[caption caption="wordpress.com"][/caption]
Peluang Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ahok menjabat periode kedua kalinya sebagai gubernur DKI Jakarta, terlihat semakin besar. Selain pengumpulan KTP sebagai syarat maju dalam pilgub 2017 yang telah terpenuhi melalui jalur independet, dukungan dari partai politik mulai bermunculan.
Jumat ini partai Nasional Demokrat besutan Surya Paloh telah menyatakan dukunganya tanpa syarat. Seperti yang dikutip Detik.com,
"Lewat diskusi mendalam dan kecermatan. Dari tim 7, memutuskan untuk mencalonkan saudara Ahok menjadi calon gubernur DKI Jakarta masa bakti 2017-2022," kata Korwil NasDem untuk DKI Viktor Laiskodat di kantor DPP Nasdem, Jl Gondangdia, Jakarta Pusat, Jumat (12/2/2016).
Dukungan akan diwujudkan dengan ikut mengumpulkan KTP yang selama ini sudah digalang oleh "Teman Ahok". Pernyataan dukungan Nasdem tanpa syarat dan tidak akan menyodorkan kadernya untuk mendampingi Ahok sebagai wakilnya, adalah hal yang logis. Sebagai parpol yang tergolong baru dan masih minim pemilih di wilayah DKI khususnya, wajar tidak akan memaksakan kehendak. Namun hitungan untung rugi sebagai partai politik tentunya ada.
Melihat elektabilitas dan popularitas Ahok sampai saat ini, nama Ahok memang membuat banyak partai tergiur untuk meminangnya, karena memiliki kans memenangi pilkada cukup besar. Tentunya hal ini menjadi pertimbangan Nasdem memilih untuk mendukungnya dan berharap langkah yang diambil adalah keputusan tepat guna mendapatkan simpati warga DKI yang menghendaki terpilihnya kembali Ahok menjadi gubernur. Efek dukungan yang diberikan pada Ahok diperhitungkan berbuah nanti pada saat pemilu mendatang dengan bertambah banyaknya pundi-pundi suara bagi Nasdem.
Langkah dukungan Nasdem ini kemungkinan besar akan disusul oleh PDIP. Partai pemenang pemilu kemarin yang sekarang salah satu kadernya menjadi wakil gubernur DKI, pastinya tidak akan begitu saja melepas jabatan yang telah dipegangnya. Untuk memajukan pasangan sendiri dari intern partai, belum ditemukan sosok yang bisa menarik banyak pemilih warga Jakarta. Nama-nama seperti Risma dan Ganjar Pranowo yang dianggap kader terbaik, telah memiliki jabatan di daerah masing-masing dan Risma sendiri telah tegas menolak dicalonkan.
Pertimbangan logis hanya akan meneruskan pasangan Ahok dan Djarot untuk diusung maju lagi di pilkada, atau menggantinya dengan kader lain, tapi sebatas calon wakil gubernur. Apabila nantinya pasangan yang diajukan bisa menang, rencana besar selanjutnya memasangkan Ahok dengan Jokowi untuk pilpres mendatang. Dengan posisi Ahok sebagai non partai, adalah keuntungan sendiri bagi PDIP di mata masyarakat. Duet yang bukan dari kalangan partai sendiri tapi salah satunya dari kalangan profesional.
Melihat kedekatan Ahok dengan Megawati selama ini, skenario seperti diatas tidak menutup kemungkinan akan dijalankan oleh PDIP. Keuntungan lain bila nantinya Ahok memenangkan pilkada dan tahun 2019 dipasangkan dengan Jokowi maju di pilpres lalu menang juga, otomatis kedudukan jabatan gubernur DKI yang ditinggalkan akan dipegang oleh wakilnya dari kader PDIP.
Langkah cerdas yang seharusnya dilakukan oleh PDIP mulai saat ini untuk kembali mendapatkan simpati masyarakat yang mulai tergerus disebabkan manuver-manuver politiknya dan belakangan mendapat banyak reaksi kontra di kalangan rakyat. Untuk menyelamatkan kembali muka partai sebagai pemenang pemilu dan mengembalikan kepercayaan masyarakat, PDIP harus bisa menjadi parpol yang benar-benar mewakili suara wong cilik seperti yang sering didengungkan. Apabila tidak dilakukan, hukuman di pemilu mendatang siap menanti dan partai ini akan kembali sebagai oposisi pemerintah aka tidak akan pernah menjadi pemenang lagi. Salah satu cara mendapatkan simpati ini bisa dimulai dengan memberikan dukungannya pada Ahok di pemilihan gubernur mendatang...
Â