Sejak kecil kita terbiasa dengan seragam. Mulai denhan seragaman sama Papa-Mama, lalu seragam sekolah (TK-SMA), kemudian seragam.kerja. Di komunitas juga kita bikin seragam. Seragam angkatan, seragam rukun, seragam geng, seragam.pengerja gereja. Mo ada acara, pake seragam. Seragam panitia, seragam pesta, seragam penyanyi, seragam penari. Pokoknya seragam.
Seragam jadi simbol bagian dari kelompok dan penanda yang membedakan kita dari yang lain.
Seragam juga sering dianggap simbol kesamaan hati, kekompakan. Yang tak berseragam, tak kompak. Lain. Aneh.
Coba tampillah beda dan berdiri di antara yang seragam. Apa yang anda rasakan? Malu, tak nyaman, atau sebaliknya bangga?
1 Raja-Raja 22:1-28 berkisah tentang seorang nabi yang tak seragam, tak kompak dengan teman-temannya. Bukan baju seragam, tapi nubuatnya.
Namanya nabi Mikha. Saat mayoritas nabi menjadi penjilat raja, Mikha tetap bersikukuh menyatakan yang benar. Akibatnya, ia dibenci, dikucilkan. Iya, ketika raja Ahab mau meminta jawaban nabi atas keinginannya untuk berperang, 400an nabi dipanggil dan Mikha secara sengaja dilupakan (ay.6-8). Raja gerah banget sama nabi satu ini
Saat terpaksa ia harus diikutsertakan, ia mendapat tekanan dan dipenjara (ay.13, 27). Ia pun dibenci teman-temannya (ay.24).
Apes! Dibenci penguasa, dimusuhi teman.
Apakah Mikha menyerah dan terpaksa seragam?
Tidak! Saya suka kata-katanya di ay.14 dan 28. Bagaimana ia menjawab tekanan dan ancaman. Ia tahu siapa dirinya, apa tugasnya, dan dengan berani melakukan tugasnya. Apapun risikonya.
Seseorang sejatinya nabi atau palsu dibuktikan dari kesesuaian nubuatnya dengan kenyataan. ay.29-38 menjadi jawab manakah yang benar-benar nabi. Yang seragam atau bukan
Tekanan seragam, suara banyak orang seringkali membuat kita takut menyatakan kebenaran, menjadi berbeda. Ikut rame lebih baik. Nyaman. Tapi apakah hati tidak memberontak?
Kulihat Mikha seperti nabi tak berseragam. Kayak seorang pendeta yang pake baju batik di tengah kumpulan bertoga. Aneh.
Ia berbisik "tak perlu seragam! Kebenaran adalah penanda yang tepat."
Akh... jalan kebenaran itu sepi dan tak sedikit ancamannya. Tapi memilih untuk tetap menjalaninya membuktikan integritas kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H