Mohon tunggu...
Ahmad Juwana
Ahmad Juwana Mohon Tunggu... -

Belajar mengingat dg tulisan

Selanjutnya

Tutup

Money

Pertarungan Tak Adil Taksi Online Vs Taksi Konvensional

21 Oktober 2017   04:13 Diperbarui: 25 Oktober 2017   04:03 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertarungan tak adil taksi online vs taksi konvensional

Layanan taksi online hingga saat ini terus-menerus menjadi polemik. Banyak yang mendukung, tapi tidak sedikit juga yang menentang. Hal ini menyebabkan beberapa kali terjadi bentrokan antara pihak taksi online dengan pihak taksi konvensional. Sering kali pihak yang menentang keberadaan taksi online dianggap sebagai orang yang tidak siap dengan perubahan dan perkembangan jaman serta kuno.

Mayoritas penentang keberadaan taksi online adalah para sopir taksi konvensional atau kendaraan umum lainnya, dan birokrat dengan masing-masing alasannya. Disisi lain, pendukung keberadaan taksi online beranggapan bahwa sudah seharusnya tarif taksi semurah taksi online dan mudah dipesan. Murahnya ongkos taksi online disebut sebagai akibat dari skema bisnis yang jauh lebih efisien.

Bahkan mungkin pendukung taksi online ada yang beranggapan bahwa birokrat penentang keberadaan taksi online adalah pihak yang mendapatkan keuntungan dari bisnis taksi offline. Keberadaan taksi online hanya membuat "jatah" mereka menjadi berkurang.

Akan tetapi apakah taksi online sedemikian "sucinya" sedangkan taksi konvensional sedemikian "setannya"?.

Selama ini pihak taksi online selalu menyatakan diri bukan sebagai perusahaan taksi dan berlindung dari konsep "ride sharing". Mereka beralibi bahwa mereka hanyalah perusahaan aplikasi penyedia jasa "ride sharing".

Disini menjadi menggelitik untuk mencari tahu apa itu "ride sharing". Apakah benar taksi online menggunakan konsep "ride sharing" dalam operasionalnya, ataukah hanya topeng semata?

Secara harfiah, ride sharing dapat diartikan sebagai berbagi kendaraan selama perjalanan atau bahasa mudahnya adalah nebeng, numpang. Nebeng atau numpang sendiri bisa diartikan sebagai ikut dalam perjalanan sesorang yang mempunyai tujuan lokasi searah. Tapi apakah dalam operasionalnya taksi online ini kita nebeng?

Pengalaman saya selama menggunakan taksi online adalah pengemudi dari taksi online tidak mempunyai tujuan lokasi yang jelas. Mereka saat mulai mengaktifkan aplikasi taksi online hanya bertujuan untuk mendapatkan penumpang dan mengantarkan ke tempat tujuan penumpang, sedangkan mereka sendiri tidak memiliki tujuan lokasi yang dituju. Apakah seperti ini disebut "ride sharing"?

Selain itu, sering kali pengembang aplikasi taksi online menyatakan bahwa hubungan mereka dengan pengemudi/pemilik kendaraan adalah sebuah bentuk kemitraan. Benarkah demikian? Hubungan kemitraan biasanya ditunjukkan dengan adanya komunikasi dua arah antar mitra. Apakah dalam menentukan perubahan tarif, sistem bonus, sistem sanksi pada taksi online ini terdapat komunikasi dua arah? Saya rasa tidak.

Yang saya lihat dalam hubungan antara pengemudi/pemilik kendaraan dengan pengembang apilkasi taksi online ini lebih seperti sebuah bentuk pelimpahan tanggung jawab dan resiko dari pemilik perusahaan kepada pekerjanya yaitu pengemudi/pemilik kendaraan. Pengemudi/pemilik kendaraan diberikan tanggung jawab untuk mengadakan kendaraan, melakukan servis kendaraan, dan belajar mandiri mengenai tata cara pelayanan yang baik. Pengemudi/pemilik kendaraan juga dibebankan resiko kebangkrutan, resiko tidak diterima dipasar, dan resiko keamanan.

Dari sisi layanan pengemudi/pemilik kendaraan juga tidak selalu memuaskan. Pernah saya mendapatkan driver yang saat saya meminta melalui jalan tertentu malah saya dimarahi, padahal jalan tersebut lebih cepat. Pernah juga saya harus menunggu lama namun saat saya cek kembali aplikasinya menyatakan pengemudi telah melakukan cancel order.

Dalam sistem taksi konvensional yang professional, perusahaan bertanggung jawab untuk mengurus perijinan, mengadakan kendaraan yang akan dijadikan taksi, memastikan kondisi kendaraan prima sehingga tidak merusak nama baik perusahaan, serta memastikan bahwa setiap pengemudi memiliki kemampuan dalam melayani. Selain itu, mereka juga menghadapi resiko kebangkrutan dan diharuskan membayar pesangon, dan resiko kerugian karena tidak diterima dipasar.

Dari sisi aturan mainpun terdapat ketimpangan antara taksi online dengan taksi konvensional. Dalam taksi konvensional setidaknya perusahaan diatur untuk memiliki batas tarif bawah dan batas tarif atas oleh masing-masing pemerintah daerah. Batas tarif atas dan bawah ini untuk memastikan adanya persaingan yang sehat dan tidak terjadi kerugian karena perang harga. Sedangkan untuk taksi online belum ada aturan yang jelas. Mereka juga diharuskan membayar bermacam-macam iuran.

Perbedaan-perbedaan ini membuat pertarungan antara taksi konvensional dengan taksi online menjadi tidak seimbang. Salah satunya karena taksi konvensional tidak bisa menurunkan tarif menjadi setara atau mendekati tarif taksi online. Bahkan taksi konvensional yang pemesanannya juga bisa melalui aplikasi ponsel pun tetap tidak diminati karena harga yang tidak bisa bersaing.

Akan tetapi apakah taksi konvensional harus terus-terusan dibela? Tidak juga. Kita sebagai pengguna jasa taksi telah sama-sama tahu mengenai hal-hal yang tidak baik dari oknum taksi konvensional. Seperti tarif taksi konvensional yang terkadang semau-maunya, taksi tua yang masih beroperasi, dan lain sebagainya. Selain itu, sistem penggajian dari perusahaan kepada karyawannya yang berdasarkan target seringkali tidak manusiawi.

Jika keduanya tidak benar, maka apa solusinya?

Tentunya baik taksi online dan taksi konvensional harus berbenah diri dan regulator perlu membuat aturan yang membuat persaingan menjadi lebih adil. Taksi online harus berhenti berlindung dari konsep "ride sharing" dan mengakui diri sebagai perusahaan taksi karena pada dasarnya yang mereka lakukan saat ini bukan lah "ride sharing". Atau jika memang mereka mau menggunakan konsep "ride sharing", maka terapkan dengan benar. Diluar negeri telah ada yang menjalankan konsep "ride sharing" dengan murni, seperti blablacar.

Jika taksi online telah mengakui sebagai perusahaan taksi, maka mau tidak mau dia harus mengikuti aturan main untuk perusahaan taksi. Perusahaan taksi online juga berkewajiban untuk meningkatkan kemampuan para pengemudi taksinya dalam melayani pelanggan.

Regulator juga perlu berbenah diri untuk menciptakan persaingan yang adil. Regulator mungkin tidak perlu membuat aturan batas bawah dan batas atas. Tapi regulator harus menentukan hal-hal apa saja yang membentuk suatu aturan tarif, misalkan tarif harus memperhatikan faktor resiko usaha, pada tahap tertentu potongan tarif promo harus dibebankan pada keuntungan perusahaan dan bukan dari "bakar-bakar duit".

Regulator juga perlu untuk mengurangi iuran-iuran dan prosedur yang tidak perlu sehingga dapat mengurangi beban pengeluaran yang pada akhirnya diharapkan dapat menurunkan tarif. Regulator harus memastikan bahwa setiap peraturan yang dibuat tidak disalahgunakan dan juga dipatuhi oleh semua pihak.

Saat tulisan ini ditulis, terdapat berita bahwa pemerintah telah menyiapkan peraturan baru terkait taksi online sebagai revisi dari peraturan sebelumnya yang beberapa pasalnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Salah satu poin aturannya adalah tentang batas atas dan batas bawah tarif. Akan tetapi hingga saat ini, aturan tersebut belum secara resmi dikeluarkan. Sehingga belum dapat diulas dengan lebih dalam.

Dari sisi taksi konvensional sendiri juga banyak hal yang perlu dibenahi. Mereka perlu untuk mulai menggunakan aplikasi ponsel dalam sistem pemesanannya. Mereka perlu untuk segera meninggalkan sistem penggajian target setoran, dan diganti dengan komisi. Hal ini karena mereka dapat menggunakan data aplikasi untuk mengetahui apakah seorang pengemudi tersebut rajin mengambil penumpang atau bermalas-malasan. Dengan begitu juga mereka dapat memastikan tidak ada lagi pengemudi yang menentukan tarif semau-maunya dan mencoreng nama perusahaan.

Dengan kesemua pihak berbenah, diharapkan terjadi persaingan yang sehat dan bertarung secara adil dengan aturan main yang adil. Pada akhirnya, penumpang akan mendapatkan angkutan yang mudah, murah, dan nyaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun