Kota Tomohon, Sulawesi Utara memiliki potensi wisata alam yang layak dikunjungi oleh wisatawan.
Diapit oleh dua gunung berapi aktif, Gunung Lokon dan Gunung Mahawu dengan ketinggian 900-1.100 meter di atas permukaan laut, Tomohon memanjakan wisatawan dengan pemandangan alam pegunungan yang indah dan sejuk.
Pada siang hari, suhu di Tomohon mencapai 30 derajat Celsius, namun jelang sore dan malam hari suhu udara bisa mencapai 18-22 derajat Celisus.
Kesuburan tanahnya membuat para petani lebih banyak menanam berbagai jenis bunga. Seperti krisan, lili, dahlia dan mawar. Itulah kenapa, Tomohon dijuluki sebagai kota Bunga.Â
Tak hanya itu, setiap tahun di bulan Agustus, digelar Tomohon International Flower Festival (TIFF) yang mendatangkan banyak kunjungan wisatawan dari manca negara dan domestik.
Hari Minggu pagi (10/11/2024) roda mobil APV berwarna putih bergerak membawa saya dan tamu dari Jakarta, menuju ke salah satu objek wisata alam di Tomohon.
Langit yang biru dan hangatnya sinar mentari pagi itu mengiringi langkah laku kami ke Objek Wisata Air Panas Belerang di Lahendong, Tomohon Selatan. Hanya berdurasi 18 menit atau berjarak 9.2 km dari tempat tinggal kami di Kakaskasen.
Setibanya di tempat yang ada tulisan Kawasan Hutan Pinus dan Permandian, mobil langsung kami parkir. Pagi itu, tak terlihat penjaga. Hanya ada satu mobil sedang parkir.
Konon, untuk memasuki objek wisata ini, pengunjung wajib membayar tiket masuk sebesar Rp. 25.000,- per orang. Namun, karena masih pagi dan tidak ada penjaga, kami masuk dengan gratis.
Begitu keluar dari mobil, sejauh mata memandang, kami disuguhkan pada suasana mirip di Jepang. Kolam air panas belerang yang luas dan dikelilingi pohon pinus, telah ditata rapih dengan pedestrian yang memudahkan pengunjung untuk keliling.
Saat itu, saya dan tamu dari Jakarta, tidak langsung menuju jembatan. Tetapi, kami langsung mengarah ke pinggir kolam yang berbatuan.
Tujuannya mengecek apakah air kolam yang berwana seperti susu itu panas atau tidak. Sedikit berjalan turun dari tempat parkir, teman saya mencoba membasahi tangannya dengan air.
"Hangat rasanya. Tapi kalau yang dekat letupan air ini, airnya panas. Batunya juga panas," kata Fery sambil mengibaskan tangannya karena panas.
Rupanya, jika melihat adanya letupan air di pinggir kolam, itu tandanya sumber air panas. Tanda lainnya suara berdesis yang keluar dari celah-celah batu dan dibarengi semburan uap yang kalau kena di tangan terasa panas.
"Hati-hati Lumpur Panas" begitu tanda peringatan bagi wisatawan yang ditulis dan diletakkan di sekitar kolam-kolam berisi lumpur sulfur panas dengan bau belerang yang kadang menyengat hidung.
Dari pinggir kolam, kami bergerak menuju pedestrian yang berpagar kayu dengan model ala "Jepang" untuk mengelilingi kolam sulfur. Di atas jembatan inilah, kami sempat berfoto.
Memang spot foto di objek wisata ini banyak. Pengunjung bisa berswafoto di atas jembatan. Banyaknya gasebo dengan latar belakang hijaunya hutan pinus. Memungkinkan pengunjung untuk foto, selain untuk berteduh.
"Pak itu bebek ya," seru Deny tamu saya secara tiba-tiba membuat saya kaget sejenak. Lalu, saya lihat sepasang burung Blibis (itik liar) seukuran burung merpati, sedang terbang pindah tempat. Mungkin sepasang itik liar itu terusik oleh kedatangan kami saat kami mendekati pinggir kolam sebelah Barat.
Blibis ini mengingatkan saya pada danau Linow yang tak jauh dari tempat ini. Banyaknya itik liar di Linow menjadi daya tarik wisatwan, apalagi saat rombongan itik liar itu terbang dari ujung ke ujung.
"Di manakah tempat pemandiannya?" tanya Deny yang terobsesi dengan "onsen" atau pemandian air panas alami di Jepang. Onsen di Jepang menjadi tujuan wisata populer dan merupakan bagian dari budaya Jepang.
Fasilitas pedestrian, pilar-pilar jalan setapak, gasebo dan beberapa rumah di objek wisata air panas belerang Lahendong, Tomohon ini memang sudah didesain ala di Jepang. Tak heran kalau pengunjung, terpikir dengan "onsen" pemadian air panas alami seperti di Jepang.
Untuk menemukan tempat pemadian air panas, saya lalu menuju ke bangunan rumah di sebelah Selatan. Ketika pintu rumah itu saya buka, tampak kolam pemandian dengan air sedikit kekuningan di bagian dalamnya.
Pemanfaat air panas belerang sebagai pemadian alami, masih belum kelihatan maksimal. Memang sudah ada bak penampungan air panas. Di rumah itu sudah ada tempat bilas, tapi belum berfungsi dan hanya seperti pancuran.
Jika manajemen air panas dan sekaligus air bilas dingin memadai, tak heran tempat wisata ini bisa menjadi "onsen" yang banyak didatangi oleh wisatawan.
Setelah berjalan keliling menikmati alam objek wisata air panas belerang, kami kembali ke mobil untuk melanjutkan langkah kami ke destinasi wisata Danau Linow.
Oh ya, di sekitar itu tak ada yang jual makanan. Kata Fery, ada rumah makan di jalan masuk objek wisata ini, berada di pinggir jalan Tomohon - Kawangkoan. Itu pun mirip cafe, ucapnya. Untuk mengisi perut, kami memutuskan untuk makan minum di resto Danau Linow.
Saya mengajak anda untuk melihat secara detail di video yang saya buat di bawah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H