Mumpung masih di Semarang, kota berhawa panas, langkah kaki saya lanjutkan dengan berburu kuliner kampung khas Semarang.
Sabtu ini (20/4), saya ikut kakak saya ke pasar. Pokoknya ikut saja, daripada di rumah. Tetibanya di pasar, pertama-tama mata dimanjakan dengan jajan pasar lupis, gendar, putu mayang, klepon dan cenil.
"Beli dua bungkus tapi campur" simbok penjual kemudian melayani dan dua bungkus kertas bekas fotokopian, diserahkan. Untuk dua bungkus, saya merogoh kantong dan menyerahkan lima ribuan kepada simbok penjual jajanan pasar.
Sementara itu, kakak perempuan saya sudah berhenti di muka penjual ikan. Saya lihat penjual mengambil kepala ikan dan dimasukkan di kantong plastik.
"Kok beli kepala ikan, mana dagingnya?" tanya saya kepada kakak saya. Sambil tersenyum, kakak saya menjawab, "Ini kepala ikan Manyung. Nanti, arep dimangut. Pasti sedap".
Dalam perjalanan pulang, saya tanya berapa harga satu kepala ikan manyung. Kakak saya bilang 1 belah kepala ikan manyung (bukan utuh) harganya sepuluh ribu rupiah. Lalu saya lihat di kantong plastik jumlahnya ada 7 potong kepala manyung.
"Di warung harga seporsi mangut kepala manyung ukuran besar (2 kg) bisa dijual hingga 100 ribu rupiah" ingat saya seperti yang dikisahkan oleh teman saya.
Ikan Manyung (Siluriformes, Ariidae) adalah ikan laut tangkapan nelayan yang biasa dagingnya dipakai untuk ikan asin (jambal roti). Ada 7 jenis ikan Manyung, tapi yang terkenal untuk ikan asing yang jenis Thalassinus.
Tetiba di rumah, setelah meletakkan semua belanjaan di atas meja, termasuk 7 potong kepala ikan asap manyung.
Lalu, bagaimana cara membuat mangut ndas manyung? Kakak perempuan saya menjelaskan dengan detil. Saya hanya memperhatikan saja.
Bagi saya masakan mangut sudah saya kenal sejak kecil. Ibu saya pandai membuat masakan berupa mangut dengan bahan bervariasi. Kadang ikan lele, belut, iwak pe (pari), manyung, atau kakap merah. Yang saya sukai kalau ibu saya masak mangut ikan pe. Saya suka karena rasa bumbunya sering menggoyang lidah dan pedasnya lama hilang.
Keringat yang mengucur dari dahi hingga leher menjadi indikator, betapa sedap dan nagihnya mangut itu. Kalau menyantap mangut, saya tak pernah pakai sendok, alias pakai tangan. "Sadap butul" kata orang Manado.
Proses memasak Mangut Ndas Manyung, tidak terlalu sulit. Setelah ikannya dibersihkan lalu dikukus supaya bau amisnya hilang.
"Tumis dulu rempah-rempahnya seperti bawang merah, bawang putih, sereh, daun jeruk, kencur, kunyit, cabe merah, daun lengkuas, daun salam. Kalau ada blimbing wuluh makin enak" ujar kakak saya.
Setelah ditumis, diberi garam, gula, bumbu masakan, dan santan secukupnya hingga mendidih lalu baru dimasukkan ndas manyung dan dikukup. Jangan lupa diberi tambahan seperti tahu, tempe, ketimun krai supaya makin sedap. Aduk-aduk hingga merata.
"Ayo makan mangut ndas manyung. Sudah siap disantap rame-rame. Pakai tangan saja makannya lebih seru," ujar kakak saya sambil memberikan aba-aba untuk segera makan siang. Tak hanya itu es teler siap menemani untuk penutup makan siang saya.
Sambil diskusi saya menyarankan ke kakak saya lain kali agar mangut terasa rempahnya, bisa ditambah dengan irisan jahe merah dan kemangi. Saya teringat "woku Manado" yang rempah-rempahnya nendang di mulut karena daun kemangi dan jahe merahnya.
Salam kuliner. Salam wisata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H