Mohon tunggu...
elde
elde Mohon Tunggu... Administrasi - penggembira

penggembira....

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilih Ahok, Megawati Membuktikan Idealismenya

26 September 2016   01:01 Diperbarui: 26 September 2016   02:59 2398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih hangat di ingatan kita sewaktu Pilpres 2014 kemarin, kesempatan besar Megawati sebagai ketua umum PDIP dan memiliki hak prerogratif menentukan calon yang diusung, telah memberikan mandat tersebut kepada Jokowi. Hak yang dimiliki untuk maju sendiri telah dilepaskan. Bukan soal kalah menang nantinya bila beliau maju sendiri yang menjadi pertimbangan, namun ini adalah suatu pembuktian bahwa ambisi pribadi untuk berkuasa telah sirna di sanubarinya dan lebih mementingkan keinginan rakyat. Bila seseorang tetap memiliki ambisi kekuasaan, pastinya tidak akan mempedulikan hal tersebut dan asal maju untuk memenuhi keinginan pribadi tanpa memikirkan resiko.

Dalam Pilgub DKI 2017, kembali kebesaran jiwa seorang anak Proklamator ditunjukkan. Sebagai parpol yang memiliki kursi terbanyak di DPRD DKI, rela mengusung cagub yang bukan dari kader partai. Alasan sederhana karena melihat elektabilitas, tingkat popularitas serta kepuasan masyarakat Jakarta atas kepemimpinan Ahok.

Apabila beliau dan partainya hanya mengejar kekuasaan, tentu pertimbangan paling logis adalah mengusung kader sendiri. Namun langkah yang diambil berlawanan dengan nafsu memburu jabatan. Lagi-lagi pertimbangan yang digunakan adalah realitas atau fakta bahwa Ahok masih dibutuhkan oleh masyarakat DKI yang menginginkan Jakarta Baru sebagai etalase negara dan bisa disejajarkan dengan negara-negara maju lainnya.

Tidak kurang tawaran dari Koalisi Kekeluargaan dengan iming-iming akan menjadi pendukung bila PDIP mengusung kader sendiri, tidak menggoyahkan pendirian Megawati. Kesempatan besar terbuka misalnya mengusung Risma, walikota Surabaya, atau kader lainnya untuk menguasai Jakarta. Dengan dukungan lebih dari 5 parpol tentunya PDIP ada harapan banyak bisa mengalahkan Ahok. Dari Gerindra, sinyal disuarakan bersedia kadernya, Sandiaga Uno, hanya dijadikan cawagub. Namun idealisme Megawati tetap kokoh dan hanya menuruti apa yang diinginkan oleh masyarakat DKI dan bukan kemauan parpol lain.

Hal berbeda ditunjukkan oleh Prabowo dan SBY. Kemauan keras mengusung kadernya untuk sekedar mengikuti ambisi meraih kekuasaan bagi diri dan golongannya. Sandiaga Uno sebagai kader Gerindra harus diikut sertakan menjadi salah satu pasangan yang maju di Pilgub. Akibat terbentur perbedaan pilihan dengan partai koalisinya, akhirnya Gerindra pun mau tidak mau bila masih menginginkan salah satu kadernya maju karena kursi yang dimiliki di DPRD tidak mencukupi, posisi cawagub pun dengan terpaksa harus diterima. Pilihan pun jatuh pada Anies Baswedan yang dianggap bersih dan diharapakan bisa meraup banyak suara. Terutama dari kalangan profesional dan pendidik serta etnis Arab yang ada di Jakarta selain juga orang-orang yang beridiologi kearab-araban.

Lebih jelas terlihat lagi ambisi kekuasaan yang diperlihatkan oleh SBY. Memaksakan diri mengusung sang putra mahkota yang dianggap belum cukup umur dan pengalaman untuk melanggengkan trah dinasti Cikeas. Gambling besar telah dilakukan Agus Harimukti dengan mengorbankan karir militernya yang dianggap oleh berbagai kalangan begitu cemerlang. Perhelatan Pilgub digunakan hanya sebagai pentas perkenalan diri karena mengetahui kemampuan yang dimiliki belum bisa memberikan kepercayaan pada warga DKI untuk memilihnya. Pertimbangan rasional masyarakat Jakarta yang sudah tergolong cerdas tentunya tidak akan menjadikan kotanya hanya sebagai ajang uji coba dengan memilih pemimpin yang belum terbukti kualitasnya memimpin suatu daerah. Memilih pemimpin bukan berdasarkan tampilan fisik atau kegantengannya apalagi pengaruh nama besar bapaknya.Politisi kawakan kader Demokrat semacam Ruhut Sitompul dan salah satu anggota Dewan Pembina, Hayono Isman, pun memahami hal ini hingga memberikan dukungan pada Ahok, walau ada ancaman pemecatan akan diberikan.

Pilgub bukan tujuan utama Agus Harimukti, namun ada strategi jangka panjang telah diskenariokan. Masuknya dia ke dunia politik saat ini hanyalah sebagai sinyal estafet kepemimpinan partai Demokrat. Tongkat kepemimpinan akan diserahkan kepadanya dari tangan SBY. Partai politik yang dianggap sebagai perusahaan akan komplit diisi oleh keluarga sendiri. Ketua Pembina SBY, ketua umum Agus Harimukti dan Sekjend Ibas Yudhoyono. Dengan kekuatan yang dimiliki suatu saat nanti tentunya memiliki cita-cita lebih tinggi untuk menduduki kursi Indonesia 1.

Itulah perbedaan ketiga tokoh besar negara ini. Megawati semakin berumur semakin jauh dari ambisi pribadi akan kekuasaan dan lebih mendengarkan suara rakyat. Jiwa besarnya inilah yang menyebabkan PDIP saat ini memiliki kader-kader muda potensial dan yang menjadi pemimpin daerah pun banyak dicintai oleh warganya.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun