Mohon tunggu...
LOVINA
LOVINA Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis butuh tahu dan berani

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hilang Marwah Pengadilan Negeri Batam Sebab Putusan Hakim Praperadilan Tak Penuhi Rasa Keadilan

10 November 2023   22:00 Diperbarui: 11 November 2023   08:41 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menolak permohonan praperadilan Thomas untuk seluruhnya berarti bahwa penetapan tersangka atas nama Thomas tetap sah, yang didasarkan hakim atas dua alat bukti yang juga dianggap sah, yaitu laporan polisi Nomor LP-A/39/IX/2023/SPKT Satreskrim/Polresta Barelang/Polda Kepulauan Riau tentang dugaan tindak pidana "melawan petugas yang sedang bertugas" diterbitkan tanggal 11 September 2023 pukul 22.23 WIB, serta surat hasil visum et repertum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Bhayangkara Batam. 

Khusus hasil visum, Hakim Edy Sameaputty menambahkan dalam pertimbangan putusannya, "Hasil visum yang keluar tanggal 5 Oktober 2023 hanya kesalahan pengetikan, yang penting ada permintaan visum dan sudah disahkan oleh ahli forensik." Permintaan visum dan pengesahan ahli forensik itu menjadi landasan Edy menyatakan bahwa surat hasil visum sah sehingga secara keseluruhan penetapan tersangka pun sah karena sudah memenuhi dua alat bukti yang sah, yaitu laporan polisi dan hasil visum et repertum. 

Sebaliknya, kuasa hukum pemohon Thomas, yang disampaikan dalam kesimpulan sidang praperadilan pada 3 November 2023, menyatakan bahwa hasil visum tidak sah karena baru keluar pada 5 Oktober 2023 atau 24 hari setelah Thomas ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik juga tidak memiliki alat bukti lain dalam menetapkan Thomas sebagai tersangka, yang menyebabkan penetapan tersangka tersebut menjadi tidak sah. Sebenarnya, alat bukti surat berupa hasil visum itu bisa saja tetap sah asalkan penyidik memiliki alat bukti lain untuk menjerat Thomas sebagai tersangka. 

Sesuai ketentuan KUHAP, seseorang dapat dijadikan sebagai tersangka apabila ia diduga sebagai pelaku tindak pidana berdasarkan bukti permulaan (Pasal 1 angka 14). Sementara itu, frasa bukti permulaan yang dimaksud dalam KUHAP adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP (Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014). Lebih lengkap, alat bukti yang sah, yang dimuat dalam Pasal 184 KUHAP, terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. 

Dengan demikian, apabila mengacu pada ketentuan KUHAP dan Putusan MK di atas, Thomas sah sebagai tersangka apabila penyidik memiliki minimal dua alat bukti yang sah. Hakim Edy Sameaputty, melalui putusannya, menyatakan bahwa penyidik sudah memiliki dua alat bukti yang sah, yaitu surat hasil visum dan laporan polisi. Visum merupakan hasil pemeriksaan terhadap korban polisi yang bertugas yang mengalami luka-luka akibat penyerangan tersangka, sedangkan laporan polisi yang dimaksud adalah keterangan dari polisi penangkap yang kemudian dituangkan ke dalam bentuk laporan bahwa benar ia melakukan penangkapan terhadap Thomas dan memiliki bukti bahwa Thomas melakukan penyerangan terhadap korban.

Di sisi lain, kuasa hukum Thomas menyatakan bahwa penyidik tidak memiliki alat bukti yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang sah, dalam menjerat Thomas sebagai tersangka. Selain hasil visum yang baru keluar 24 hari setelah penetapan tersangka, pemeriksaan polisi penangkap sebagai saksi dilakukan antara 12-13 September 2023, kemudian saksi fakta dari Satpol PP maupun Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam diperiksa antara 15-16 September 2023, serta saksi korban diperiksa pada periode 15-19 September 2023. "Yang jadi permasalahan adalah semua saksi baru diperiksa setelah pemohon ditetapkan sebagai tersangka, yaitu 11 September 2023," kata seorang kuasa hukum tersangka. Sementara itu, untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka dibutuhkan minimal dua alat bukti yang sah, "jadi penetapan tersangka ini didasarkan pada alat bukti apa, karena semua saksi baru diperiksa paling cepat sehari setelah penetapan tersangka, yaitu 11 September 2023," cecar kuasa hukum Thomas lagi.  

Apabila merujuk pada bukti-bukti mengenai tanggal penyampaian keterangan saksi pelapor, saksi fakta, dan saksi korban yang disampaikan oleh termohon/penyidik pada sidang praperadilan dengan agenda pembuktian tanggal 2 November 2023, memang keterangan saksi-saksi tersebut tidak dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti yang sah dalam menetapkan Thomas sebagai tersangka karena tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP maupun Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014. 

Alat bukti lain yang juga terungkap sepanjang sidang praperadilan kasus Rempang adalah keterangan ahli, terdiri dari ahli forensik dr. Indra Faisal, M.H., Sp.FM dan ahli pidana Dr. Alwan Hadiyanto, S.H., M.H. Akan tetapi, hampir serupa dengan pemeriksaan semua saksi, pemeriksaan terhadap kedua ahli tersebut juga dilakukan pasca Thomas ditetapkan sebagai tersangka, yaitu ahli forensik pada 23 Oktober 2023 dan ahli pidana pada 25 Oktober 2023. Kedua ahli ini bahkan baru dimintai keterangan oleh penyidik setelah tersangka Thomas, lewat kuasa hukumnya, mendaftarkan gugatan praperadilan di PN Batam guna menguji keabsahan penetapan status tersangkanya pada 19 Oktober 2023. Hal itu membuat keterangan ahli pun tidak dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti yang sah untuk menjerat Thomas sebagai tersangka karena pemeriksaan ahli tersebut baru dilakukan 1,5 bulan setelah Thomas ditetapkan sebagai tersangka. 

Dengan demikian, dari bukti-bukti yang disampaikan di depan sidang praperadilan PN Batam dalam menguji keabsahan status tersangka para pemohon, tidak ada satupun alat bukti yang sah yang dapat menjerat para tersangka. Lebih penting lagi, fakta ini tidak hanya berlaku untuk Thomas, namun juga kedua puluh sembilan tersangka lainnya. Dengan kata lain, keputusan hakim Edy Sameaputty yang menolak praperadilan pemohon merupakan keputusan yang keliru, setidaknya berdasarkan bukti-bukti yang terungkap di persidangan, dan kekeliruan yang sama juga dilakukan oleh hakim Sapri Tarigan dan Yudith Wirawan. ***

Tim kuasa hukum 30 tersangka praperadilan menguji penetapan sah atau tidaknya tersangka di PN Batam, 31 Oktober-6 November 2023.
Tim kuasa hukum 30 tersangka praperadilan menguji penetapan sah atau tidaknya tersangka di PN Batam, 31 Oktober-6 November 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun