Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Rindu] Paket Rinduku

7 September 2016   20:58 Diperbarui: 7 September 2016   21:19 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paket Rindu

 

Paket itu jelas ditujukan kepada saya. Pengirimnya juga jelas. Namanya Rindu. Dikirim dari kota M. Cuma heran saya, kenapa Bapak pembawa paket titip pesan pada saya agar saya memperlakukan paket itu dengan hati-hati.

"Permisi pak, ini ada paket dari mbak Rindu. Pesannya jangan dibanting. Barangnya  gampang rusak Pak" kata si Bapak pembawa paket sambil matanya menatap tajam mata saya.

"Memang kau kenal dengan Rindu? Rindu itu siapamu dan apamu?" tanya Yudha teman satu rumah sambil melirik paket yang teronggok dan masih terbungkus rapih di atas lantai.

***

Paket itu saya terima siang tadi di kantor. Ada tulisan di bungkusnya, "Titip rindu buat Rindu". Semakin sering kueja tulisan itu kepalaku jadi pusing. Saya merasa gagal fokus. Otakku rasanya tak mampu mengingat masa lalu dan menghubungkan kejadian sekarang.

"Apa korelasi antara Rindu, Paket dengan saya?" tiba-tiba saya berbicara sendiri tak ada ujung pangkalnya. Ocehan itu didengar Yudha, teman serumah, lalu menimpali pikiranku dengan mengatakan, "Ingat, sewaktu kuliah, kita belajar tentang otonomi dan korelasi. Manusia itu lahir secara otonom. Tetapi ia berkorelasi dengan yang melahirkan. Yang melahirkan pun punya otonomi dan berkorelasi dengan yang lain. Jadi setiap manusia itu otonom tapi berkorelasi dengan benda, alam, binatang, manusia dan Sang Pencipta".

Ah, omonganmu ngelantur Yud, batin saya agak tidak terima. Tapi, benar juga omongan Yudha tadi. Apakah saya harus melawan lupa? Apakah saya tetap berani berpikir salah?

"Maksudmu, paket itu tidak sengaja dikirim? Tapi realitanya, sekarang ada di hadapanmu? Apakah Ini bukan sebuah kesengajaan? Paket itu jelas ada karena kamu ada, ya adamu sekarang ini" lanjut Yudha seperti orangtua yang sedang menasehati anaknya.

Saya diam. Pikiran saya melayang kepada si pengirim paket itu. Ya, Rindu namanya. Dikirim dari kota M yang sejuk. Kota buah.

***

Senja telah tiba. Langit mulai berubah memerah di ufuk Barat. Di balik gunung, di belakang rumah. Suara binatang malam sayup-sayup mulai terdengar.

Tiga belas tahun yang lalu. Pergumulan itu berakhir dalam satu kalimat. "Pokoknya, saya tidak mau dinomerduakan" tegas saya.

Mendengar itu, ia diam dan hanya bisa meneteskan air matanya. Ia ingin tetesan air mata ya terbang ke langit dan bergabung dengan senja. Saat itu senja akan pergi dan sebentar lagi meninggalkan kegelapan di belakang rumahku.

Wanita separuh baya itu bernama Rindu. Ia masih menangis. Ia menangisi sikapku, kataku, pendirianku dan masa depanku. Tak ada orang yang mau dinomerduakan. Kalimat itu bagi dia, bak sebuah pisau mencabik-cabik hati rindunya. Dari tahun ke tahun ia menangisi pemuda itu hingga akhirnya ia menumpahkan seluruh tangisnya di dermaga sepi, tempat saya mencari jejak perahu.

"Buka saja itu paket" kata Yudha membuyarkan lamunanku. Pisau yang sudah saya pegang kemudian mulai beraksi mencabik-cabik bungkus paket itu. Meski senja mulai menyisakan malam pada langit gelap, tapi dadaku tetap bergetar juga antara penasaran dan kejutan saat paket di buka itu.

Tiba-tiba Yudha tertawa terbahak-bahak melihat isi paket itu. Ia berteriak "Ahhhh cuma berisi tiga buah apel hijau" sambil matanya menyapu raut wajahku yang tegang.

Di antara tiga buah apel itu, ada secarik kertas. Saya ambil kertas itu lalu saya baca "Penjual Rindu".

 

Sekian.

07.08.2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun