Mohon tunggu...
elde
elde Mohon Tunggu... Administrasi - penggembira

penggembira....

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kekhawatiran Berlebihan tentang Jokowi

14 Maret 2014   23:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:56 3872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semakin santernya suara yang menghendaki Jokowi dicapreskan dan tanda-tanda adanya lampu hijau dari PDIP, semakin menimbulkan opini-opini liar berseliweran. Rupanya pihak-pihak yang tidak menghendakinya terus berusaha dengan segala cara untuk menggagalkannya. Mulai dari yang terus terang tidak mendukung hingga yang secara halus seperti "menyayangkan", walau tujuannya tidak jauh berbeda agar Jokowi tidak menjadi kandidat presiden dalam pemilihan yang akan diadakan tahun ini.

Mereka pun mulai berandai-andai dengan dasar yg absurd tanpa logika jelas. Kekhawatiran melihat Jokowi yang sepertinya patuh pada partai menimbulkan prasangka negatif dan nanti bisa berdampak pada kepemimpinannya. Alasan Jokowi bukan ketua umum partai dijadikan dasar bahwa pengaruh partai pengusungnya akan sangat dominan dan nantinya akan lebih menomor satukan kepentingan kelompoknya. Merekapun menggambarkan hal tsb bakal menjadi resiko jika dia terpilih sebagai presiden.

Memang sudah menjadi semacam "tradisi" perpolitikan di tanah air, partai besar akan mengusung sang ketua umum menjadi capresnya. Namun dalam hal ini bukan hal yang mengikat, keputusan pastinya juga berdasarkan kesepakatan anggotanya. Dalam UU pun dinyatakan semua warganegara punya hak dan kewajiban sama termasuk untuk mencalonkan diri menjadi presiden dengan ketentuan syarat-syarat yang telah dipenuhi.

PDIP sebagai salah satu partai besar jika berani mengusung capres yang bukan ketua umum, ini akan menjadi dobrakan baru dalam sistem perpolitikan kita. Di negara barat ketentuan ketum partai harus yang diusung menjadi kandidat, sudah tidak berlaku. Kita ambil contoh saja yang terjadi di Jerman. Presiden dan Bundeskanzelir bukanlah pejabat ketua umum partai. Mereka diusung berdasarkan kualitas dan kesanggupannya untuk menjadi pemimpin. Kekhawatiran bahwa calon yang bukan dari ketua umum nantinya hanya akan disetir oleh partainya, tidak terbukti.

Di alam demokrasi yang serba terbuka, orang boleh menyuarakan pendapatnya. Jika nanti Jokowi menjadi presiden dan kebijaksanaannya lebih condong mementingkan partainya, tentu saja parlement dan rakyat tidak dilarang untuk berteriak menolaknya. Apalagi partai-partai yang memposisikan menjadi oposisi sebagai pengontrol partai yang sedang berkuasa. Jadi opini bahwa presiden yang bukan ketua umum  hanya menjadi "sapi perahan" partai pengusungnya, terbantahkan sudah. Kita tidak hidup lagi di jaman kegelapan dan pembungkaman menyatakan pendapat.

Adanya asumsi bahwa politik adalah kompromi, itu adalah wajar dan hal yang sehat selama kesepakatannya banyak berpihak kepada rakyat. Jika kompromi hanya untuk kepentingan partai-partai yang ada di parlement, rakyat juga tidak bakal diam dan membiarkan. Bangsa Indonesia sudah semakin cerdas dan berani bersuara bahkan demo turun ke jalan pun akan dilakukan untuk menolaknya. Kekuatan partai di parlement yg kurang dari 50% adalah hal bagus yang menunjukkan variasi di alam demokrasi. Tidak adanya kekuatan absolut di parlement akan semakin baik dan sebagai kontrol pemerintah. Hal yang tidak pernah ada sewaktu jaman orba dulu dan tentunya kita tidak menginginkan kembali pada pemerintahan model rezim seperti itu.

Alasan bahwa capres harus ketua umum partai, dan jika bukan hanya akan menimbulkan resiko kepemimpinannya disebabkan masih ada "atasannya" yang menjadi ketua umum partainya dan nantinya bekerja tidak untuk melayani rakyat, adalah kekhawatiran yang terlalu berlebihan. Sudah jelas kedudukan seorang presiden sebagai kepala pemerintahan tidak bisa disamakan lagi dengan struktur kepengurusan sebuah partai.

Kalaupun masih ada yang ngotot mempunyai pendapat bahwa capres harus ketua umum atau presiden partai, mereka sudah banyak yang memunculkan nama yang dicalonkan. Sebut saja misalnya Abu Rizal Bakrie dari Golkar atau Anis Matta dengan PKS-nya, maka silahkan saja pilih salah satu diantara mereka. Partai Demokrat yang sedang mengadakan konvensi capres yg bakal diusung, jangan dipilih karena yang keluar sebagai pemenang konvensi tsb bukan ketua umum partai...wkwkkkwkwkwkwk...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun