Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Arti Makara di Candi Ijo

1 Agustus 2015   06:59 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:58 1364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Indahnya Sunset di Candi Ijo"][/caption]

“Ini namanya Makara” kata teman saya sambil tangannya mengelus salah satu kepala arca yang di undakan pintu masuk Candi. “Di rahangnya ada seekor Kakatua dengan bulir padi di paruhnya.” Saya berhenti sejenak di undakan pintu. Memandang dan memperhatikan seksama wajah Makara itu mirip antara gajah, buaya dan rusa. Ekor Makara seperti ekor naga dan bersisik seperti ikan.

Dalam diam, benak saya berputar sambil berpikir dan mencari tahu apa makna dari arca Makara itu. Mengapa diletakkan di undakan pintu depan candi? Arsitektur percandian jaman Hindu abad ke 10?

“Menurut mitologi Hindu, makara itu mobilnya para dewa. Makhluk yang menjadi kendaraan Dewa. Makhluk itu sakti mandraguna karena ia juga melindungi Dewa dan tempat tinggal Dewa seperti candi. Ya seperti asistennya Dewa gitu lho. Karena itu, Makara juga melambangkan kekuatan dan kejantanan” kisah teman saya, dosen di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogya.

[caption caption="Makara di ambang pintu Candi Induk"]

[/caption]

Setelah sejenak berolahpikir tentang Makara di undakan pintu masuk candi, lalu saya masuk ke dalam candi. Di ruangan agak gelap itu (sinar matahari masuk hanya lewat pintu) terdapat “lingga” yang disangga oleh ular berkepala kura-kura.

Dalam ruangan itu, ada jedela palsu atau jendela kerawangan berbentuk belah ketupat di dindingnya. Kata teman saya, itu melambangkan penyangga bumi. Lebih jauh diceritakan, “lingga” berpasangan dengan “joni” yang melambangkan kesatuan antara Brahma, Wisnu dan Syiwa.

Arsitektur atap candi juga unik. Atapnya tiga undakan berbentuk segi empat yang makin ke atas makin mengecil ukurannya dan terdapat Ratna/ Amalaka atau sejenis bunga teratai yang masih kuncup. Tekstur bangunan itu memperlambangkan bahwa alam teratas atau alam kayangan di mana setiap umat yang meninggal tujuannya ke surga.

[caption caption="Lingga yang seharusnya berpasangan dengan Yoni"]

[/caption]

Jarang sekali saya mendapat informasi tentang makna simbol-simbol yang terukir dalam relief candi pada saat berkunjung di komplek percandian (khususnya candi-candi kecil). Karena itu, saya bersyukur teman saya mau berkisah tentang petilasan sebuah peradaban yang dibangun sekitar abad ke 10 Jaman Kerajaan Medang pada periode Mataram. Meski terkesan sekilas saja, namun saya merasakan betapa bermanfaatnya memahami nilai-nilai sejarah dari penampilan arca dan arsitekturnya candi.

[caption caption="Candi perwara untuk memuja Trimurti"]

[/caption]

Selasa (26/6), masih di Jalan Raya Prambanan – Piyungan, roda mobil bergulir ke arah Prambanan meninggalkan Candi “Teletubbies” Abang di dusun Jogotirto. Laju mobil pelan. Namun mata melirik ke kanan kiri mencari papan petunjuk arah ke Candi Ijo. Akhirnya saya melihat papan petunjuk itu. Ternyata di papan petunjuk itu, tercantum Candi Ratu Boko dan Candi Ijo mengarah ke kanan.

Menyusuri jalan menuju ke Candi Ijo, saya harus ekstra hati-hati. Betapa tidak. Posisi Candidi Ijo berada di lereng bukit yang tinggi (375 mdpl) atau sebelah Tenggara Candi Ratu Boko. Jalannya menanjak tinggi dan memaksa saya mengganti gigi satu untuk bisa sampai ke atas. Belum lagi kondisi jalan berlubang dan apabila berpapasan dengan truk pengangkut batu alam dan galian tanah, harus sedikit mengalah. Truk-truk ini keluar masuk dari tebing Breski yang satu jalan ke arah Candi Ijo.

[caption caption="Banyak dikunjungi wisatawan"]

[/caption]

Setelah memarkir mobil dan lagi-lagi harus membayar uang parkir lebih dahulu, saya kemudian masuk pelataran candi yang luasnya sekitar 0.8 hektar. Saat melewati pos jaga, saya diminta untuk mengisi buku tamu tanpa membayar. Sejauh mata memandang dari pos jaga, saya melihat komplek percandian yang tersusun rapih dan bersih.

Komplek Candi Ijo terdapat candi induk dan tiga candi kecil (pewara) yang menghadap ke candi induk dan konon dipakai untuk memuja Trimurti: Brahma, Wisnu dan Syiwa. Di sebelah Barat terlihat reruntuhan candi dalam proses penggalian dan pemugaran. Semakin sore semakin banyak yang datang ke Candi Ijo.

Saya menduga mereka akan menikmati keindahan matahari terbit dari Candi Ijo yang katanya spetakuler dan tidak kalah indahnya sunset di Candi Ratu Boko. Tak hanya itu, Candi Ijo dikenal sebagai candi yang terletak di tempat tertinggi yang ada di Yogyakarta.

Sekelompok anak remaja berselfie ria dengan latar belakang candi dengan kamera dan tongsisnya. Rupanya Candi Ijo menjadi spot yang menarik bagi para fotografer. Sementara itu, tangga undakan di semua candi dipenuhi oleh orang-orang yang duduk menanti datangnya sunset.

[caption caption="Sunset di Candi Ijo"]

[/caption]

Candi Ijo beda dengan Candi Abang. Dinamakan Candi Abang karena dibangun dari bata bata merah (abang, Bahasa Jawa). Dinamakan Candi Ijo karena percandian ijo dibangun di punggungan bukit/gumuk ijo sebagaimana disebut dalam Prasasti Poh (906 Masehi).

Komplek percandian ijo sangat unik karena dibangun dengan mengikuti kontur bukit sehingga tampak jelas teras-teras berundak di mana Candi induk (menghadap ke arah barat) lebih menonjol ketimbang candi pengapit dan candi pewara (menghadap ke timur atau ke candi induk).

Pengalaman mengunjungi Candi Abang dan Candi Ijo menjadi pembelajaran bagi saya dan teman bahwa setiap candi pasti memiliki nilai historis yang mengungkap tentang peradaban, budaya dan nilai spiritual umat manusia jaman dulu.

(Nb. Dari berbagai sumber)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun