Matahari belum lama naik dari peraduan semalam. Di pantai Sanur Bali, Minggu pagi itu (16/7) sudah ramai dipadati oleh wisatawan lokal dan internasional.
Sekelompok anak-anak kecil berenang dengan gembiranya sambil sekali-kali mencripatkan air laut ke arah temannya. Mereka saling berbalas hingga basah kuyub. Sementara wisatawan yang lain sibuk berselfie dengan latar belakang tulisan Sanur Beach. Masih di atas pasir pantai, para remaja bermain sepakbola pantai dengan serunya.
Pantai Sanur pagi itu memang ramai seperti pasar. Para penjual minuman dan makanan ringan yang berjualan di ruas jalan Setapak, tak urung mendapat banyak rejeki. Demikian juga penjual pakaian dan souvenirtampak dikerubuti oleh wisatawan. "Hari ini hari terakhir liburan sekolah. Besok Senin sekolah sudah mulai kegiatan belajar mengajar. Pantas kalau pagi ini ramai" ujar Wahyu mengingatkan.
Di sebelah lain, lebih dari sepuluh kapal "fastboat" bermesin mulai 800 PK sedang menunggu wisatawan yang ingin melancong ke Nusa Lembongan, Nusa Ceningan atau Nusa Penida. "Jadi naik kapal Idola?" tanya saya kepada istrinya Wahyu sesuai dengan rencana awal. Dia mengangguk ragu karena belum dapat tiket kapal.
Akhirnya kami beli tiket kapal itu. Hampir satu jam lebih kami menunggu dan duduk di bawah tenda loket. Padahal kami sudah ditunggu sopir mobil sewaan di Nusa Penida sejak jam tujuh. Yah, apa boleh buat kami memang terlambat sampai di pelabuhan Sanur. Sebaiknya kalau naik kapal yang jam keberangkatan ke Nusa Penida jam 7. Ini penting supaya ketika sampai Nusa Penida bisa mendapat objek wisata yang lebih banyak.
Tiket seharga Rp. 75.000,- per orang sudah saya kantongi. Tak lama kemudian petugas memanggil para penumpang Kapal Maruti Express untuk bersiap naik kapal berkapasitas 45 orang. Sebelum naik kapal bermesin 4 pendorong, semua penumpang melepas alas kaki dan dimasukkan ke keranjang plastik yang telah disediakan oleh crew kapal.
Tetiba di dalam kapal, kesan pertama saya seperti sedang naik bus malam yang dilengkapi dengan AC. Kursinya empuk dan menghadap ke depan semua serta satu deret untuk tiga orang.Â
Jendelanya kaca dan kalau mau dibuka, tinggal menggesernya. Kesan mewah dan bersih terasa sekali saat duduk di dalam kapal. Panjang kapal 13 meter dan lebarnya 3 meter. "Hanya 30 menit sampai di Nusa Penida, dengan catatan cuaca baik dan gelombang laut tenang" kata seorang crew saat saya tanya berapa lama perjalanan dari Sanur ke Nusa Penida.
Begitu membuka mata mesin kapal sudah terdengar meraung-raung mengambil posisi untuk berlabuh di Toya Pakeh. Bli Ketut sudah menunggu kami di dermaga Toya Pakeh.
Roda mobil APV bergerak mengantar kami ke objek wisata di Nusa Penida. Namun, Bli Ketut membawa kami untuk booking tiket Kapal Dwi Manunggal untuk jam berangkatnya ke Sanur yang paling terakhir, yaitu jam 16.30.
Saya bersama rombongan berjumlah tujuh orang, hanya bisa mengiyakan sembari menengok kanan kiri melihat alam Nusa Penida untuk pertama kali. Begitu memasuki pedesaan dengan kondisi jalan yang kadang beraspal dan kadang hanya pengerasan batu, dan kontur tanah naik turun dengan pemandangan tanah gersang berkapur, spontan saya ingat alam pegunungan di Gunung Kidul Yogyakarta.
Setelah melewati perjalanan gersang berliku-liku dan berapa kali berhenti karena berpapasan dengan mobil lain, akhirnya kami tiba di Angel Bilabong Beach dan Broken Beach. Pantai ini tidak landai berpasir, melainkan pantai bertebing dengan air lautnya yang biru tosca nan jernih.
"Tuh lihat ombaknya naik tinggi lalu menghantam batu karang hingga menimbulkan suara keras dan cipratan air yang menyebar ke segala arah. Pemandangan alam yang indah" celoteh saya di hadapan rombongan. Seorang turis asing duduk diam di atas bebatuan karang dekat pantai dengan asyiknya. Saya menduga turis ini sangat tertarik dengan atraksi pecahan ombak yang menerpa bebatuan setiap gelombang air laut naik. Di Angel Bilabong Beach ini, shutter kamera seperti tak mau berhenti mengabadikan atraksi ombak yang menggerlora antara air laut dan bebatuan bertebing.
Bentukan alam pantai seperti itulah yang menjadi daya pikat wisatawan untuk melihat keindahan alam Nusa Penida. Terbayar sudah perjalanan yang gersang tadi dengan melihat kedua pantai unik nan indah.
Pantai bertebing dengan ketandusan tanahnya kembali saya lihat tetibanya di Pantai Kelingking. Berdiri atau duduk di pinggiran tebing dengan latar bukit berbentuk kelingking yang menjorok ke laut, sungguh puas rasanya. Betapa tidak. Pantai ini sempat viral di media sosial dan telah membuat banyak warga penasaran akan indahnya pantai Kelingking.
Setelah berfoto, kami kemudian naik dan berfoto di atas batang pohon kering. Di situ telah disediakan tangga untuk naik. Tapi untuk berfoto di situ harus sabar dan antri dengan wisatawan lain. Tak jauh dari lokasi itu, ada warung yang menjual minuman ringan dan air kelapa muda. Bagi yang lapar, bisa beli di rumah makan dekat parkiran mobil.
Chrystal Bay
Pantai ini tidak bertebing. Tanahnya landai memnajang dan berpasir putih. Konon menyaksikan matahari terbenam dari Crystal Bay sangat eksotik. Tak hanya itu, snorkeling dan diving menjadi andalan pantai ini. Ketika tiba di pantai ini, saya melihat banyak turis asing sedang berjemur punggung sambil tiduran di atas pasir. Tampak mereka menikmati panasnya sang surya yang tak lama lagi akan terbenam di ufuk Barat.
Begitulah wisata enam jam di Nusa Penida untuk pertama kali bagi saya. Kami, sebenarnya belum puas keliling Nusa Penida. "Besok kalau datang lagi ke Nusa Penida harus dirancang menginap sekurang-kurangnya semalam dan berangkat dari Sanur pakai fastboat yang berangkat paling awal" tegas Wahyu saat Kapal Dwi Manunggal sedang bergerak meninggalkan Bli Ketut dengan APV-nya di dermaga Toya Pakeh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H