Ke Semarang, Jawa Tengah, jangan hanya berburu Bandeng Presto atau Moaci. Sesekali berburulah "suasana malam" di Kota Lama, kawasan gedung-gedung tua peninggalan zaman kolonial Belanda. Singgahlah di Taman Sri Gunting, Jalan Letjen Suprapto.
Udara malam itu, terasa sejuk. Saat saya melewati jalan Kali Berok, tampak menyisakan basah. Hujan baru saja mengguyur kota Semarang. Di saat tidak hujan, meski malam udara kawasan Semarang bawah terasa gerah. Maklum, kota ini berada di pesisir Pantai Utara, Pergota (Bergota) yang sudah ada sejak abad 6 Masehi.
Setelah mobil parkir di dekat Pasar Klitikan, tempat berburu barang antik, saya dan keluarga adik saya berjalan menuju ke Taman Sri Gunting. Taman ini berada di tengah-tengah antara Gedung Blenduk, Gedung Marba, Gedung Jiwasraya, dan Gedung Kerta Niaga.
Tak hanya banyak pengunjung, mata saya terpesona oleh payung-payung aneka warna yang bergelantungan rapih segaris dengan jalan setapak di taman itu. Pemasangan payung-payung itu mempercantik taman yang aslinya sudah rindang dan alami.
Setelah menikmati keramahan malam di Taman Sri Gunting, lalu kaki melangkah untuk jalan-jalan mengitari Gereja Blenduk yang berkubah. Sepanjang perjalanan, saya melihat pengunjung berfoto ria. "Little Netherland" dengan arsitektur Eropa yang eksotik dan menyimpan segudang cerita tentang jaman kolonial Belanda. Sungguh, malam itu saya merasakan aura landmark Kota lama Semarang yang toleran antara penjajah dan peninggalan sejarah dan budaya yang bernilai tinggi.
"Pingin photobooth? Silahkan tersedia banyak spot foto di sini" timpal pelayan cafe menawarkan kepada kami setelah menulis pesanan minuman dan makanan kami.
Sebelum kembali mobil, Pasar Klitikan yang berada di samping Cafe Retro, sempat saya sambangi. Lapak-lapak yang menempel dinding gedung tua, menjajakan dan menyajikan barang-barang antik seperti jam kuno, tembikar, peralatan rumah tangga, radio, topi bahkan sepeda motor. Saya melihat juga, koleksi prangko lawas, mesin ketik dan banyak lagi.