[caption caption="Pantai Pink dari Bukit Padang Rumput"][/caption]Kembali sepeda motor warna putih saya hidupkan. Meninggalkan kawasan wisata Mandalika. Saya menyusuri jalan beraspal menuju Pantai Tanjung Aan. Hanya sekitar 10 menit dari pantai Seger.
Wajah siang di awal 2016 tampak cerah ceria. Di perjalanan, bersamaan dengan warga yang masih ingin merayakan tahun baru dengan beramai-ramai pergi ke pantai. Rombongan sepeda motor mulai berdatangan ke lokasi wisata ke Tanjung Aan, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Setelah memakirkan sepeda motor dan merogoh koceh Rp. 5.000,- untuk bayar parkir, saya sempat berdialog dengan petugas parkir. “Selamat tahun baru Pak!” sapanya sambil menjulurkan tangannya ingin berjabat tangan. “Selamat tahun baru 2016 juga, Mas” jawab saya sambil menebar senyuman.
[caption caption="Batu Payung"]
[caption caption="Perahu sewa"]
[caption caption="Pantai Tanjung Aan Lombok Tengah"]
Tanjung Aan, asal usul Putri Mandalika atau Putri Nyale. Akses ke Tanjung Aan ini berjarak sekitar 75 km dari Mataram dengan waktu tempuh 1,5 jam atau 3 km dari pantai Kuta.
Pantai Batu Payung berada di ujung bukit yang menjorok ke laut. Di ujung itu, sebuah batu karang besar lebih mirip “kepala manusia” berdiri tegak. Batu Payung itu disebabkan oleh gerusan ombak pada karang dan akhirnya menyisakan “patung” Batu Payung. Di situlah kami menikmati keindahan alamnya dengan sepenuh hati dan tak lupa merekamnya dalam kamera saya.
[caption caption="Ayunan di atas pasir putih Tajung Aan"]
Saat berfoto di Batu Payung, tiba-tiba muncul penjual kelapa muda dengan harga per biji Rp. 20.000,-. Karena menjajakan dengan penuh harap akhirnya saya merogoh kocek untuk dua biji. Yang satu saya berikan kepada tukang perahu yang sudah susah payah menghela perahunya bersandar di sekitar batu karang.
Jarum jam menunjuk angka ke sebelas. Meski sudah menyendu air kelapa muda, perut tengah mulai terasa lapar. Saya dan rombongan kembali ke pantai. Sempat berfoto di dekat ayunan yang dipasang di pantai sambil melihat keramaian pantai yang mulai dipadati warga untuk berlibur di tahun baru. Kemudian mengambil sepeda motor untuk pulang ke penginapan dan makan pagi di siang hari.
Pantai Pink
Setelah makan pagi dengan menu nasi goreng di penginapan, saya pun lalu bergegas untuk check out. Sebelumnya saya sudah order mobil untuk mengantar ke Pantai Pink dan penginapan di Mataram.
[caption caption="Parkir Kendaraan di Pantai Pink "]
Ketenaran pantai Pink memang bikin saya “kepo” apalagi setelah melihat keindahan dan keunikannya lewat medsos seperti Instagram. Sekitar jam satu siang saya meninggalkan Kuta dengan mobil sewaan menuju ke Pantai Pink, desa Sekaroh, Jerowaru, Lombok Tengah.
[caption caption="Menikmati Pantai Pink"]
Setelah bayar tiket masuk sebesar Rp. 10.000,- sudah termasuk parkir saya kemudian memandangi pantai. Wow pantai Pink sungguh dipadati pengunjung dari ujung ke ujung. Tak hanya itu, banyak perahu-perahu berlabuh menanti penumpang yang ingin keliling di seputaran pantai. Pantai ini mirip teluk. Di sisi kanan-kiri terdapat bukit padang rumput yang luas.
[caption caption="Padat saat hari libur"]
“Kok pasirnya tidak kelihatan berwarna pink ya?” celoteh saya pada seorang Ibu yang sedang mengawasi anak-anaknya berenang di pinggir laut. “Mungkin karena pasirnya terinjak-injak banyak orang sehingga warnanya memudar” jawab Ibu itu seperti membela diri.
Setelah mengamati garis pantai sepanjang 500 meter dan saat itu dipadati oleh warga yang berenang atau sekedar main air, saya melangkah menuju ke bukit sebelah kiri. Bukit itu tak terlalu tinggi, tetapi pemandangan dari atas bukit ke arah garis pantai, memang menakjubkan. Pantai Pink masih “perawan” belum terlihat seperti Tanjung Benoa Watersport di Bali yang lengkap untuk wisata bahari.
[caption caption="Bertolak ke laut"]
Salam Wisata. Salam traveling.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H