Suatu hari aku terbangun dalam tidur siangku. Aku masih dalam keadaan bermimpi. Tidak seperti mimpi-mimpi pada umumnya yang gelap dan kelam, aku merasakan cahaya hangat diwajahku dan cahaya disekitarku menjadi terang.
Aku melihatmu sekali lagi.
Makhluk dengan kecantikan yang tidak dapat dilukiskan, maupun dituliskan. Sorot matanya teduh menyejukan, seperti dinginnya hujan dibulan november. Kata-katamu memikat, seperti perjumpaan sahabat lama yang telah berpisah puluhan tahun. Perhatianmu hangat, setulus perhatian bunga lili kepada matahari.
Daratan yang aku pijak, sepertinya ini salju. Menutupi seluruh daratan sampai batas horizon. Baunya yang harum dan ada gelitik-gelitik manis memberitahu kalau ini adalah mana. Kamu tersenyum, dan karena senyumanmu itu aku mengenali dirimu. Aku seperti memandangimu selama bertahun-tahu, kami tetap diam dalam waktu yang sangat lama.
Aku duduk dan mulai berkonsentrasi untuk menenangkan batinku, berkomunikasi denganmu dalam diam. Engkau mulai bercerita walaupun kau tidak mengatakan sepatah katapun. Cerita tentang negeri yang sangat jauh.
Negeri itu bisa disebut negeri surat cinta. Ketika 2 orang perindu saling mengirimkan do'a. Maka langit akan memberikan salinannya ke negeri ini. Penduduknya akan membuat sebuah kelompok-kelompok kecil untuk membacakan keras-keras isi surat kepada kelompoknya masing-masing.
"Hari ini engkau sangat cantik. Seperti edelweis yang menyambut para pejuang yang akan berangkat perang, engkau menatapku dari kejauhan. Seperti berkata, "Sebentar lagi, tidak akan lama". Bagai angin yang bertiup sepoi-sepoi engkau hilang perlahan. Aku mencoba untuk melupakanmu. Tapi aku tidak bisa.
"Mari teman-teman kita do'akan agar keduanya dalam keadaan yang lebih baik. Kesepian selalu menjadi makanan empuk setan. Menyesatkan mereka dalam pengkhianatan dan saling menyakiti. Mari, silahkan kalian berdo'a untu 2 perindu ini dengan puisi hati masing-masing" dan mereka dengan khidmad menyusun ba'it-ba'it do'a untuk kebaikan cinta keduanya.
"Apakah cinta seperti jual beli. Aku jual, engkau beli. Seakan-akan engkau telah membeli semua cintaku. Dan karena engkau telah membelinya, maka engkau memiliki semua cintaku. Sejujurnya, aku tidak pernah menjualnya, dan engkau tidak pernah membelinya. Aku berikan kepadamu semua cintaku. Hanya saja, cinta seorang perempuan itu tidak akan pernah habis. Maaf jika engkau harus menarik selendang itu terus menerus.
"Mari teman-teman, kita do'akan pemuda yang bersemangat ini agar diberikan sedikit pengetahuan tentang misteri hati perempuan. Paling tidak menanangkan hatinya dari kekhawatiran berlebihan bahwa cinta yang sekarang dia miliki akan hilang. Padahal cinta yang dia miliki lebih dari cukup. Keserakahan selalu menjadi celah bagi mereka yang telah salah memahami cinta. Maka dia ingin merenggut semua cinta karena dia tidak mengetahui bahwa mata air cinta tidak akan pernah habis"
"Aku menghabiskan sore seperti ini setiap hari. Walaupun hujan, walaupun panas, walaupun bersalju, bahkan ketika badai mula datang. Aku tidak sedang menunggumu. Aku sedang berusaha membangkitkan kenangan lama tentangmu. Tentang apa yang kita habiskan bersama di teras ini. Bersama cucu-cucu dan anak-anak kita. Sampai datang adikmu, yang tidak hanya sekedar membangkitkan kenangan lama. Sebuah ajakan untuk membuat kenangan baru. Apakah engkau mengijinkannya di alam sana, atau engkaulah yang sengaja mengirimkannya kepadaku?
Sebuah kelompok terdiam setelah mendengarkan isi surat itu. Gema cerita dan keheningan kelompok, membuat kelompok-kelompok lain tertarik untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Merekapun ikut terdiam.
"Manusia adalah makhluk yang unik. Kalau sudah begini semua tergantung dari sang kakek. Menyambut cinta yang baru tidaklah salah. Mungkin ada benarnya, bahwa kakaknyalah yang mengirimkan si adik. Tapi, setia dengan cinta yang lama tidaklah buruk. Anak-anak dan cucunya telah mengobati kesepiannya, bahkan melebihkannya dan akan terus seperti itu sampai sang kakek meninggal.
"Mari kita do'akan agar sang kakek bisa memilih dengan bijaksana".
Aku terbangun dari tidurku. Gulingku basah karena air mata. Seketika hatiku tenang. Mulai saat ini aku tahu bahwa diujung dunia sana ada sekelompok orang yang peduli dengan kehilangan, kesepian, dan kebingunganku. Mereka mendo'akan aku dan banyak orang lainnya. Dan sekarang adalah giliranku mendo'akan mereka, sebagai wujud rasa terimakasihku atas kepedulian mereka kepadaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H