[caption caption="Stop Narkoba sejak usia remaja. Dokpri."][/caption]“Apapun makanan dan minumannya, kalau asupan itu tidak ada fungsi atau gunanya bagi tubuh kita, sebaiknya jangan dikonsumsi”, simpul Kombes Pol. Drs. Sumirat Dwiyanto, M.Si, BNNP Sulawesi Utara, mengakhiri ceramahnya di depan para siswa kelas 7 dan kelas 8 SMP Lokon, Jumat siang (18/3/2016) dalam rangka Latihan Dasar Kepemimpinan.
Sinar matahari pagi itu begitu terang. Langit biru mulai terbuka. Sisa kabut semalam, menjadi “topping” yang indah di puncak Gunung Lokon. Sebagai warga Desa Kakaskasen Tomohon Utara yang berada di ketinggian 820 m di atas permukaan laut, saya boleh bersyukur karena sehari-hari merasakan kesejukan dan kesegaran udara pegunungan.
Dalam cuaca seperti itu, segerombolan siswa laki-laki berseragam pramuka berlarian memasuki ruang pertemuan. Segera mereka mencari tempat duduk kosong bebarengan dengan siswa lain yang sudah duduk lebih dulu. Seorang narasumber berbaju batik ungu, dengan pin garuda terpasang di dada kanannya, telah duduk dan menunggu pembawa acara mempersilakan untuk tampil sebagai penceramah.
[caption caption="Pohon kecanduan narkoba. Dokpri."]
Untuk lebih jelasnya, para siswa diajak menonton video tentang bagaimana reaksi tikus-tikus putih apabila diberi narkoba. Dalam video singkat itu, tikus-tikus itu yang biasanya menghafal jalan pulangnya, ternyata hanya berputar-putar tak tidak tahu arah pulang. Bahkan tikus itu menjadi binatang yang suka berkelahi dengan tikus lainnya. Anaknya pun tidak dikenalinya lagi, justru dimangsa. Tingkah lakunya pun tidak waras dengan posisi jungkir balik tidak karuan.
“Nah, itu narkoba yang diujicobakan pada seekor tikus. Bisa dibayangkan bagaimana dengan manusia. Pasti akan terjadi disorientasi pada pikiran akibat otaknya rusak. Caba lihat gambar ini, tulang-tulang pada jarinya rusak, pita tenggorokannya juga rusak. Ini akibat dari narkoba. Parah bukan?” lanjut Pak Sumirat dengan tegasnya di hadapan para siswa.
[caption caption="Pecandu Narkoba, Sulut Ranking 5. Dokpri."]
Berdasarkan survei dari LIT BNN dan PUSLITKES-UI pada tahun2014, ditengarai jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia berjumlah 5,1 juta atau 2,8% jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah itu, 39% adalah pengguna narkoba yang coba pakai (39%) dan terima pakai (37%). Dari data tersebut, di Sulut berada di rangking 5 dengan jumlah pemakai 42.867 orang.
“Hati-hati kalau kalian diberi cookies, coklat atau dodol. Karena bentuk ganja yang siap edar sekarang seperti makanan ringan, selain daun ganja, ganja kering berbungkus kertas dan linting rokok ganja. Barusan tadi saya ambil botol air mineral di meja. Kalau rasa airnya tidak tawar, jangan diminum. Bisa jadi sudah dicampur dengan narkoba sehingga rasa airnya pahit, asam, manis atau rasa lain yang bukan tawar. Sudah ada kasus narkoba dengan modus operandi menggunakan botol air mineral sehingga bagi yang minum langsung pusing dan fly,” lanjut Kepala BNNP Sulut dengan suaranya yang memikat.
Ketika acara tanya jawab tiba, banyak murid yang bertanya. Pertanyaan yang disampaikan sebagaian besar mengulang apa yang dikatakan oleh narasumber sehingga perlu peneguhan dan contoh-contoh konkrit. Ada salah satu siswa yang bertanya tentang kebiasaan merokok dan minuman keras.
“Merokok dan minum alkohol adalah pintu gerbang penyalahgunaan narkoba. Karena itu, kalian semua jangan merokok dan minum minuman beralkohol. Selain merokok berakibat rusaknya paru-paru, kebiasaan itu bisa mendorong orang untuk menjadi pengguna narkoba. Lebih baik kalian menjaga agar otak kalian bersih dan tidak rusak akibat narkoba dan memikirkan masa depan dengan baik,” jawab Pak Sumirat atas pertanyaan para siswa.
[caption caption="Kepsek SMP Lokon dan Kepala BNNP Sulut. Dokpri."]
“Peredaran narkoba itu seperti penjahat yang tidak tampak. Siluman yang membunuh generasi muda dengan lihainya,” lanjut Pak Sumirat pada saat makan siang bersama.
Terkait dengan rencana peningkatan status BNN setara dengan Kementerian, beliau hanya menjawab singkat bahwa wacana itu sudah lama diusulkan, namun waktu itu Bapak Jendral Gories Mere tidak sependapat karena akan berakibat pada tambahnya personil dan negara harus siap dengan menanggung biaya yang tinggi.
“Di seluruh Indonesia, personil BNN hanya memiliki sekitar 4.600 anggota. Dibutuhkan 74.000 personel untuk melindungi rakyat Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa. Jadi bayangkan saja, perbandingannya 1 personel BNN untuk sekitar 3.500 jiwa. Ini tidak ideal. Di Sulut dibutuhkan 700 personil, sekarang saja hanya 42 personil,” cerita Pak Sumirat, Kepala BNNP Sulut dengan semangatnya.
[caption caption="Peserta Sosialisasi BNN. Dokpri."]
Kalau Presiden Jokowi meminta pemberantasan narkoba dilakukan lebih dahsyat lagi, berarti masalah teritorial, biaya dan personil sudah terpikirkan secara sistematis dan bijak. Jika demikian, apa salahnya meningkatkan status BNN setara Kementerian.
Narkoba No, Pendidikan Yes!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H