[caption caption="Dimulai dari lokasi ini, River Tubing kali Oyo"][/caption]
Terbawa arus sungai di atas ban dalam truk, dan diombang-ambingkan derasnya arus sungai di antara bebatuan, sungguh pengalaman “single rafting” yang tak terlupakan. River tubing seperti ini semakin seru ketika melewati “grand canyon” atau tebing sungai di kanan-kiri.
Poluan, asal Manado, merasa senang setelah melakukan aktivitas river tubing di Kali Oyo, Desa Gelaran, Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul, DIY, untuk pertama kali. Rasa gembiranya berlipatganda setelah aktivitas “cave tubing” Gua Pindul dan kemudian dilanjutkan “River tubing” Kali Oyo. Tak henti-hentinya ia mengacungkan kedua ibu jari saat ditanya bagaimana pengalaman siang ini (26/6).
Sebagai Kepala Sekolah, Poluan berniat untuk sharing pengalamannya dan berharap agar susur gua dan sungai ini dimasukkan dalam tujuan study tour sekolah.
[caption caption="Dimulai dari lokasi ini, River Tubing kali Oyo"]
Baju dan celana saya masih basah setelah susur Gua Pindul. Saya dan teman-teman lalu di arahkan ke sebuah mobil bak terbuka di seberang jalan. Kegiatan wisata hari ini dilanjutkan dengan susur sungai kali Oyo. Jalan menuju ke start rafting adalah jalan yang melewati perkebunan yang ditumbuhi pohon kayu putih (Melaleuca). Penyulingan atau proses ekstrak dari daun dan ranting pohon kayu putih akan menghasilkan minyak kayu putih (cajuput oil) atau minyak telon. Semerbak bau kayu putih yang muncul akibat pemanasan sinar matahari, menambah sensasi tersendiri petualangan kali ini.
[caption caption="Luar biasa River Tubing Kali Oyo"]
Di musim kemarau seperti saat ini, Kali Oyo (panjangnya 1,5 km) tidak terlalu dalam dan arusnya juga tidak deras. Waktu tempuh kurang lebih 1 jam. Kedalaman air tidak sampai 10 meter seperti saat musim hujan. Hanya sekitar 3 meter dalamnya. “Jadi bapak ibu bisa berenang tanpa menggunakan ban pelampung” kata pemandu dengan maksud agar para peserta bisa berenang.
[caption caption="Grand Canyon Susur Sungai"]
Kedua tangan saya terasa pegal karena saya gunakan untuk mendayung agar ban pelampung yang saya pakai bisa sampai di spot air terjun pengantin. Sesekali saya minta ban pelampung saya ditarik oleh teman saya karena tangan sudah capek. Saling bergandengan dalam kondisi itu selain membangun kebersamaan dan kekompakan juga mempercepat laju ban-ban pelampung. Sehingga di spot air terjun dan jembatan gantung kami bisa sampai secara kebersamaan.
Setibanya di spot air terjun pengantin, dinamakan pengatin karena terbelah menjadi dua air terjun dan posisinya tak berjauhan tapi bersanding dekat, kami menepi. Ada yang terus menuju ke jembatan gantung. Ada yang langsung mendekati air terjun untuk pijat punggung dengan memanfaatkan derasnya aliran air terjun.
[caption caption="Gaya Lompat Indah he he he"]
Nando dan kakaknya Septi teman saya dari Prabumulih, menuju ke jembatan. Dari atas jembatan secara bergantian lalu terjun ke sungai. Momen itu tak luput dari kamera. Aksinya terjun dari jembatan itu mirip loncat indah dengan berbagai gaya yang diperagakan. Sementara yang di spa pijat air terjun berteriak-terika minta difoto. Pemandu yang sekaligus kamin sewa untuk mengabadikan aktivbitas kami, dengan sigap menuju ke lokasi iar terjun setelah pemotretan loncat indah. Begitu seterusnya hingga hampir semua mendapat bagian dipotret.
[caption caption=""lompat indah" dari jembatan Gantung"]
Karena lokasi itu menjadi spot pemberhentian river tubing, maka tak heran yang berada di spot itu tidak hanya rombongan kami. Saya melihat turis asing dan anaknya yang masih kecil menikmati wahana itu dengan gembira. Tanpa memperlihatkan wajah takut sedikit pun bocah-bocah kecil itu terjun ke sungai dari jembatan dan kemudian berenang dengan santainya menuju ke air terjun. Siang itu spot air terjun itu cukup ramai didatangi oleh wisatawan. Saya juga bertemu rombongan sekeluarga dari Jakarta yang sedang berlibur.
“Hebat dan luar biasa” ujar Poluan tiba-tiba ketika sudah mentas dari sungai dan menuju ke mobil pick up kami yang siap mengantar pulang ke basecamp. “Jadi, kapan akan mengajak siswa ke sini?” tanggap saya penuh harap. Poluan hanya memberi signyal bahwa itu nanti bisa diatur di sekolah.
[caption caption="Pulang naik mobil terbuka"]
Dalam keadaan basah kuyub, kami menaiki mobil bak terbuka bersama ban-ban pelampung yang kami pakai. Perut sudah mulai keroncongan. Rasa lapar mulai terasa. Setibanya di basecamp kami bilas diri dan mandi serta berganti pakaian. Setelah itu menuju ke rumah makan untuk berkuliner khas Gunung Kidul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H