Saat berada di salah satu pura, saya membaca tulisan yang dipahat di atas batu marmer putih. Ternyata Pura Luhur Tanah Lot terdiri dari Pura Jero Kandang, Pura Enjung Galuh, Pura Batu Bolong, Pura Mejan dan Pura Luhur Perkendungan.
Di bibir pantai, ombak laut sore itu terlihat besar  sehingga air yang menerpa bebatuan pantai terlihat tinggi dan jatuh menerpa beberapa wisatawan yang asyik berdiri. Demi keselamatan, wisatawan yang berada di pinggir pantai mulai mundur di tempat yang aman.
Setelah beberapa saat berada di bawah Pura Tanah Lot, Mister Jay kembali. Ia bercerita bahwa ia dapat merasakan aura ritual adat Bali yang beragama Hindu serta bagaimana umat Bali menjaga kesakralan dan keheningan tempat ibadah itu. Simbol ritual ibadah lewat sesaji dan penjor serta ornamen khas Bali yang terpasang di sekitar Pura, memberi suasana suci bagi siapapun yang mendekat dan tak hanya plesir saja.
Seandainya kami datang saat Odalan atau hari raya di Pura (210 hari sekali) atau saat Galungan dan Kuningan, tentu aura mistik dan khusuk terasa saat berada di Tanah Lot.
Kami sempat menikmati keindahan "sunset" di Tanah Lot pada sore menjelang malam. Warna jingga kemerahan mentari, menciptakan siluet, bayangan hitam termasuk manusia di kala senja. Sungguh eksotik.
Saya mulai merenung. Berwisata tak sekedar piknik atau plesiran saja. Berwisata yang baik adalah mengenal sejarah budaya dan legenda dari setiap tempat wisata yang dikunjungi. Dengan berusaha mengetahui dan mencari tahu latar belakangnya, (bisa dibaca di Wikipedia atau sumber lain yang terpercaya), wisatawan tak akan bosan mengunjungi objek-objek wisata meski pernah dikunjungi sekalipun.