Mohon tunggu...
Louis Aurelio
Louis Aurelio Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar SMA Kolese Kanisius

.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TikTok Shop, Benarkah Penghancur UMKM Tradisional ?

9 November 2024   13:34 Diperbarui: 9 November 2024   13:42 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2020 ketika seluruh aktivitas di dunia berhenti, salah satu inovasi yang berkembang pesat adalah TikTok yang mulanya hanya merupakan platform berbagi video tarian menjadi sebuah pusat untuk berbagai macam konten. Salah satu cabang konten yang populer di TikTok adalah berdagang melalui video Tiktok ataupun Live yang menjadi cikal bakal dari TikTok Shop. TikTok Shop telah berkembang pesat sebagai platform e-commerce yang langsung terintegrasi dengan aplikasi TikTok, di mana pengguna dapat berbelanja sembari menikmati konten video. Hal ini menjadikannya tren baru di Indonesia, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Tentu melalui platform TikTok yang sudah berkembang secara pesat, TikTok Shop setelah kehadirannya yang belum lama rilis segera menjadi pilihan e-commerce nomor 1 di Indonesia. Hal ini juga dibantu dengan platform TikTok yang berbasis video sehingga promosi TikTok Shop menjadi lebih mudah dengan pembagian video yang bukan berjenis iklan yang enggan ditonton oleh masyarakat. Melalui ini, TikTok Shop dengan waktu singkat bisa menjadi lebih dikenal dan lebih dipilih daripada layanan e-commerce lainnya seperti BliBli, Lazada, dan Bukalapak serta pilihan untuk berbelanja di pedagang UMKM tradisional.

Salah satu efek dari Tiktok Shop ini adalah dampaknya pada UMKM tradisional. Banyak pedagang yang mulai memanfaatkan TikTok Shop untuk menjual produk mereka. Namun, semakin banyak penjual yang masuk, persaingan pun semakin ketat. TikTok Shop ini yang juga mulai mendominasi bersifat menindas para pedagang UMKM tradisional sehingga yang seharusnya masih bisa tetap berkembang dan ramai pembeli menjadi sangat sepi bahkan bangkrut karena sepi peminat.

Tiktok Shop yang seharusnya menjadi sebuah platform untuk mengembangkan kesejahteraan penjualnya malah ditemui dengan tuaian kritik dari para pengusaha UMKM. Salah satu bentuk tuaian kritik adalah dari para pedagang di pusat perbelanjaan yakni Tanah Abang. Para pedagang marah karena menurut mereka dengan adanya TikTok Shop, Tanah Abang menjadi sepi peminat. Hal ini berakhir dengan dihilangkannya platform TikTok Shop untuk sementara waktu sebelum dihadirkan kembali di Tiktok. Hal ini membuat para pelanggan dari TikTok Shop kesal karena dengan adanya protes tersebut, platform TikTok Shop dihapuskan dan tidak dapat diakses lagi untuk sementara waktu untuk 2 bulan dari 4 Oktober 2023 atas dasar Peraturan Menteri Perdagangan baru yang melarang adanya aksi jual beli melalui platform media sosial sampai 12 Desember 2023 saat peraturan tersebut ditiadakan.

Kembalinya TikTok Shop setelah ditiadakan disebabkan oleh keluhan masyarakat akan kehilangannya platform yang sudah dikenal pesat dan dipercaya. Hal tersebut juga akibat dari hasil statistik ekonomi Tanah Abang setelah dihilangkannya TikTok Shop yang juga tidak membaik. Hal yang seharusnya dilakukan oleh para pedagang tersebut adalah untuk tidak mengeluh melainkan berinovasi dan bekerja sama melalui platform TikTok shop untuk berjualan produk mereka. Demikian terbukti juga kalau para pedagang yang berjualan di TikTok Shop lebih ramai pelanggan dibanding pedagang UMKM tradisional karena akses di TikTok Shop lebih mudah dan praktis daripada harus ke Tanah Abang untuk berbelanja.

Kejadian seperti ini memang dapat terprediksi seiring berjalannya waktu dan dapat diestimasi akan terjadi beberapa waktu kedepan. Hal ini seperti menggunakan peta kertas di era GPS. Saat yang masyarakat luas dengan mudah menemukan rute terbaik dengan sentuhan jari, kita malah sibuk membentangkan peta besar, mencari-cari jalan yang tepat, dan terkadang salah arah. Pada akhirnya, kita sampai di tujuan, tapi butuh waktu lebih lama dan lebih banyak usaha karena metode yang kita pakai sudah tidak relevan di masa sekarang. Serta ketika masyarakat luar lebih cepat dan efektif menggunakan GPS dan sampai tujuan dalam kurun waktu yang lebih cepat, kita sebagai pengguna peta tradisional marah dengan pengguna GPS dan masih bersikeras untuk menggunakan peta tradisional yang lebih merepotkan dan susah dibaca ketimbang menggunakan GPS yang lebih modern, pasti, dan akurat.

TikTok Shop telah menjadi sebuah inovasi baru yang walaupun membantu, tetap saja dibanjiri kritik dan amarah dari sejumlah pedagang UMKM tradisional. Yang seharusnya bisa menjadi jalan terang bagi para pengusaha yang kesusahan, akan tetapi dianggap sebagai lawan yang mengancam keberadaan UMKM tradisional. UMKM yang masih skeptis dengan adanya TikTok Shop ini seharusnya mulai keluar dari balik batu dan beradaptasi dengan adanya inovasi TikTok shop yang berupa semangat api yang masih membara membawa harapan baru bagi para pedagang tradisional. Dengan menggunakan sarana yang berkembang dan dikenal oleh masyarakat seperti TikTok Shop, para pedagang UMKM bisa menjadi lebih sejahtera dan dapat menjual dagangannya dengan lebih mudah dan praktis daripada masih harus menjual dagangan secara tradisional di era yang serba modern ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun