Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

"Ngulik" Ikan Kudu-kudu di Makassar

30 Maret 2016   09:47 Diperbarui: 31 Maret 2016   14:32 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tadi saya melihat anak hiu di jual. Ada tiga ekor,” lanjut saya. “Saya kasihan sama ikan hiu itu. Saya dengar ada nelayan yang hanya mengambil siripnya lalu dibuang ke laut. Katanya siripnya akan tumbuh lagi. Kasihan ya,” kata Liza dengan prihatin.

Esok harinya, Sabtu malam, sepulang dari Misa Paskah di Katedral, saya singgah di rumah makan Losari, spesial seafood untuk mengobati perut yang sudah keroncongan. Saat memilih ikan apa yang mau dimakan, saya melihat ada seekor ikan yang bentuknya aneh.

[caption caption="ikan kudu-kudu goreng fillet, yummy (Dokpri)"]

[/caption]“Ini ikan kudu-kudu, Pak. Khas Makassar,” kata petugas yang berdiri di dekat boks pedingin. “Berapa harganya satu ekor?” tanya saya. “55 ribu rupiah, Pak,” jawabnya. Saya akhirnya pesan ikan kudu-kudu yang ternyata bukan dibakar tetapi digoreng tepung dalam bentuk fillet.

Ikan kudu-kudu (Ostracion cubicus) atau boxfish, kata Liza, di Jakarta bisa mencapai 250 ribu per ekor karena langka dan hanya terdapat di Makassar. Ikan ini memiliki kulit yang keras. Kata penjual, di perut ikan hanya daging dan tidak memiliki tulang. Ciri-ciri ini mengingatkan saya pada ikan buntal yang katanya beracun dan tidak layak dikonsumsi. Meski demikian, di Jepang ikan buntal sangat digemari karena tahu bagaimana memasaknya agar tidak kena racunnya. Demikian juga ikan kudu-kudu, apabila empedunya pecah, rasa dagingnya menjadi pahit.

[caption caption="Hmmm memang yummy di lidah (Dokpri)"]

[/caption]Malam itu saya merasa bahagia bisa menyantap ikan kudu-kudu. Tak hanya itu, cumi-cumi yang dibakar dengan tintanya hingga hitam warnanya menambah selera makan saya bertambah. Di samping itu, makan malam saya makin lengkap dengan kudapan baby buncis dicampur dengan telor asin, ikan kakap merah palumarah serta teh tawar.

Salam kuliner. Salam wisata. Salam Koteka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun