Mohon tunggu...
LOV
LOV Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis butuh tahu dan berani

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Warga Menolak Relokasi: Sampai Mati pun Tak Akan Saya Keluar dari Rumah Ini

7 Oktober 2023   00:00 Diperbarui: 7 Oktober 2023   11:41 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Posko Solidaritas Nasional untuk Rempang Kampung Pasir Panjang

Ya Robbi Sholli ala Muhammad, Ya Robbi Sholli alaihi wasallim,

Bapak-bapak berpakaian koko dan ibu-ibu berhijab yang sebagian merangkul anak-anaknya sambil berdiri melantunkan bagian bait Sholawat Nabi Muhammad SAW di Masjid Nurul Huda, Kampung Sembulang Hulu, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Provinsi Kepulauan Riau, Minggu malam, 1 Oktober 2023, sekitar pukul 20.30 WIB.

Kemudian, mereka serempak berada dalam posisi menengadahkan tangan sambil memejamkan mata dengan khidmat ketika melantunkan lirik, "Ya Rasulullah salamun alaik, ya rofi'asy-syani wad daroji," lalu menggoyangkan kecil tubuhnya ke kiri dan ke kanan saat memasuki bait, "Shollallahu ala Muhammad, shallallahu 'alaihi wassalam, Ya habib salam 'alayka, shalawatullah 'alayka, Ya nabi salam 'alaika, Ya Rosul salam 'alaika." 

Mereka pun duduk kembali setelah 20 menitan mendendangkan sholawat dalam rangka peringatan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW. Acara dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua RT 001 Sembulang Hulu. Ia menyampaikan sambutan yang menyinggung permasalahan yang tengah terjadi di Kampung Sembulang Hulu. "Pening kita menghadapi masalah di kampung kita," katanya.

Masalah yang disinggung pada acara sambutan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tersebut menyangkut konflik lahan di Pulau Rempang yang terjadi akibat rencana pemerintah membangun kawasan investasi terpadu Rempang Eco-City yang menggusur pemukiman warga di Pulau Rempang dan Galang, termasuk Kampung Sembulang Hulu, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, yang menjadi tempat bermukim seluruh warga yang menghadiri acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Nurul Huda pada 1 Oktober 2023 tersebut. 

Pada malam itu, di pelataran Masjid Nurul Huda, di antara sekelompok ibu-ibu yang menyiapkan dan memberikan penganan khas Melayu, terlontar kalimat pilu seorang ibu usia 60-an tahun kepada saya, "Sila cuba, Nak. Maaf, ini saja yang kita ada, baru bisa berkumpul lagi selepas kejadian tu (Silahkan dicoba, Nak. Maaf, ini saja kita yang punya, baru bisa berkumpul kembali setelah kejadian itu -- peristiwa 7 September).

***

Keriuhan ibu-ibu menyiapkan makanan terjadi pula di Dapur Umum Posko Bantuan Hukum Solidaritas Nasional Untuk Rempang di Kampung Pasir Panjang, Kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang, Provinsi Kepulauan Riau, jelang waktu makan siang, Senin, 2 Oktober 2023. "Ya, begini lah kondisi kami. Setiap hari ada piket, memasak dan menyediakan makanan untuk posko," kata Ibu Mur, seorang ibu usia 40-an yang bertugas memasak pagi itu, bersama empat ibu lainnya.

Dapur umum posko Kampung Pasir Panjang tempat ibu-ibu memasak makanan
Dapur umum posko Kampung Pasir Panjang tempat ibu-ibu memasak makanan

Sambil memasak, Ibu Mur bersama Ibu Ita, Ibu Da'an, dan Ibu RW 002 Kampung Pasir Panjang, Kelurahan Rempang Cate, bercerita kondisi terkini yang terjadi di kampung mereka. "Walaupun banyak sumbangan yang datang, kami tetap terpaksa memasak, karena tidak ada yang menyumbangkan lauk untuk hidangan, ikan, sayur, makanan khas Melayu lah," cerita Ibu Ita. Setiap pagi, mereka membeli ikan dan bumbu-bumbu untuk memasak. "Subuh pergi pasar, beli ikan, rempah (bumbu), bawang, cabe, sampai sini pukul 7 pagi, menyiang, memasak, jam 12 makan lah siapa yang ada di sini. Makanannya begini. Kami sedang masak sayur acar sama ikan peda ini," sambung Ibu Da'an. 

"Ya, bergantian lah, ada piketnya, kan. Kami masih menerima sumbangan, selagi tak perlu tanda tangan, kami terima saja. Tapi kalau pakai tanda tangan, langsung kami tolak. Takut kami, tak jelas dari siapa-siapa. Rata-rata sumbangan ada minyak, gula, indomie, tak ada bumbu, ikan, jadi kami tetap pungut ke warga, 5000 rupiah setiap 2 hari, untuk beli lauk di pasar, buat makan di sini," kata Ibu RW 002 Kampung Pasir Panjang.

Posko Solidaritas Nasional untuk Rempang Kampung Pasir Panjang
Posko Solidaritas Nasional untuk Rempang Kampung Pasir Panjang

Dapur Umum dan Posko Bantuan Hukum Solidaritas Nasional Untuk Rempang di Kampung Pasir Panjang berdiri sekitar dua minggu lalu, tepatnya 22 September 2023. Letaknya tepat di rumah pertama jalan masuk ke kampung yang ditandai dengan portal kayu untuk memantau keluar-masuk kendaraan. Selain spanduk ukuran 4 x 2,8 meter berlatar hitam dengan gambar peta Pulau Rempang yang bertuliskan "Posko Bantuan Hukum Solidaritas Nasional untuk Rempang" dan dibubuhi nama-nama 10 lembaga pemberi bantuan hukum untuk masyarakat Rempang, penanda lainnya adalah terpal putih besar yang dipancang kayu dengan belasan kursi hijau sebagai tempat duduk, berkumpul, dan berjaga warga. 

Ada pula meja biliar sebagai hiburan warga di malam hari yang berfungsi pula sebagai meja makan pada siang hari. Di samping pintu masuk rumah, tertempel daftar piket jaga posko dengan nama-nama sekitar 60-an warga yang bergantian piket sejak hari Senin hingga Minggu. Tak lupa pula daftar pemasukan dan pengeluaran posko bantuan hukum Pasir Panjang yang terdiri dari daftar uang masuk, uang keluar, dan sisa saldo sepanjang bulan September 2023. "Ya, macam ni lah. Kami bekerjasama bangun tenda, bikin daftar piket, main biliar pada waktu malam, jaga sampai pagi. Karena rumah depan sini, setiap kali ada mobil lewat lepas tengah malam, kadang terjaga juga kita. Tidur tak tenang," kata pemilik rumah yang halaman rumahnya dijadikan posko bantuan hukum Solidaritas Nasional untuk Rempang. 

Daftar piket dan daftar uang pemasukan dan pengeluaran posko di Kampung Pasir Panjang
Daftar piket dan daftar uang pemasukan dan pengeluaran posko di Kampung Pasir Panjang

Posko tersebut merupakan posko bantuan hukum kedua bagi masyarakat di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Sehari sebelumnya, telah berdiri posko perdana yang serupa di Kampung Sembulang Hulu, Kelurahan Sembulang. Tujuan dibangun posko salah satunya memberikan dan memperluas jangkauan perlindungan bagi warga yang terdampak rencana relokasi proyek pembangunan Rempang Eco-City. "Saat ini sudah ada tujuh Posko Bantuan Hukum Solidaritas Nasional untuk Rempang di tujuh kampung berbeda," kata Andi Wijaya, Direktur YLBHI-LBH Pekanbaru sekaligus salah seorang kuasa hukum warga Pulau Rempang. 

Selain Sembulang Hulu dan Pasir Panjang, posko bantuan hukum lainnya berada di Kampung Pasir Merah (berdiri sejak 21 September 2023), Sei Buluh (berdiri sejak 25 September 2023), Monggak (berdiri sejak 25 September 2023), Blongkeng (berdiri sejak 26 September 2023), dan Tanjung Banon (berdiri sejak 30 September 2023). Selayaknya posko di kawasan konflik pada umumnya, selain memberikan perlindungan hukum bagi warga terdampak relokasi, ketujuh posko di tujuh kampung berbeda ini berfungsi pula sebagai posko kemanusiaan yang memberikan dan menerima bantuan, termasuk pula memberikan edukasi tentang hak-hak hukum warga serta trauma healing bagi anak-anak yang menjadi korban konflik. "Jadi posko ini sebagai wujud solidaritas juga lah, selain konsultasi hukum, kita pun menerima bantuan kemanusiaan, seperti barang-barang kebutuhan sehari-hari, intinya yang dapat meringankan beban masyarakat," lanjut Andi.

Dari pengamatan di lapangan selama tiga hari pada awal Oktober 2023, terlihat cukup gamblang bahwa fungsi posko yang sebenarnya lebih dari sekedar memberikan bantuan hukum atau pun bantuan kemanusiaan. Pendirian posko oleh Aliansi Solidaritas Nasional untuk Rempang yang terdiri dari 10 lembaga, antara lain Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), YLBHI-LBH Pekanbaru, Eksekutif Nasional Walhi, Eksekutif Daerah Walhi Riau, LBH Mawar Saron Batam, PBH Peradi Batam, PPMAN, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dan Trend Asia, dimaksudkan juga sebagai penanda bahwa kampung-kampung di Kecamatan Galang masih menolak relokasi atau pergeseran tempat bermukim mereka ke wilayah lain.

Hampir setiap warga yang ditemui menyatakan perasaan lega dan tenang setelah hadirnya Posko Bantuan Hukum Solidaritas Nasional untuk Rempang. "Mana mungkin kami tak cemas, keadaan benar-benar genting seminggu selepas 7 September tu, aparat berjaga di mana-mana, masuk rumah minta tanda tangan, kami tak nak (kami tidak mau), mereka pergi, tapi mereka datang lagi, kami tolak, mereka datang lagi. Itu kan namanya pemaksaan. Ini kampung kami, kami tinggal turun-temurun di sini. Nenek saya berumur lebih 100 tahun, kalau kami pindah, bagaimana kehidupan kami? Tapi dengan adanya posko ini, kami lebih tenang, sudah mulai bisa cari makan lagi," seloroh Ibu Da'an, warga Kampung Sembulang Hulu yang bertugas memasak pada 2 Oktober 2023 di Posko Sembulang Hulu. 

"Ya, anak-anak sudah bisa bermain seperti sekarang. Kalau kemarin tak dapat, begitu nampak orang berseragam, langsung lari, datang ke arah kami, takut. Sampai anak saya tanya, polisi itu jahat ya, Mak? Bagaimana lah saya mau jawab," timpal seorang ibu yang anaknya tengah main masak-masakan di belakang Posko Bantuan Hukum Solidaritas Nasional untuk Rempang Kampung Pasir Merah, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang. 

Spanduk masyarakat Kampung Pasir Merah menolak relokasi
Spanduk masyarakat Kampung Pasir Merah menolak relokasi

Secara umum sekolah-sekolah masih aktif, tiap pagi anak-anak berangkat sekolah dan pulang sekitar pukul 13.00 WIB diantar bus sekolah keliling kampung dan diberhentikan di depan rumah masing-masing. Seperti yang terjadi siang itu, Senin, 2 Oktober 2023, sebuah bus sekolah berhenti di depan Posko Bantuan Hukum Solidaritas Nasional untuk Rempang Kampung Pasir Panjang, Kelurahan Rempang Cate, dan menurunkan beberapa anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) . 

"Di sekolah kami, satu hari anak-anak tidak mau masuk sekolah, karena takut, sejak tembak gas air mata itu (peristiwa 7 September), sehingga sekolah pun tutup," kata seorang pegawai di SD Negeri 001 Kecamatan Galang. Melihat keengganan anak-anak masuk sekolah, perwakilan dari Dinas Pendidikan Batam datang ke sekolah memberikan himbauan sehingga guru-guru dan kepala sekolah terpaksa harus memaksa anak-anak masuk sekolah. "Setelah datang orang dinas, keesokan harinya, dari 300-an siswa kami, kurang dari 50 orang yang masuk sekolah," tambahnya. Saat ini, di SD Negeri 001 Kecamatan Galang tersebut sudah ada delapan anak yang pindah sekolah karena merasa tidak aman.

SD Negeri 002 Kecamatan Galang tempat Pak Wildan, guru ngaji anak-anak Kampung Pasir Panjang mengajar
SD Negeri 002 Kecamatan Galang tempat Pak Wildan, guru ngaji anak-anak Kampung Pasir Panjang mengajar

Di samping cerita anak-anak yang takut masuk sekolah pasca peristiwa 7 September, ada pula cerita dari Kampung Pasir Panjang mengenai anak-anak yang sudah tidak bisa belajar mengaji karena guru ngaji nya sudah pindah ke Batam. "Pak Wildan yang sudah 20 tahun menetap di sini, sudah seminggu meninggalkan rumahnya, karena takut, didesak untuk tanda tangan. Tapi dia tidak tanda tangan," kata Ibu RW 002 Kampung Pasir Panjang. "Kita paham juga, dia pegawai honorer, mengajar di SD sini (SD Negeri 002 Kecamatan Galang), sambil mengajar, sorenya mengajar anak-anak al-Quran. Kini anak-anak kami tidak bisa belajar ngaji lagi, sudah tak ada gurunya," timpal Ibu Mur, seorang warga Pasir Panjang. 

***

Seperti yang sudah banyak beredar di media, apa yang dialami sebagian warga Kampung Sembulang Hulu, Pasir Panjang, dan Pasir Merah di atas adalah penggambaran pasca peristiwa penolakan warga terhadap aktivitas pematokan tanah untuk melancarkan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City -- disebut Peristiwa 7 September. Proyek berskala internasional ini digarap oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) bersama perusahaan swasta PT Makmur Elok Graha (MEG). 

Berdasarkan laporan investigasi lapangan oleh Aliansi Solidaritas Nasional untuk Rempang berjudul Keadilan Timpang di Pulau Rempang yang dirilis pada 17 September 2023, dampak yang dialami warga dari penolakan aktivitas pematokan tanah dan relokasi demi memperlancar proyek Rempang Eco-City tersebut yaitu aparat dikerahkan dengan skala sangat besar ke kampung-kampung yang berimplikasi pada munculnya ketakutan di tengah masyarakat. Seminggu setelah peristiwa 7 September, setidaknya terdapat lima posko penjagaan di Pulau Rempang dengan jumlah 20-30 aparat gabungan di setiap posko. Ketakutan masyarakat bertambah karena aparat bersenjata lengkap rutin berpatroli di Pulau Rempang tanpa alasan jelas. Warga diminta untuk mendaftarkan dirinya untuk direlokasi ke tempat lain serta membawa bukti-bukti kepemilikan tanahnya.

Pengembangan Kawasan Rempang Eco-City di Provinsi Kepulauan Riau sendiri menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional setelah dilegalisasi pada 28 Agustus 2023 saat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto, merevisi Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional menjadi Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 tersebut. Dengan demikian, sebelum Menteri Airlangga memasukkan pengembangan kawasan Rempang Eco-City menjadi bagian dari Program Strategis Nasional (sesuai Permenko No 7/2023), sudah ada dua revisi peraturan menteri sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2022 dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022 di mana proyek Rempang Eco-City belum menjadi bagian Program Strategis Nasional sama sekali. 

Peraturan Menteri Perekonomian yang berisi daftar Proyek Strategis Nasional ini merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Pada Perpres No. 109/2020, disebutkan yang dimaksud dengan Proyek Strategis Nasional adalah proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Artinya, pekerjaan yang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau Badan Usaha yang sumber anggarannya dari Pemerintah Pusat.

Selanjutnya, pada Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang memuat program pengembangan kawasan Rempang Eco-City di Provinsi Kepulauan Riau, disebutkan pula bahwa pengembangan kawasan tersebut perlu disesuaikan dengan masterplan. Sayangnya, hingga kini, masterplan pengembangan kawasan Rempang Eco-City belum diinformasikan kepada publik sehingga kita tidak mengetahui dengan jelas kawasan mana saja yang akan dialihkan atau kampung mana saja yang akan direlokasi terlebih dahulu.

Sejauh ini, dokumen yang berhasil diperoleh terkait informasi masterplan pengembangan kawasan Rempang Eco-City berupa bahan presentasi PT Makmur Elok Graha (PT MEG) pada 15 Juni 2023 berisi paparan proyek investasi Batam - Rempang Eco City untuk Pemerintah Kota Batam. Dalam paparan tersebut, PT MEG memaparkan tata ruang kawasan Rempang yang terdiri dari peta rencana detail awal Rempang Eco-City di mana wilayah Pulau Rempang yang dapat dikembangkan hanya 25,4 persen dari total luas wilayah perjanjian. Berdasarkan informasi dari situs resmi Provinsi Kepulauan Riau, Pengembangan Kawasan Investasi Rempang sendiri telah resmi diluncurkan pada 12 April 2023 dimana PT MEG menjadi pengembang dengan total investasi senilai Rp 381 triliun. 

Informasi mengenai masterplan Rempang Eco-City tersebut diperkuat melalui pertemuan antara Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia dengan Gerisman Ahmad, salah satu tokoh masyarakat Kampung Pantai Melayu, Rempang Cate, pada 17 September 2023. Hasil pertemuan ini disampaikan oleh Menteri Bahlil sebagai laporan perkembangan masalah Pulau Rempang pada Komisi VI DPR RI, Senin, 2 Oktober 2023 di Gedung DPR RI, Jakarta.

Saat menemui Gerisman, Menteri Bahlil menguatkan paparan PT MEG bahwa tidak semua lahan bisa dimanfaatkan untuk proyek Rempang Eco-City, melainkan hanya 60 persen saja. Kemudian, dari 60 persen tersebut, pemerintah akan fokus dulu di 2500 hektar untuk tahap awal pembangunan dan kampung yang termasuk ke dalam wilayah 2500 hektar lahan tersebut akan dipindahkan ke Kampung Tanjung Banon. Adapun kampung yang masuk ke dalam 2500 hektar lahan tersebut adalah Kampung Sembulang Hulu, Pasir Merah, Pasir Panjang, dan Blongkeng, termasuk 300 hektar untuk pembangunan menara Rempang yang menurut bahan presentasi PT MEG akan menjadi mercusuar menuju Rempang kota Madani bertaraf internasional. 

Masih menurut bahan presentasi PT MEG pada 15 Juni 2023, dituliskan bahwa peluncuran Rempang Eco-City sudah dilakukan oleh pemerintah pusat yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada 12 April 2023 di Jakarta. Kemudian, 26 Mei 2023, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono bersama Direktur Utama PT MEG melaksanakan kunjungan kerja ke Fuzhou, Tiongkok dan bertemu dengan CEO Xinyi Group, perusahaan raksasa asal China yang menjadi salah satu investor terbesar proyek Rempang Eco-City.

Saat pertemuan tersebut, CEO Xinyi Group, Gerry Tung, didampingi oleh Tomy Winata, pemilik perusahaan Artha Group, induk perusahaan PT MEG, yang juga merupakan penggagas konsep pengembangan Pulau Rempang sekitar 20 tahun yang lalu, jauh sebelum tahun 2023. Salah satu agenda pertemuan kunjungan kerja ke Fuzhou yaitu membahas rencana penandatanganan kerjasama proyek Rempang Eco-City antara Xinyi Group dengan PT MEG di hadapan Presiden Republik Indonesia dengan Presiden Tiongkok, yang kemudian, tepatnya pada 28 Juli 2023, PT MEG menandatangani perjanjian dengan Xinyi Group di Chengdu, Ibukota Provinsi Sichuan, China, di hadapan Presiden Joko Widodo.

Penetapan Pulau Rempang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada 28 Agustus 2023 serta berdasarkan sejumlah pertemuan yang sudah berlangsung, baik antara investor dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah Batam, maupun pertemuan antara pemerintah pusat dan daerah dengan tokoh masyarakat Rempang, memunculkan perlawanan dari warga yang menolak investasi dan relokasi, termasuk warga yang tinggal di kampung-kampung yang terdampak tahap awal pembangunan proyek Rempang Eco-City.

"Sampai mati pun tak akan saya keluar dari rumah ini. Walaupun semua orang diusir, saya tidak akan berpindah dari tanah saya," kata Ibu Imah, seorang ibu empat anak yang aktif berjuang menolak relokasi atau pergeseran tempat tinggalnya ke wilayah lain. Komentar Ibu Imah tersebut ditujukan terhadap peristiwa pengusiran satu orang warga Kampung Pasir Merah beberapa jam sebelumnya, Minggu, 1 Oktober 2023. Keesokan harinya, rumah panggung di pinggir pantai yang terbuat dari kayu milik Wulan tersebut mulai dibongkar oleh tukang bangunan. "Ya, semalam ramai aparat di sini, tentara, pemerintah, BP Batam, datang mengusir Mbak Wulan, tetapi kami tidak takut pula. Kami menolak pemindahan, itu hak kami," kata tetangga depan jalan menuju rumah Wulan yang sudah pindah ke Batam karena tanda tangan persetujuan relokasi. 

Rumah Wulan, warga Kampung Pasir Merah yang setuju relokasi dibongkar petugas bangunan
Rumah Wulan, warga Kampung Pasir Merah yang setuju relokasi dibongkar petugas bangunan

Tak cukup sampai disitu, setelah pengusiran satu warga Pasir Merah tersebut, semangat ibu-ibu Kampung Pasir Merah, Kelurahan Sembulang, seakan makin membara. Hal itu ditunjukkan dengan lontaran beberapa ide untuk menunjukkan penolakan relokasi. Mereka berencana untuk memasang spanduk di beberapa ruas jalan yang dapat dilihat oleh warga yang lewat. "Kita letak depan Puskesmas, itu masih tanah kita, kan? Kita pasang di rumah kita masing-masing, untuk menunjukkan rumah mana yang masih menolak relokasi," usul Ibu Imah yang disambut dengan semangat oleh ibu-ibu lainnya yang berkumpul di Posko Bantuan Hukum Solidaritas Nasional untuk Rempang Kampung Pasir Merah.

***

Senin, 2 Oktober 2023, malam hari sekitar pukul 19.30 WIB, belasan warga Kampung Tanjung Banon, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Pulau Rempang, berkumpul di teras rumah salah satu warga yang mana di depan rumah warga tersebut berdiri Posko Bantuan Hukum Solidaritas Nasional untuk Rempang. Beberapa warga mengungkapkan keresahan mereka terhadap rencana relokasi empat kampung yang terdampak tahap awal pembangunan proyek Rempang Eco-City ke kampung mereka. "Itu ada empat kampung, ratusan keluarga, di mana kita hendak letakkan, habislah laut kita, bakau kita, di mana lagi kita hendak cari makan," kata salah seorang warga. "Pemerintah sudah mengecewakan rakyat. Makanya harus ada perlawanan kecil meskipun kita tidak bisa besar dulu sekarang," timpal warga lainnya.

Posko Solidaritas Nasional untuk Rempang di Kampung Tanjung Banon
Posko Solidaritas Nasional untuk Rempang di Kampung Tanjung Banon

Maka dari itu, pada malam itu juga, di hari yang sama setelah Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi VI DPR RI dengan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) yang membahas kondisi dan perkembangan terbaru permasalahan Pulau Rempang, mereka bersepakat untuk membuat video berisi beberapa pernyataan. Pertama, warga Kampung Tanjung Banon menolak relokasi bersama-sama dengan 16 kampung tua lainnya di Pulau Rempang dan Galang, serta kedua, mengklarifikasi pernyataan yang beredar luas bahwa warga Kampung Tanjung Banon telah menyetujui wilayah mereka menjadi lokasi relokasi. 

Dengan kata lain, berdasarkan laporan Menteri Bahlil Lahadalia dalam rapat RDPU dengan Komisi VI DPR RI pada 2 Oktober 2023, meskipun telah ada kesepakatan antara Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, dengan RT/RW setempat bahwa relokasi warga terdampak proyek Rempang Eco-City akan dilakukan di Kampung Tanjung Banon, Pulau Rempang, namun hingga kini, warga Kampung Tanjung Banon belum menyetujui bahwa kampung mereka akan menjadi tempat relokasi. 

Di sisi lain, perjuangan warga Kampung Sembulang Hulu, Pasir Merah, Pasir Panjang, yang menjadi kampung terdampak tahap awal proyek Rempang Eco-City juga masih berlanjut. Di Sembulang Hulu, misalnya, setiap malam, selepas Isya, belasan bapak-bapak berkumpul di Posko Bantuan Hukum Solidaritas Nasional untuk Rempang. "Kami berkumpul atas dasar kesadaran penuh bahwa kami menolak relokasi," kata Pak Mis, salah seorang warga Sembulang Hulu yang aktif setiap malam berjaga di posko hingga menjelang subuh. 

Posko Solidaritas Nasional untuk Rempang di Kampung Sembulang Hulu
Posko Solidaritas Nasional untuk Rempang di Kampung Sembulang Hulu

Hal senada diungkapkan pula oleh Ibu Imah, warga Kampung Tanah Merah yang aktif menolak relokasi. "Penduduk Kampung Tanjung Banon tidak perlu risau karena kami juga tidak akan berpindah ke sana," timpalnya. Komentar serupa disampaikan juga oleh seorang warga Kampung Pasir Panjang yang sedang makan siang di Posko Bantuan Hukum Solidaritas Nasional untuk Rempang, "Kami mayoritas berkebun, walaupun sudah sebulan kebun kami terabaikan karena risau kalau pergi berladang, tapi orang Tanjung Banon kan melaut, tak dapat juga kami cari makan di situ." ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun