Mohon tunggu...
bunda putri
bunda putri Mohon Tunggu... wiraswasta -

Blessed and created by Allah SWT

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

mama harusnya kau ibu ku

27 Februari 2015   02:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:27 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dasaaaarrrr l*n*e!! Menyesal aku melahirkanmu..dasar "mentah" ga bisa apa-apa..MINGGAT SANAA!! Klo perlu jadi l*n*e dijalanan"  "Prakk..bugh..bugh"......
Malam yang cukup gerah disini,cukup buatku gelisah ga bisa tidur..padahal sudah 2 minggu aku tidak nyaman tidur,terkadang sehari hanya 1 atau 2 jam saja. Yang membuatku gelisah karena suara-suara teriakan menyayat itu terus-terusan menyanyi riang dikepala. Entah mengapa suara teriakan itu terdengar lantang lagi dikepalaku. Sudah lama suara itu mengecil dan ingin sekali ku hapuskan dari kepalaku, namun lebih tepatnya dihatiku. Kejadian sesungguhnya sudah lama sekali bahkan bekas kuka ditubuhku saja sudah tidak bersisa lagi.
Dua puluh satu tahun yang lalu..aku adalah gadis biasa dengan kepandaian yang biasa dengan fisik yang juga tidak istimewa, yang hidup di desa tepi kota yang tidak banyak menjadi perhatian. Tidak ada yang menonjol dari ku, semua dalam batas standard.
Hari itu bukanlah hari yang istimewa bagi kebanyakan anak seusia ku. Aku pergi ke sekolah tak jauh dari rumah. Semua tampak normal hari itu. Sampai di pulang sekolah aku harus bersiap-siap pergi bermain seperti biasanya. Tepatnya aku sangat lupa siapa pembawa berita itu "papa kamu kecelakaan..masuk kebawa truk". Jujur aku tak begitu paham dengan berita itu. Perasaanku pun tidak terjadi ledakan apa-apa. Yang aku tau si iyem (asisten rumah tanggaku) menangis. Aku tidak begitu tau kenapa si iyem menangis sambil menggandengku dan menggendong adekku yang sedang disuapin. Ku tanya kenapa iyem nangis "papa kecelakaan nduk, sama mama juga. Adekmu masih kecil" masih dalam bingung aku jawab "kenapa? Papa juga pernah kecelakaan sebelumnya" pembantuku diam tak banyak menghiraukan bingungku, mungkin dia berpikir aku tau apa.
Waktu berlalu berhari-hari. Banyak kejadian di rumah sakit. Mulai dari operasi papa yang berjalab 2 jam 15 menit. Bertemu dengan supir truk penabrak. Banyak lagi yang lainnya. Yang jujur saja aku tidak tau semua runutan itu. Perasaanku mulai timbul rasa tidak nyaman. Rasa sesak didalam dada yang lokasi tepatnya aku tidak bisa tunjukkan dengan tepat, tapi aku masih bisa bernafas dengan lega, rasa ini bukan seperti rasa sesak ketika asmaku kambuh, tapi sesak ini bisa membuat mataku berkaca-kaca dan dada ku terasa berat. Ku lihat papaku tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan buat ke kamar mandi harus ditemani, berjalan harus dibopong, sudah tudak bisa mengendong dan bermain bersama ku. Terkadang ku melihatnya menangis di tengah malam di sela-sela terpejamnya mataku. Aku pun tak tau pasti apa yang dirasakannya mungkin menahan sakit dikakinya yang baru saja dioperasi atau ditangannya yang tidak bisa digerakkan seperti normal karena mengalami kecelakaan setahun lalu. Malam ini sengaja aku tidak menanyakannya kenapa, karena beberapa kali aku pergoki hal serupa terjadi selalu dengan buru-buru papa selalu mengelap air matanya dan bilang kalau kaki nya sedikit kram, jasa pijitankupun sering ditolaknya. Buat malam ini akupun tidak menanyakannya lagi sambil menunggu papaku meminta bantuan pijitanku. Sepertinya sudah melewati beberapa jam dan tidak ada panggilan apapun, terkadang aku jg sempat beberapa kali tertidur menunggu panggilan.
Setelah banyak peristiwa papaku sudah tidak banyak bekerja seperti dulu yang sering keluar kota. Yang dahulu terkadang aku hanya bisa melihatnya ditelevisi saja. Sekarang papa sering dirumah, dan mamaku yang mulai bekerja lebih giat. Aku tidak banyak terpengaruh dengan peristiwa-peristiwa semacam itu, toh dari dulu aku anak yang mandiri dan aku biasa ditinggal dirumah dengan pembantu atau tinggal sendiri berdua dengan adekku saja. Yang kusadari karir mamaku makin naik. Sapaan manjaku untuk bercerita hal "lucu" hari ini sudah tidak menarik lagi baginya, teguran salamku pun sudah sering dapat bentakan "sudah..sana..sana..pergi sana sumpek mama..jangan ganggu mama..mama lagi sibuk sama laporan" pertama kali mendapat sikap seperti itu aku merasa sebel, sesak, dan kecewa. Beberapa kali sikap ketus mamaku itu menimbulkan rasa goresan sakit di dalam dada yang bisa menyebabkan dadaku terasa sesak dan mataku berkaca-kaca. Pernah papaku menegur sikap mama terhadapku yang ada mereka selalu beradu mulut yang membuat aku semakin tidak suka dengan keadaan seperti ini. Aku pun memutuskan tidak akan banyak mengganggu mamaku dalam hal apapun. Aku pun memberi ruang bagi mama untuk "menikmati" pekerjaannya. Dan akupun selalu belajar menjadi anak yang "manis" seperti papaku bilang dengan tidak banyak menggaggu mamaku dan tidak meminta-minta ke mama, papa bilang mama capek bekerja. Yaaah..bahkan pemasangan bet (emblem) sekolahku atau rok sekolahku yg sobek klo ga minta tolong iyem, beberapa kali papa yang menjahitkannya untukku.
Bangunan rumahku bertambah besar. Vespa yang dulu jadi idola, sekarang sudah digantikan motor bebek keluaran terbaru. Dirumah juga ada beberapa lembar foto mobil entah yang mana yang akan jadi milik kami. tapi mama pulangnya semakin larut, bahkan sampai dini hari. Meski ku tidak paham betul, aku selalu bisa menangkap raut gelisah diwajah papaku karena sudah 4 hari ini mama pulang larut dan hari ini sampai dini hari. Aku tau papa dan mama ku sudah 5 hari ini tidak saling menyapa. Jam di dinding menunjukkan pukul 03.15 wib suara motor mamaku mulai terdengar. Papaku pun langsung bergegas turun dari dipan tidur kami. Segera membuka pintu, sesaat keadaan malam yang hening pun jadi mencekam karena papa dan mamaku saling berteriak. Yang tertangkap telingaku adalah suara papa yang menanyakan kemana saja sampai pulang larut. Dan balasan teriakan dari mama yg meminta agar papa tak banyak ikut campur urusannya. Banyak lagi kata-kata yang membuat air mataku deras mengalir di pipiku dan dalam kepalaku selalu memohon agar mamaku tak lagi berkata kasar seperti itu ke papa. Berdoa agar mama kerja saja tidak usah pulang kerumah. Air mataku segera ku usap dibantal, papaku memelukku dari belakang dan mencium puncak kepalaku. Suasana nyaman ini tak ingin ku menukarnya. Tak lama kurasakan suasana nyaman ini tiba-tiba ada suara teriakan lagi dari belakangku."ku bunuh anak ini aku ga butuh anak" teriakan yang ga asing lagi dari mana sumbernya "lampiaskan di aku saja..anak ini ga tau apa-apa" suara lirih papaku sambil merenggangkan pelukannya dan tak lama lagi nyaman pelukan itu pergi dariku. "Bugh..bughh..prak..bugh.." suara pukulan itu ga membuatku punya keberanian buat menoleh kebelakang apalagi sampai berteriak. Aku tidak pernah melihat kejadian sesungguhnya terjadi dibalik punggungku. Aku ketakutan sangat, air mata tak henti-hentinya membuat genangan di bantal kapuk itu. Cuma tembok berwarna krem dan tulisan arab berlatar hitam yang aku tidak tau bacanya dan artinya yang berani ku tatap, dan guling kapuk yang kempes yang berani buat ku remas menahan rasa pedih dan sesak yang aku tak tau itu di organ tubuh bagian apa dia bersumber. "Uuh..uuh..aah.."  lirih sekali bahkan hampir tak terdengar suara rintihan dari papa. Suara itu tak asing karena suara itu yang biasanya ku gunakan ketika aku menahan rasa sakit. Kemudian suasana jadi hening tidak lagi aku dengar suara pukulan dan rintihan. Ku dengar suara tempat tidur yang diberi beban dari dipan sebelah. Tak lama dipan ku pun berbunyi sama dan ku bisa pastikan papaku tidur terlentang disampingku. Sungguh nyaliku masih ciut untuk membalikkan posisi tidurku apalagi mendekap dan menanyakan keadaan papa saat ini. Ku biarkan air mataku membimbingku buat tertidur lagi.
Kuingat saat itu aku kelas 5 SD hari selasa. Pulang kerumah dengan senang karena hari ini mama masih diluar kota. Papa belum datang dari kantor, rutinitas kujalankan seperti biasa, masak air buat termos, air kulkas (kami tidak mengkonsumsi air kemasan saat itu, air dingin dalam kulkas didapat dari air matang yang di masak lebih dulu dan di dinginkan sampai suhu ruang baru kemudian dimasukkan ke botol kaca dan di simpan di kulkas), masak nasi dan beres-beres rumah. Dirumah sudah tidak ada pembantu lagi, terkadang ada nenek atau tante yang "membantu"..iyaa membantu mama. Disaat ada nenek dan tante-tante, disaat itulah aku harus rela terbantu dan harus rela menahan lapar karena jatah makanku yang dibatasi. Atau aku harus rela beberapa barangku yang tiba-tiba raib entah kemana perginya. Bahkan beberapa uang receh yang sudah berhari-hari ku tabung dari sisa uang sakuku harus rela ikut raib dan mimpiku membeli es campur dan pecel lele harus aku simpan dulu. Kembali ke hari selasa yang biasa, dan akan menjadi luar biasa karena aku mendapat kabar kalo hari ini mama pulang. Sangat luar biasa karena jika aku mendapat kabar itu seperti mendapatkan ancaman todongan pistol dikepalaku dengan peluru didalamnya. Yaah..sedahsyat itu memang kabar kepulangan mama buatku, yang seharusnya kabar bahagia bagi anak seusiaku yang sudah seminggu (mungkin lebih) bahkan akhir pekan yang tidak bertemu dengan mamanya. Buat aku itu salah satu kabar duka karena aku harus merelakan tubuhku buat dipukul (dengan sabuk, gagang sapu, bahkan lemparan pisau kalo nasib sedang "baik") dengan kesalahan yang terkadang tidak aku tau. Dan harus relakan telinga ini buat mendengarkan dendangan nyanyian bak penyanyi rock dunia, sesungguhnya bukan karena volumenya, melainkan arti makna dari kata-kata yang keluar dari mulut seorang mama..yaa mama..dia adalah ibu yang sudah Tuhan gariskan untukku. Ibu (yang seharusnya) adalah malaikat bagiku, yaa Tuhan menciptakan malaikat dengan definisi lain bagi ku. Mungkin bukan malaikat "guardian angel" malaikatpun ada yang bertindak sebagai pencabut nyawa.
Sebagai anak usia 10 tahun, sebenarnya aku bukan anak yang terlalu bodoh. Yaah..paling tidak aku tidak terlalu bodoh untuk dibodohi orang dewasa. Hari dimana aku tidak terlalu ingat tepatnya yang aku ingat hari itu mama baik banget sama aku, yaa baik banget!! Tiba-tiba aku dan adekku diajak ke pasar malam yang ku impi2kan (ini bukan akhir pekan dan bukan liburan sekolah). Seperti tahun kabisat yang datangnya sesekali seperti ini yang aku rasakan. Senang banget, bingung dan sedikiiit curiga. Papaku sedang keluar kota saat itu (kerja papaku sudah pulih seperti sebelumnya tapi kerjaan diluar kota papa tidak seperti dulu lagi, kegiatan keluar kota hanya sesekali dijalani dan tidak akan melewatkan akhir pekan tanpa aku dan adikku). Sesudah kami semua rapi tiba-tiba mama bilang kalo kepalanya pusing dan sepertinya tidak bisa ke pasar malam. Widiiih..kecewa banget pastinya aku dan adek. Untung saat itu pembantu ku (sebut saja iyem) bisa di mintain tolong mama ku yang sedang baik dan sakit untuk mengantar aku dan adikku di pasar malam. "Yem..anak-anak antarkan ke g***ar yaa naek becak langganan belikan apa saja dan naikkan apa saja yang mereka mau dan becaknya biar dibayar dirumah jadi uang itu buat disana. Pulangnya jam 10 yaa" sambil menyodorkan uang 15ribu rupiah (saat itu uang 15ribu itu uang yang sangat banyak) "tapi sebelumnya jemput dr.*xxxx* dulu ya di a***a". Belum sempat ku bertanya  apa-apa untung mama sudah menjelaskan bahwa mama butuh dokter untuk menyembuhkan sakit kepalanya. Iyem pergi naik motor bebek ke tempat pak dokter "pesanan" mamaku. Entah kenapa mama sempat memperbaiki riasan biasanya dibuat sedikit lebih tebal dengan polesan lipstick lebih menyala. Pak dokter tiba, dan mama sekarang sudah merasa aman (pastinya) dengan dokter yang sangat baik dan sangat berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya yang sampai mau dipanggil oleh pasien sakit kepala. Aku, adek dan iyem pergi naik becak langganan yang kebetulan kita pergi bersamaan tetangga sebelah yang kakak paling tuanya seusia iyem dan adeknya tepat seusiaku yang juga kebetulan adalah teman sekolahku. Kita menuju lokasi yang sama. Namun perasaan, isi otak dan senyumku tak sama karena meninggalkan mama yang sedang sakit dan di"rawat" dengan dokter dirumah, apalagi dengan kejadian kemaren, iyaa..tepat sehari kemaren dan dengan dokter yang sama. Jika ingat kejadian kemarin saat rutinitas belajar sudah usai, adalah waktu yang kutunggu-tunggu bermain dilapangan sebelah rumah. Permainan yang sedang trend saat itu adalah bekejar-kejaran, berlarian yang membuat ku berkeringat memicu rasa haus yang teramat di tenggorokan. Yang kubutuhkan adalah air dingin dari botol kaca dalam kulkas dirumah. Tujuanku adalah rumah ku yang hanya beberapa langkah lariku pasti sudah sampai. Tapi niatku menikmati air es impianku sedikit terhambat karena cengkraman tangan iyem dilenganku yang memaksaku tidak boleh pulang kerumah karena "ada tamunya mama, dan tamunya mama itu dokter lho" nadanya menakutiku. "Lhoo..emang kenapa??" Sambil kutarik lenganku dari genggaman iyem. Sambil lari mengejarku yang berhasil meloloskan diri "nanti ga sopan..mengganggu" teriak iyem dibelakangku. Akupun berhasil sampai dihalaman rumahku (rumahku jaman dulu tidak ada pagar besi yang tergembok hanya pagar tembok tanpa pintu) iyempun berhasil menarik bajuku, akupun berkelit dari "genggaman" iyem. Aku mengendap-endap menuju pintu samping yang diikuti iyem dibelakangku(rumahku ada halaman disamping yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu sempit untuk di lalui 3 orang dewasa. Halaman ini adalah akses alternatif menuju pintu belakang selain pintu utama) tujuanku adalah mengambil air es melalui pintu belakang karena jika belum terlalu larut pintu belakang pasti masih terbuka lebar. Pemandangan yang sangat membuat guncangan di dalam dadaku dibalik pintu utama yang terbuka (pintu utama terletak disamping yang dapat dilihat jika memasuki halaman samping rumah dan tidak akan terlihat dari jalanan gang desa) ku berhenti untuk sejenak tertegun dan "menikmati" pemandangan bibir mama sedang di "makan" oleh pak dokter itu tapi kulihat tangan mama malah memeluk erat tubuh dokter itu sedang tangan dokter itu sedang diatas dada mama, entah tangan yang satu lagi berada dimana. Tiba-tiba saja iyem merusak "penelitianku" dengan menggendongku menuju pintu belakang. Sambil memelukku erat iyem bilang " mbak (panggilanku dari iyem) ga liat apa-apa kan?" Aku menggeleng kepala tanda bahwa aku melihatnya "mama mungkin khikaf. Eeh..mungkin sakit gigi, atau sariawan jadi pak dokter nyembuhin mama, mbak jangan bilang papa yaa..kasian papa" iyem merajuk sambil memeluk erat tubuhku. Akupun memberontak dari pelukannya dan melarikan diri lagi "aku bilang papa..pokoknya aku bilang" teriakku sambil berlari menuju kulkas yang sejak awal menjadi target utamaku pulang kerumah..kubuka pintu kulkas dan iyem yg sudah dengan sigap membawa gelas kecil kosong ditangannya, yang langsung disodorkan untuk kuisi air dingin. Saat sedang meneguk air es dalam gelas kulihat sosok tinggi di depanku yang sangat harum dan tidak asing baunya bagiku. "Lho kamu kok pulang" tanya mama "ini bu..mbak mau minum..barusan saja kok" jawab iyem. "Kalian lewat mana?" Tanya mama "lewat pintu belakang bu..ini mbak mau maen lagi" jawab iyem lagi sambil menarik lenganku. "Ga kok..aku mau tidur depan tivi" elakku mengibaskan tangan iyem. Pak dokter yang tidak ingin kukenal itu menyodorkan tangannya mengakrabkan diri. Sebagai anak baik aku pun bersikap santun ke tamu yang sudah tidak santun dirumahku.
Aku harus terbangun jam 2 pagi dini hari karena besok mama akan pulang. "Mau kemana?" Tanya papa "mau beresin rumah pa..besok kan mama pulang" jawabku. Mata yang berat tak menyurutkan niatku mengambil 2 ember kosong yang segera kuisi air kran di keduanya dan menambahnya sedikit dengan sabun cuci piring disalah satu ember. 3 lap sudah aku siapkan untuk menghadapi "peperangan" ku dan aku sudah sangat ahli dibidang ini. Rumah sudah ku "cuci" bersih bahkan setiap celah sempit yang hanya bisa dilewati semutpun sudah bersih. Mama pulang dengan wajah tidak bersahabat yang sangat aku kenali. Harum aroma parfumnya tetap membuatku bergidik. "P***iiiiiiiiii......." teriakan yang selalu berhasil membuatku ketakutan yang teramat sangat dan membuat leherku siap tergantung. Aku sudah dapat pastikan dan kepastianku selalu benar setelah teriakan itu pasti ada runutan kejadian yang harus aku hadapi berikutnya. Tendangan, pukulan dengan sabuk dan cacian bahkan sumpah serapah adalah makanan yang siap ku santap ketika mama pulang. Seperti biasa kejadian seperti ini bagaikan kuis dimana aku selalu menebak-nebak kesalahan apalagi kali ini yang "terungkap". Biasanya karena beberapa "lubang semut" yang tidak bersih, namun kali ini aku merasa seluruh rumah sudah sempurna. Aku sangat menyadari yang mamw butuhkan ketika pulang bukanlah sapa sayang dari ku, mama hanya butuh tubuh hidupku dan telingaku agar bisa dijadikan pelampiasan rasa "sayang" nya, yang sejujurny aku tidak tau pasti kesalahan apa yang aku perbuat, alasannya hanya karena aku anak yang nakal dan pembawa sial beda dengan adikku. Yaa..mama sangat sayang dengan adik laki-laki ku. Menurut mama dia anak penurut, membanggakan dan pembawa keberuntungan baginya. Aku tidak bisa menilai secara akurat, yang aku tau adik laki-laki ku suka menangis dan suka meminta dibelikan mainan yang tidak mungkin ku lakukan ke mama. Jangankan meminta mainan bahkan seragam atau buku saja sudah tak ada nyali buatku untuk merajuk meminta itu kecuali ke papa. Setiap hari aku hanya bermain tebak-tebakan dengan otakku "hari ini aku di pukul/tendang/cacian karena apa lagi yaa?", jika mama dirumah, jujur aku tidak menemukan kenyamanan ketika ada mama dirumah. Suatu ketika lemparan pisau melayang ke arahku bagai pisau magician Dedy Corbuzier, yang sempat ku hindari jatuh tepat hampir mengenai kepalaku (mungkin Tuhan masih memberiku keberuntungan) hanya karena irisan mangga yang ku sajikan salah. Tendangan maut bak satria baja hitampun pernah kurasakan tepat dipinggang kananku karena aku memasak telur ceplok setengah matang. Papa pernah bersimpuh dan bersujud dihadapan mama karena perlakuan mama ke aku, setelah itu papa memukul paha ku dengan gagang sapu sampai terputus, sambil menangis "lebih baik kamu mati ditanganku nak" pinta papa. Akupun memohon ampun karena rasa sakitku. Setiap ada mama dirumah aku akan merelakan tubuh ini dirajam tanpa arah dan ku harus relakan telinga dan hati ini demi cacian-cacian yang sesungguhnya aku tidak tau pasti kenakalanku sampai aku berhak nendapat perlakuan yang sangat menyakitiku.
Usia ABG adalah usia pencarian jati diri bagi remaja, buatku usia ini adalah usia kesakitan yang tak jelas bagiku. Ku ingat usia papa 40  tahun saat itu karena perayaan usia baru papa itu ku lewati di RS. Umum di S*****ya untuk menjalani rutinitas cuci darah setiap 3 harinya. Sudah 4 bulan papa sakit beberapa saat lalu papa harus opname selama 1 bulan lebih di rumah sakit ini. Papa terkena gagal ginjal. Kedua ginjalnya tidak berfungsi lagi. Papa adalah seorang laki-laki besar dan gemuk, berat badannya 95kg. Namun berat tubuhnya merosot drastis 2bulan terakhir sebelum vonis gagal ginjal dari dokter. Kaki nya membengkak, beberapa saat lalu mengeluhkan sesak nafas, dan sebelum opname sudah 1 minggu dirumah tidak bisa bekerja. Nafasnya terlihat tidak sinkron jika hembusan nafas 1x perut terlihat kembang kempis 2x putaran (setelah menjadi dokter ku tau itu tipe kussmaul). Sakit papa adalah rasa "sakit" ku juga, selain aku tak sanggup melihat keadaan papa saat ini, ada peristiwa yang membuatku jauh lebih sakit dan merajam perasaanku. Jam pulang menunggu papa di rumah sakit sudah tiba (dihari sekolah aku dirumah sakit dari pulang sekolah sampai jam 10/11 malam dan dijemput mama untuk pulang kerumah, jika akhir pekan aku dibolehkan menginap atau pulang jam 12 lebih) mama menjemputku seperti biasa, ketika keluar ruangan inap ada yang tak biasa, saat ini mama menjemputku dengan teman laki-laki nya. Tak ada rasa penasaran atau ingin tahu siapa dia, diperjalanan pulang mama mengenalkannya sebagai "om f***a" temannya. Tak kuberikan reaksi apapun dari perkenalan itu. Tiba dirumah pun seperti biasa, mama menerima "tamu laki-lakinya" sampai larut setauku dan entah mengapa lampu ruang tamu digelapkan untuk penyambutannya, aku malas menduga dan berpikir cerdik saat ini, aku hanya butuh kesembuhan papa saat itu. Kejadian luar biasa terjadi ketika akhir pekan datang, karena si om meminta ijin menginap dirumah dan tidur di sofa depan tivi depan kamar mama. Aku malas ribut dan berdebat dengan atau tanpa jawabanku pun jika mama sudah memutuskan sudah dapat dipastikan jawabannya, yang ternyata "ijin inap" tidak berlaku 1 malam. Sudah 3 malam si om tidur di sofa, kasak-kusuk dari beberapa saudarapun mulai ku dengar. Aku malas bereaksi apapun, tooh..dengan reaksiku pasti yang ada hanya keributan. Aku ga mau ribut, kasian papa yang tidak bisa konsen dengan kesembuhannya, tooh minggu depan papa pulang. Kepulangan papa diundur 1 minggu lagi yang entah kenapa alasannya. Aku tak butuh alasan medis tapi penundaan kepulangan papa juga berujung pada perpanjangan "ijin inap" si om.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun