Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menemukan Sensasi "Staycation" di Glamping Kema Merbabu yang Udaranya Dingin

21 Juli 2021   21:04 Diperbarui: 29 Juli 2021   01:03 5987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Pagi Hari di Kema Merbabgu (dokpri)

Setidak-tidaknya, saya merasa lebih senang, lebih segar, lebih santai, lebih bisa menikmati alam, lebih bisa bergerak bebas dan nyaman, dan tentu berharap berujung bahagia. Itulah tujuan saya traveling.

Rasa ingin tahu dan penasaran terhadap destinasi wisata baru, membuncah di hati. Dalam suasana hati seperti itu, saya bersemangat untuk melanjutkan traveling di tempat lain. Apalagi yang dituju adalah lokasi yang belum pernah saya sambangi. Apalagi destinasi wisata itu pernah viral di media sosial.

Matahari terbit (dokpri)
Matahari terbit (dokpri)

Nah siang itu (22/6/2021), saya mengucapkan selamat tinggal kepada Gunung Kidul. Roda mobil mulai mengaspal kembali. Menuju Klaten, Jawa Tengah lewat Ngawen. Di depan mobil, sebuah truk, bermuatan jerami gabah terbungkus terpal biru hingga di atas batas bak truk, berjalan pelan tampak terhuyung-huyung. Dengan sabar, kecepatan mobil saya perlambat.

Seperti biasanya, perjalanan menuju ke Klaten, saya tandai di aplikasi Google Maps. Sesuai aplikasi, jarak tempuh Wonosari ke Klaten hanya 48 km. Dengan mobil, ditempuh sekitar 1 jam 3 menit.

Tapi, menurut pengalaman saya, prediksi mbah Google ini, tidak selalu akurat. Kecepatan berkendaraan, kondisi lalu lintas di jalan, bisa menambah waktu tempuh. Tapi tidak masalah, yang penting mbah Google tetap setia. Setia menemani perjalanan saya.

Glamping Kema Merbabu (dokpri)
Glamping Kema Merbabu (dokpri)

Tetiba di Klaten, saya menandai lokasi yang bernama Kema Merbabu di Google Maps. Sebuah destinasi wisata yang berada di lereng Gunung Merbabu. Baru pertama kali ini saya akan menuju ke tempat itu.

Lalu, teman saya memberitahukan alamat persisnya Kema Merbabu. Ia mengatakan berada di dusun Ngangrong, Ampel, Boyolali. Tapi dalam pikiran saya, lokasi itu belum terbayangkan sama sekali.

"Kita menepi dulu, saya akan cek di akun Instagramnya @kema.merbabu" Lalu mobil berhenti di pinggir jalan, saat itu posisi saya ada di jalan raya Boyolali ke Salatiga.

Saya baca di IG-nya. Lokasi yang ditulis di bio, Guwolelo, Nangrong, Gladangsari, Boyolali. Bahkan di situ dicantumkan, nomor telpon untuk reservasi. Tapi saya putuskan untuk tidak menghubungi. Saya mau mencoba cara "go show" saja.

Kembali Google Maps menjadi penunjuk jalan yang diandalkan dalam traveling kali ini. Gerimis dan kabut serta jalan yang hanya bisa dilewati satu mobil, mewarnai perburuan kami. Untung, saat itu tidak berpapasan dengan mobil. Hanya bertemu sepeda motor.

Lingkungan Alam yang asri di lereng Gunung Merbabu (dokpri)
Lingkungan Alam yang asri di lereng Gunung Merbabu (dokpri)

Udara sejuk dingin mulai terasa di badan saat kaca mobil saya buka.  AC mobil saya matikan, karena saat memasuki jalan yang dicor semen kondisinya menanjak. Lampu mobil pun saya nyalakan karena berhadapan dengan kabut.

Akhirnya, lokasi yang kami cari ketemu. "Anda sudah sampai pada tujuan" kata mbaknya di Google Maps. Setelah memarkir, saya mencari lokasi resepsionis. Tak ada tandanya. Lalu saya berjalan menuju ke Cafe. Bertanya ke salah satu penjaga Cafe.

Tipe Standar (dokpri)
Tipe Standar (dokpri)

"Mbak, saya mau nginap di sini bisa nggak? Tapi saya belum booking. Kalau tidak bisa, ya nggak apa-apa. Saya langsung turun pulang" tanya saya ke salah satu penjaga Cafe. Saya lihat raut muka mbaknya seperti terkejut. Tiba-tiba kok ada orang mau menginap.

"Saya tanyakan ke manajer saya dulu, ya Pak" jawabnya. Saya mengangguk dan saya lihat mbaknya langsung menghubungi lewat HT. Tak lama kemudian saya diperkenalkan dengan Mas Boni.

Tertata dan penempatan yang unik (dokpri)
Tertata dan penempatan yang unik (dokpri)

Kami mengobrol seputar Kema Merbabu yang mengusung konsep Glamping, Kemah Mewah. Mas Boni menyampaikan bahwa Kema Merbabu ini, masih "trial opening" karena belum diresmikan. Tapi, sudah menerima tamu. Katanya sebelum saya tiba, malam minggu kemarin dipakai oleh rombongan keluarga.

"Mohon maaf sebelumnya ya Pak. Glamping kami yang sudah ready, yang tipe standar. Yang deluxe dan suite, belum dibersihkan" ucap Mas Boni. Langsung saya mengiyakan saja. Karena saat itu, hujan gerimis dan udara terasa makin dingin dan mulai menggigilkan badan.

Sarapan (dokpri)
Sarapan (dokpri)

Oh ya, mas Boni menyambut kami dengan ramah. Ketika saya menanyakan fasilitas apa saja yang bisa didapat untuk para tamu di Glamping Kema Merbabu. Mas Boni, menjawab, "Di setiap tenda sudah ada kamar mandi yang dilengkapi dengan air panas, handuk, perlengkapan mandi, dan pagi dapat sarapan. Boleh pilih nasi goreng atau roti sosis".

Mas Boni juga cerita, matahari terbit bisa dilihat dari teras tenda. Kelap-kelip lampu kota Boyolali juga bisa dilihat, asal kabut tidak turun. Suhu udara di Kema Merbabu bisa mencapai 16 derajat Celsius. Siapkan baju hangat untuk melawan tua eh dingin, canda mas Boni.

Di kaki Gunung Lokon, Tomohon, tergantung musim, suhu udara bisa mencapai 19 derajat di malam hingga subuh. Jadi, saya sesungguhnya sudah terbiasa hidup di tempat yang dingin. Ya karena saya tinggal di Tomohon. Beda di Bromo, wah di sana namanya kedinginan banget. Suhu udara di Bromo apalagi di spot Penanjakan bisa sampai 6 derajat.

Singkat cerita setelah mandi, saya menuju ke cafe. Lalu pesan untuk makan malam. Mereka berjanji akan mengantar ke tenda kami. Kami tunggu.

Petik sayur (dokpri)
Petik sayur (dokpri)

Esok harinya saya bangun lebih awal untuk melihat matahari terbit. Tetapi tidak beruntung karena selain posisi terbitnya dari arah sebelah Utara (pernah posisi terbit ini viral di media masa) juga tertutup awan. Yah, Cuma dapat semburat warna merahnya saja.

Untuk berkomunikasi dengan pihak Kema Merbabau, Mas Boni, saya menggunakan WA. Melalui WA saya diberitahu bahwa Cafe buka dari jam 09.00 hingga 20.00. "Jika berkenan minum kopi dan snack" katanya sambil kirim cuplikan layar daftar menu Cafe.

Pagi harinya, pesan WA saya berbunyi. Ternyata pihak Kema Merbabu mengirim pesan tentang aktifitas jalan-jalan ke pertanian milik warga, seperti mas Boni sampaikan kemarin, akan dilaksanakan setelah sarapan dan dipandu oleh mas Rahmat. Lalu saya balas dengan kata "asyiaap".

Menyusuri ladang tembakau (dokpri)
Menyusuri ladang tembakau (dokpri)

Oh ya, mengapa mas Boni menawari saya untuk beraktifitas "petik sayur" di kebun warga. Memang ada kisahnya yang kebetulan.

Begini. Rasa ingin tahu tentang bagaimana Glamping Kema Merbabu dikelola dan bagaimana cara promosinya, saya sampaikan langsung ke Mas Boni. Termasuk kalau saya nginap lalu bisa beraktifitas apa saja. Soalnya, mas Boni tidak pernah menyinggung kolam renang. Ya maklum, di tempat dingin ini, lebih baik tidak tersedia kolam renang. Kecuali ada sumber air panas kayak di Cipanas Garut atau Ciater Lembang.

"Di sini malam-malam BBQ, pasti asyik lho mas Boni. Sayang belum tersedia paketnya ya?" tanya saya. Mas Boni menjawab, memang paketnya belum ada. Tapi ide ini akan saya sampaikan ke pimpinan kami.

"Oh ya pak. Besok pagi kami akan memberikan pelayanan spesial berupa trekking ke kebun warga dan silahkan nanti sambil petik sayur. Bisa sayur kol, wortel atau cabai. Lihat situasi saja nanti ya pak" lanjut mas Boni.

Yang di atas tenda tipe suite (dokpri)
Yang di atas tenda tipe suite (dokpri)

Trekking dan petik sayur langsung saya sanggupi karena di masa pandemi kita tidak boleh mager alias malas gerak. Gerakkan badan agar tetap menjaga kondisi fit sehingga imunitas terjaga juga. Nah, mau tahu keseruan trekking itu, silahkan menonton di video saya

Akhirnya, saya memahami arti kata "staycation" di Glamping Kema Merbabu. Tak heran, salah satu platform pesanan tiket, hotel dan liburan sering menawarkan paket liburan "staycation" kepada para membernya.


"Staycation" itu gabungan dari dua kata "stay" dan "vacation" yang kemudian dimengerti sebagai kondisi di mana masih tetap berlibur dan keluar rumah tetapi tidak jauh (tidak ke luar negeri atau ke luar pulau) dan masih tetap tinggal dalam rumah dan beraktifitas di sekitar tempat menginap.

Bertebing (dokpri)
Bertebing (dokpri)

Dan itulah yang pengalaman liburan saya di Kema Merbabu, glamping baru di lereng Gunung Merbabu yang membuat saya bisa menikmati sensasi "staycation". Tertarik? Silahkan menginap di situ.

Untuk harga, saya dikenai biaya per malam sebesar 550 ribu.

Salam Koteka, dibawa ke mana saja, tiada gantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun