Mudik untuk nyoblos itu sesuatu yang unik dan menyenangkan. Ini bukan urusan Pilpres atau Pileg, tetapi utamanya soal aspirasi dan hak pilih warga.
Setelah mengajukan ijin untuk pulang ke kampung halaman, dengan alasan nyoblos, saya langsung pesan tiket pesawat (15/4).
Selama di perjalanan atribut kampanye sudah mulai sepi. Masa tenang mulai terasa. Bagi saya ini penting. Kepada siapa nanti saya coblos tanpa tekanan dan paksaan. Sesuai hati nurani tentunya.
Sembari menunggu detik-detik pencoblosan, saya kangen dengan kuliner Semarangan. Kuliner yang saya kangeni ini termasuk melegenda. Sejak saya kecil hingga sekarang masih tetap eksis dan tak pernah terdengar hilang dari peredaran.
Kuliner kampung, yang saya rindukan itu tak lain adalah bakso dan gado-gado.Â
Semarang itu panas udaranya. Maklum berada di pinggir Pantura. Gerah itu hal yang sudah biasa bagi warga Semarang. Nah, bagaimana kalau saat gerah itu makan bakso? Wah cocok banget itu.
Yang jual bakso di Semarang banyak. Lokasi dan jenis baksonya bisa dicek di layanan darling. Berdasarkan rekomendasi teman-teman, pilihan jatuh pada Bakso Geger di Banyumanik.
"Kuahnya bening, baksonya empuk dan nutrisi dagingnya terasa menggoyang di lidah. Pokoknya enak deh" kisah Anita di WA Grup alumni dengan menambah emoti kangen.
"Kelebihan bakso Geger itu pada campuran potongan daging (tetelan) dan usus sapinya. Tapi uniknya kuahnya tetap bening" kesan saya setelah menyantap bakso Geger sambil mengusap keringat yang meluncur dari leher.