Mohon tunggu...
Siti Haryati
Siti Haryati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

wanita biasa yang sedang belajar menulis dan membaca...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Ibu Bukan Pembantu

18 Maret 2011   18:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:39 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

begini ceritanya..

Aku, sebut saja namaku sumi lengkapnya sumiatun dan suamiku bernama harun. Aku dan harun menikah muda, maklum orang kampung. Saat itu usiaku baru 18 tahun dan harun berumur 21 tahun. Sepuluh bulan kemudian aku langsung melahirkan anak pertamaku, dia laki - laki diberi nama yanto dan selang dua tahun aku melahirkan anakku yang kedua, dia perempuan di namakan putri. Aku merantau ke kota bersama suami dan ke dua anakku yang masih kecil - kecil. Suamiku Harun bekerja sebagai keamanan di sebuah perusahaan. Dengan susah payah kami bertahan hidup dan berhasil membesarkan serta menyekolahkan anak - anak kami sampai tingkat SMA.

Setelah yanto lulus, dia beruntung langsung karena langsung dapat kerja di sebuah perusahaan autsourching yang mensuplai tenaga tukang parkir di mall. Si putri juga, setelah lulus dia langsung bekerja menjadi SPG  produk untuk bayi. Beban hidup keluarga menjadi semakin ringan. entah kenapa, harun belum mulai tua tapi sering sakit - sakitan.

Yanto menikah dengan kekasih pujaan hatinya, setahun berlalu mereka pun di karuniai seorang anak. Putri juga sudah punya tambatan hati, mereka telah berjanji untuk sehidup semati, mengarungi rumah tangga bersama. Aku sudah di panggil nenek saat usiaku masih kepala empat. Setelah menikahkan anak perempuanku kondisi kesehatan harun semakin memburuk, suamiku di rawat dirumah sakit hampir dua minggu. Aku sangat sedih memikirkannya, untung kami memiliki surat keterangan orang miskin jadi sangat membantu kami dalam soal biaya. Kondisi harun semakin payah, dan hari itu dia, harun telah meninggalkanku untuk selamanya. Mau tidak mau aku harus menerima takdirku, sekarang aku menjadi janda.

Setelah sepeninggal harun suamiku tercinta, aku hidup sendirian. Dua anakku telah berumah tangga, kadang - kadang aku tinggal bersama yanto tapi aku lebih sering di tempat putri, karena kebetulan putri membutuhkanku untuk membantu merawat bayinya.

Awalnya aku sangat bahagia tinggal bersama anak perempuanku itu, karena disana aku bisa merawat cucuku. Tapi seiring waktu, semua berubah. Berawal dari menantuku, herman suami putri yang mendapatkan pekerjaan di daerah. Putri dan herman sepakat untuk tinggal di daerah, dan mereka juga mengajakku utk tinggal bersama mereka. Yanto anakku menyerahkan keputusan padaku, terserah aku mau tinggal dimana karena menurutnya kebahagiaanku itu lebih penting.

Waktu itu aku  memutuskan untuk ikut bersama putri tinggal di daerah, kelakuan herman mulai berubah, dia menjadi sangat perhitungan padaku.

"  ibu' kan kalau pagi tidak ada kegiatan,gimana kalau ibu mulai besok bantuin putri berjualan...?"

" Nasi pecel, minuman, sama jajanan bu.." . Herman berbicara padaku saat itu.

Dan mulai keesokanya setelah sholat subuh aku langsung membantu putri, mulai ke pasar.. memasak dan  juga melayani karena putri masih repot dengan si kecil. Hari - hari pun berlalu,warung putri sudah ramai mempunyai banyak pelanggan, termasuk salah satunya adalah pak munadi. Beliau sangat baik dan ramah, pak munadi adalah seorang duda. Dan sepertinya beliau menaruh hati padaku karena beliau terang - terangan ingin melamarku. Pak munadi mengutarakan niatnya padaku dan Herman sebagai menantuku malah marah tidak terima.

"kalau pak herman memang mau menikahi ibu, bapak harus membayar kepadaku karena aku yang telah membawa ibu kesini... seenaknya!."

Aku kaget mendengar ucapan herman, dia berfikir aku ini apa? aku adalah ibu mertuanya, berarti aku ini juga ibunya, kenapa herman begitu tega padaku.. padahal aku telah menerima lamaran pak munadi.

Sepertinya herman takut kalau putri tidak ada yang membantu, itu sebabnya dia seperti itu. Meskipun aku ini sudah janda dan umurku tidak lagi muda aku tetap berharap masih bisa merasakan kebahagiaan. Siapa tahu ini adalah kebahagiaanku yang tertunda.

Aku menelepon yanto agar dia mau berbicara dengan herman, dan agar herman tidak semena - mena padaku. Karena selama ini herman selalu merasa berkuasa atas diri dan kehidupanku.

Yanto telah melaksanakan tugasnya sebagai seorang anak, dia telah berusaha membuat aku bahagia dengan caranya.Dia telah berhasil meyakinkan herman sehingga mengizinkanku menikah untuk yang ke dua, dan kini aku telah bahagia.****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun