alam gaib saat sedang melakukan pengobatan baliatn;
“tampat koa lea abut pampadakng, urakng-urakng ayak’ enek, tuha-muda’atn, laki binian nang dah mati ada ka’ tampat koa, kade’ diri’ saru’ ia ka’ koa nana’ nangar. Waktu sampe ka’ abut pampadakng koa, ati ngarinu, parasaan repo, tanang, man dame, rasa bai’ pulakng-nga’ agi’ kak dunia nian”, artinya; tempat itu seperti sebuah taman (dari hutan asli), orang-orang besar kecil, tua muda, lelaki dan wanita yang sudah meninggal ada di tempat itu, kalau kita panggil mereka itu tidak mendengar. Ketika sampai di tempat itu hati sangat rindu, perasaan sukacita, tenang dan damai, terasa tidak mau kembali lagi ke dunia ini.