“Tadi saya melihat anak hiu di jual. Ada tiga ekor,” lanjut saya. “Saya kasihan sama ikan hiu itu. Saya dengar ada nelayan yang hanya mengambil siripnya lalu dibuang ke laut. Katanya siripnya akan tumbuh lagi. Kasihan ya,” kata Liza dengan prihatin.
Esok harinya, Sabtu malam, sepulang dari Misa Paskah di Katedral, saya singgah di rumah makan Losari, spesial seafood untuk mengobati perut yang sudah keroncongan. Saat memilih ikan apa yang mau dimakan, saya melihat ada seekor ikan yang bentuknya aneh.
[caption caption="ikan kudu-kudu goreng fillet, yummy (Dokpri)"]
Ikan kudu-kudu (Ostracion cubicus) atau boxfish, kata Liza, di Jakarta bisa mencapai 250 ribu per ekor karena langka dan hanya terdapat di Makassar. Ikan ini memiliki kulit yang keras. Kata penjual, di perut ikan hanya daging dan tidak memiliki tulang. Ciri-ciri ini mengingatkan saya pada ikan buntal yang katanya beracun dan tidak layak dikonsumsi. Meski demikian, di Jepang ikan buntal sangat digemari karena tahu bagaimana memasaknya agar tidak kena racunnya. Demikian juga ikan kudu-kudu, apabila empedunya pecah, rasa dagingnya menjadi pahit.
[caption caption="Hmmm memang yummy di lidah (Dokpri)"]
Salam kuliner. Salam wisata. Salam Koteka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H