"Tempat istirahat pertama di pertigaan sungai yang ada air terjun "sapa" Timbukar. Dan yang kedua kita istirahat di lokasi mandi yang bisa untuk loncat dan mencebur sungai" kata Edo, skipper perahu saya.
Petualang arung jeram dimulai. Perahu saya berangkat lebih dulu. Baru kemudian diikuti perahunya Michelle. Awalnya saya merasa kuatir. Bukan tanpa alasan, saat perahu berjalan mengikuti arus sungai yang meliuk-liuk melewati bebatuan besar, badan bergoyang hebat. Tak hanya itu, beberapa kali terhempas saat meluncur ke bawah.
Setelah mengarungi sungai Nimanga sekitar 30 menit, kami istirahat di lokasi Air Terjun, yang tingginya sekitar 10 meter. Ludo dan Michelle langsung berjalan menuju ke air terjun. Sesampainya di delta air terjun, Ludo langsung berenang dengan gaya mengambang.Â
Hijaunya pepohonan di sekitar air terjun, tampak makin alami. Tak ada orang berjualan atau sampah di sekitar lokasi. Wajah senang Michelle dan Ludo tak kuasa ditutupi saat menikmati pemandangan alam di sekitar air terjun.
Tak kurang dari 15 menit kami istirahat dan petualangan arung jeram dimulai lagi. Posisi duduk saya bergeser ke kiri. Di kanan, ada pak Alok, warga Timbukar yang bercerita banyak tentang keindahan alam di jalur rafting.
"Kalau masih ada, nanti bisa melhat ular piton besar yang sedang melilit di pohon. Barangkali sedang ganti kulit. Soalnya hampir seminggu ular itu tidak bergerak. Di dekat perhentian kedua, kita bisa melihat kawanan monyet Sulawesi yang sedang turun ke sungai untuk mencari makan" jelas pak Alo sambil mendayung.
"Di aliran sungai ini, ada jeram ekstrim yang oleh pencinta arung jeram disebut "golden gate", "cobra" dan "goodbye" ungkap Pak Alo. Nama-nama jeram itu membuat penasaran, dan kemudian saya tanya apa artinya.
"Dinamakan golden gate, karena jeramnya bisa membuat penumpang jatuh keluar dari perahu. Kontur jeramnya cukup sulit untuk dilewati perahu. Bagi perahu yang berhasil melewati tanpa ada penumpang yang jatuh, nah itu emasnya atau golden. Nggak seru kalau main arung jerang tidak jatuh. Nggak usah kuatir, stopper dan skippernya udah berpengalaman dalam menolong yang jatuh" ungkap Pak Alo menyuntik semangat kami.
"Kalau kobra itu karena arusnya nge-drill seperti ular kobra. Sedangkan yang jeram "goodbye" adalah jeram terakhir sebelum mencapai finis. Dan tentu saja, sensasinya seperti mau lagi main arung jeram karena telah lulus melewati aneka macam rintangan sepanjang 9 km" lanjut pak Alo, yang meski usia sudah bukan muda lagi tetapi masih bersemangat mempromosikan wisata arung jeram Timbukar setiap kali ada wisatawan datang.