Saya bercerita panjang lebar kepada tuan rumah, mengapa kami bisa kesasar di pulau Gag. Kepala kampung dan beberapa warga menerima kami dengan ramah. Kopi hangat pun disuguhkan kepada kami. Saya pun langsung menyeruput kopi itu untuk mengusir rasa dingin dan panik kami. Saya duduk melantai, dengan kaki saya selonjorkan untuk melepas kekakuan pada sendi-sendi.
Setelah selesai mandi, kepala kampung mengundang kami untuk makan malam bersama dengan lauk ikan Kakap goreng dicolok dengan rica-rica. Begitu lahap kami makan karena kelaparan sejak masih di atas kapal. Sebenarnya makanan khas penduduk, adalah Papeda atau bubur sagu yang dimakan bersama ikan berkunyit.
Luas pulau Gag sekitar 6.500 hektar. Dari obrolan kami dengan warga, pulau Gag dihuni sekitar 600 jiwa dan lebih banyak pria daripada wanita. Kata "Gag" berarti teripang dalam bahasa Weda, bahasa yang digunakan oleh penduduk Kepulauan Halmaera. Konon, dulu Pulau Gag tak berpenduduk dan hanya digunakan untuk berkebun yang datang dari Pulau Gebe.
Jejak kemenangan pasukan Trikora dalam mengembalikan Irian Jaya kepangkuan NKRI (1963), tercermin dari nama Kampung Gambir. Kata "gambir" sebetulnya berasal dari kata gembira karena sukacita atas kembali Pulau Gag ke wilayah Irian Jaya (Papua). Pertambanagan Nikel pun akhirnya menjadi mata pencaharian warga. Tambang Nikel ada di Pulau Gag sejak zaman kolonial Belanda hingga tahun 1972 terjadi nasionalisasi perusahaan milik Belanda.
Selain beragama Kristen, sebagian besar (95%) penduduk Gag beragama Islam. Namun demikian, kepercayaan terhadap hal-hal magis masih kuat dipegang oleh penduduk. Penangkapan ikan di laut menjadi andalan kebutuhan ekonomi, di samping pemanfaatan sumber daya hutan dan berkebun.
"Harga bensin di sini bisa mencapai Rp. 100.000,- per liter. Pasokan BBM boleh dikata langka. Pulau Gag disebut juga pucuknya kepulauan Raja Ampat, dan termasuk dalam wilayah 3 T, yaitu pulau terluar, terdepan dan tertinggal" kata Pak Sam memungkasi cerita tentang pulau Gag.
Langit pagi begitu cerah. Om Papua menghidupkan mesin speedboat. Setelah semua masuk kapal, kami berangkat mengarungi lautan untuk menuju ke Homestay Piaynemo, ikon kedua Raja Ampat dengan hati bersyukur.