Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

"Ngulik" Ikan Kudu-kudu di Makassar

30 Maret 2016   09:47 Diperbarui: 31 Maret 2016   14:32 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Senja di Pantai Losari (Dokpri)"][/caption]Bila minat yang sama dipadukan, maka akan terjadi persahabatan. Begitulah awal perjumpaan saya dengan seorang traveler dari Jakarta yang menyukai dunia fotografi. Namanya Liza Monalisa, seorang perempuan paruh baya yang terkesan ramah.

Di pantai Losari, kami bertemu dan bercerita sambil menunggu terbenamnya matahari. Ternyata Liza tak hanya menyukai fotografi, tetapi pencinta kuliner. Lewat hapenya, Liza memperlihatkan foto ikan goreng tapi bentuk ikannya aneh dan sedikit seram.

[caption caption="Penampakan ikan kudu-kudu goreng (Dokpri)"]

[/caption]“Semalam saya makan ikan kudu-kudu goreng. Ini ikan katanya hanya terdapat di Makassar. Disajikan sudah terbelah kayak gini. Rasanya lembut beradu dengan tepung goreng yang membalutnya,” ceritanya dengan penuh bangga.

Ikan kudu-kudu ini memang menjadi incaran para wisatawan. Seolah-olah belum lengkap rasanya kalau belum “ngulik” ikan kudu-kudu. Begitu diperlihatkan foto tadi, rasa penasaran saya mulai membuncah dengan satu tekad, saya harus berburu kuliner aneh ini. Yah, mumpung saya sedang berada di Makassar.

[caption caption="Ramainya tempat pelelangan ikan Paotere (Dokpri)"]

[/caption]Setelah mengunjungi bongkar muat barang dan menghayati sejarah kejayaaan orang Bugis abad ke 14 lewat kapal Phinisinya di Pelabuhan Paotere, saya dan Liza diantar ke tempat pelelangan ikan oleh ak Aris sopir rental kami. Akses menuju pasar ikan itu, sebenarnya tidak jauh dari pelabuhan, hanya karena Jumat pagi (25/3/2016) itu hari libur, kepadatan lalu lintas sedikit menghambat laju kendaraan.

[caption caption="Akses ke tempat pelelangan ikan (Dokpri)"]

[/caption]Langkah-langkah kaki kami membelah hilir mudik orang yang datang pergi berbelanja ikan di pelelangan ikan yang becek. Banyaknya kendaraan roda dua yang terparkir di jalan menuju ke pelelangan mempersempit ruang gerak para para pejalan kaki. Pagi itu, suasana pasar ikan memang sangat ramai.

Tetibanya di lokasi penjualan ikan, saya sedikit kaget saat melihat begitu banyak jenis ikan segar yang dijual di tempat pelelangan ikan. Ikan kerapu, ikan baronang, ikan cepak, ikan pari, ikan tuna, ikan kakap merah, ikan napoleon (lucangka), ikan hiu dan ikan lainnya yang tidak saya ketahui. Di samping itu, saya melihat cumi ukuran besar, kepiting, udang, kerang, juga dijual di situ.

[caption caption="berbagai jenis ikan (dokpri)"]

[/caption]“Mari pak, ikan baronang besar tiga ekor, lima puluh ribu saja. Bayar dan bawa pulang!” teriak penjual ikan di dekat saya. Tak lama kemudian seorang bapak langsung menyambar ikan itu dan ngacir meninggalkan penjual tadi.

Ikan yang saya cari belum saya temukan. Saya tanya kepada penjual ikan, katanya ikan kudu-kudu sangat langka kalaupun ada sudah dibeli oleh pelanggan. Rasa kecewa itu kemudian saya ceritakan kepada Liza di dalam mobil setelah kami meninggalkan tempat pelelangan ikan.

[caption caption="Pagi yang ramai (Dokpri)"]

[/caption]Sinar matahari pagi semakin terasa panas. Bersamaan dengan itu, para pembeli mulai beranjak dari tempat pelelangan ikan dengan membawa ikan yang dibelinya. Di ujung jalan, ada warung ikan bakar yang sedang ramai dikunjungi. Saya lihat di atas perapian, selain ikan ada juga cumi, udang sedang dibakar untuk melayani pembeli. Uhh asyiknya.

[caption caption="Warung ikan bakar (Dokpri)"]

[/caption]“Saya tidak melihat ikan kudu-kudu dijual tadi,” kata saya membuka percakapan. “Yah itu ikan, memang diincar pelanggannya. Paling restoran-restoran seafood di Makassar sudah pesan lebih dahulu,” kata Liza penuh semangat.

“Tadi saya melihat anak hiu di jual. Ada tiga ekor,” lanjut saya. “Saya kasihan sama ikan hiu itu. Saya dengar ada nelayan yang hanya mengambil siripnya lalu dibuang ke laut. Katanya siripnya akan tumbuh lagi. Kasihan ya,” kata Liza dengan prihatin.

Esok harinya, Sabtu malam, sepulang dari Misa Paskah di Katedral, saya singgah di rumah makan Losari, spesial seafood untuk mengobati perut yang sudah keroncongan. Saat memilih ikan apa yang mau dimakan, saya melihat ada seekor ikan yang bentuknya aneh.

[caption caption="ikan kudu-kudu goreng fillet, yummy (Dokpri)"]

[/caption]“Ini ikan kudu-kudu, Pak. Khas Makassar,” kata petugas yang berdiri di dekat boks pedingin. “Berapa harganya satu ekor?” tanya saya. “55 ribu rupiah, Pak,” jawabnya. Saya akhirnya pesan ikan kudu-kudu yang ternyata bukan dibakar tetapi digoreng tepung dalam bentuk fillet.

Ikan kudu-kudu (Ostracion cubicus) atau boxfish, kata Liza, di Jakarta bisa mencapai 250 ribu per ekor karena langka dan hanya terdapat di Makassar. Ikan ini memiliki kulit yang keras. Kata penjual, di perut ikan hanya daging dan tidak memiliki tulang. Ciri-ciri ini mengingatkan saya pada ikan buntal yang katanya beracun dan tidak layak dikonsumsi. Meski demikian, di Jepang ikan buntal sangat digemari karena tahu bagaimana memasaknya agar tidak kena racunnya. Demikian juga ikan kudu-kudu, apabila empedunya pecah, rasa dagingnya menjadi pahit.

[caption caption="Hmmm memang yummy di lidah (Dokpri)"]

[/caption]Malam itu saya merasa bahagia bisa menyantap ikan kudu-kudu. Tak hanya itu, cumi-cumi yang dibakar dengan tintanya hingga hitam warnanya menambah selera makan saya bertambah. Di samping itu, makan malam saya makin lengkap dengan kudapan baby buncis dicampur dengan telor asin, ikan kakap merah palumarah serta teh tawar.

Salam kuliner. Salam wisata. Salam Koteka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun