Mohon tunggu...
Lourdes Florentine Mariso
Lourdes Florentine Mariso Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

écriture [Personal Blog]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Benarkah? Bila Begitu, Dengarlah

16 Agustus 2013   22:00 Diperbarui: 10 April 2016   17:49 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13766651182112612424

"Jangan pernah membenci orang yang menyakitimu. Karena dari dia kamu belajar sabar, kuat, tegar, dan memaafkan."

Haha tidak. Saya tidak membencinya sama sekali, melainkan amat bersyukur pernah dipertemukan olehnya. Dan sebab ia pula, saya belajar untuk menyaring ucapan saya dengan otak agar tidak tampak lemah dan emosional. Saya menyimpan hati untuk menghindari perhitungan-perhitungan logika yang mencoba menundukkan saya. Hmm sepertinya begitu, saya menjadi sedemikan plegmatis.

Saya pernah mencintai dan membuat kesalahan. Saya pernah terluka dan menerima hati dalam keadaan setengah. Biar saya terseok-seok merakit samudra sendiri. Biar saya menelan derasnya sungai yang menghanyutkan saya. Namun, apakah saya menyesal mencintai lelaki itu? Tidak. Saya tidak bangga pernah memuja dia laksana dewa, tapi saya bangga mengakui kesalahan agar niscaya saya dapat menenun lebih baik lagi.

Semenjak itu, saya merumuskan pernikahan sebagai simbolitas yang tak saya temui lagi kesakralannya dan terbatas dengan budaya konservatif yang fundamental dan irasional. Menertawakan mempelai yang menguliahi saya tentang perawan tua dan kebahagiaan, bahkan dengan pertanyaan retoris (karena mereka tidak mau mendengar jawaban saya) tentang siapa yang akan merawat saya ketika tua? Bagaimana dengan kasih sayang? Persetan. Cukup sekali saja saya terjungkal. Saya akan mencarinya setelah saya sudah siap. Lagi pula, mungkin di dunia Anda, Tuhan Anda adalah Tuhan. Tapi di dunia saya, Tuhan saya adalah pekerjaan.

Oh, tidak! Bukan berarti saya lesbian atau tidak memiliki gairah seksual. Satu, dua kali, saya suka menggoda mereka. Mencari perhatian. Setelah dilirikpun, saya akan kembali tapi tidak dengan mereka. Anda tahulah, beberapa laki-laki memiliki harga diri yang tinggi dari cara mereka memandang kaum kita dan pantang berdiam sebelum mendapatkan hati kita. Tapi, saya tidak pernah mau ambil pusing. Sebab saya selalu memiliki teman laki-laki yang selalu melindungi saya.

Pada akhirnya, tak sedikit dari teman perempuan saya mengeluh di kemudian hari bahwasanya mereka tidak tahu sikap buruk pasangan mereka, atau tidak akan menikah bila tahu begini sejak awal, dan segala konsekuensi yang seharusnya mereka sadar sebelum membuat keputusan sejauh ini. Satu pikiran saya; pathetic.

Saya juga bingung bagaimana bisa sisi runcing yang mereka sudutkan sebelum menikah, menjadi sedemikan karat dan tumpulnya tanpa saya sudutkan. Lebih anehnya lagi, untuk apa mereka berbagi sisi karam itu dengan saya? Ketika mereka menangis, marah, bahkan putus asa; saya tetap menjadi kawan sebagaimananya. Pendengar yang bisa Anda sebut tempat sampah. Apa saya memberi saran? Pasti. Tapi saya tetap memberi masukan sesuai kapasitas saya karena saya tidak punya pengalaman di bidang ini dan saya tidak ingin menggurui siapapun. Lebih dari itupun, saya katakan bahwa mereka harus bertanggungjawab atas pilihan mereka. Saya tidak mendukung mereka, bukan berarti menyalahkan mereka. Saya manusia yang masih punya akal sehat di atas nurani. Dan saya adalah bagian dari mereka; perempuan.

Apa kabar mereka? Tidak tahu. Kabar burung. Ada yang rukun kembali, ada yang hanya seumur jagung. Sejatinya, saya tidak ingin mencampuri atau mengurusi masalah orang lain. Titik. Sebab rasanya melelahkan organ tubuh saya saja untuk menghasilkan energi dari glukosa yang saya konsumsi untuk membicarakan hal yang tidak bernilai.

Jadi, pernahkah Anda di posisi saya? Rasanya Anda melewati jurang itu dengan sukses. Singkat kata, ya tidak. Tapi, pernahkah saya di posisi Anda? Belum, tapi biarkan saya tertatih untuk menyelesaikan bagian ini. Kalaupun nantinya saya mati di tengah jalan, toh setidaknya saya sudah memenangkan babak lain di dalam jurang sana dan tahu gambarannya sedikit banyak tentang babak ini. Iya, 'kan?

Istirahatlah, besok ada sepupuku dan buah hatimu yang harus kau urus bak hari-hari biasanya. Sedangkan aku hanya aku yang aku. Cepat atau lambat, akan ada saatnya saya mengunjungimu dengan menimang bayi dan menggandeng seorang pria seperti sepupuku itu.

Note: Terima kasih, Paskah atas status-status Facebook-nya [caption id="attachment_260050" align="aligncenter" width="300" caption="Jurang (Dok. Pribadi)"]

13766651182112612424
13766651182112612424
[/caption]

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun